Indonesia-Propinsi Sumatera Utara-Kabupaten Humbang Hasundutan | Detikkasus.com – Ditengah digalakkannya program BODT (Badan Otorita Danau Toba) supaya Danau Toba akan menjadi destinasi wisata yang akan tersohor ke manca negara, maka pembangunan berbagai infrastruktur untuk mendukungnya pun terus dilakukan. Juga kelestarian ekosistem hutan lindung yang berada di seluruh pinggiran Danau Toba tentulah juga seharusnya tetap dimonitor, supaya debit air di Danau Toba tidak berkurang secara terus-menerus.
Tapi sayangnya, di salah satu hutan lindung yang masih berada di pinggir Danau Toba malah terpantau sedang terjadi beberapa aktivitas manusia di dalamnya, dan disinyalir akan merusak keawetan ekosistem hutan.
Berpuluh-puluh hektar pohon pinus yang berada di hutan lindung Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) di jamah manusia. Hal itu diduga akan menyebabkan ribuan pohon pinus akan mati perlahan.
Hal itu disampaikan oleh salah satu Pengamat Lingkungan, Hotbel Banjarnahor, Rabu (10/10/2018). Diutarakannya, saat dirinya mengunjungi hutan lindung yang dimaksud, di dalamnya ada kegiatan menyadap getah yang dilakukan oleh beberapa oknum pengusaha.
Mirisnya, kata Hotbel, puluhan orang yang dipekerjakan para pengusaha di tengah hutan lindung itu sepertinya melakukan penyadapan getah pinus dengan cara yang terbilang “ganas”. Hal itu ditandai dengan cara mereka memperlakukan pohon pinus. Di mana kulit pinus setelah di sadap hanya tinggal 2 sampai 3 cm saja yang tersisa. Sehingga dikhawatirkan akan memperpendek usia pohon.
“Koakan (sadapan) mereka menurut saya terlalu melebar hingga menyisakan kulit pohon pinus hanya tinggal 3 cm dan bahkan 2 cm. Selain menjadi sarana pohon menyerap makanan dari akar ke daun, kulit juga kan berfungsi memperkokoh batang pohon supaya tidak tumbang. Nah, kalau kita lihat di lokasi, perlakuan mereka (penyadap) terhadap pohon sudah bisa dibilang ganas”, tutur Hotbel.
Hotbel juga menyampaikan, sebagai dampak penyadapan getah itu, selain pohon pinus yang terancam mati perlahan, ada beberapa jenis pohon lain yang menjadi tumbal. Itu dibuktikan dengan adanya jenis pohon lain yang ditebang para penyadap getah.
“Ketika mereka menganggap pohon jenis lain menjadi penghambat mereka saat manderes (menyadap), mereka tak segan-segan menebangnya. Dan itu sudah terjadi di lapangan”, imbuhnya.
Ditambahkannya, orang-orang yang bekerja di hutan tersebut juga banyak berasal dari luar daerah. Itu disebutkannya akan ‘melukai hati’ masyarakat setempat. “Ada yang dari Nias dan Jawa. Mereka 90% berasal dari luar Humbahas. Harusnya izin dari Dinas Kehutanan lebih memperhatikan dan memberdayakan masyarakat di sini”, ungkap Hotbel.
Untuk mengkonfirmasikan hal itu, Detik Kasus.com pun mencoba menghubungi oknum pengusaha melalui Kepala Desa Parsingguran II. Namun sayangnya, oknum pengusaha bernama Filantius Lumban Gaol terkesan tertutup dan menghindar dari wartawan.
Sementara itu, Kepala UPT Dinas Kehutanan Wilayah XIII Doloksanggul, Benhard Purba, ketika akan dimintai keterangan sedang tidak berada dalam kantor. Melalui sambungan telepon, dirinya mengaku sedang ada tugas di luar daerah Humbahas.(TIM)