Detikkasus.com | Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), organisasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu. Anatomi Organisasi adalah sebuah struktur yang terdapat dalam organisasi. Struktur tersebut dibuat berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh para anggotanya (Right Man on the Right Place).
Menurut Sam’un Jaja Raharja di dalam jurnalnya yang berjudul “Siklus Hidup Orgnasisasi : Suatu Analisis Perkembangan Organisasi” dalam anatomi organisasi, terdapat sepuluh daur hidup organisasi, yaitu ; pacaran, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, matang, aristokrasi, birokrasi awal, birokrasi, dan mati. Pada tahap pacaran, ada beberapa orang yang sedang berbincang-bincang untuk menyatukan diri mereka. Pada tahap ini mereka mengucap ikrar untuk membentuk organisasi.
Selanjutnya organisasi itu masuk ke tahap bayi. Setelah gagasan organisasi sudah disetujui bersama, maka lahirlah organisasi baru. Oleh karena itu tahap ini disebut tahap bayi. Organisasi yang masih “bayi” ini masih belum jelas tentang arah dan tujuan organisasi. Setelah melewati masa bayi, organisasi tiba di masa kanak-kanak yang mulai belajar mengenal, ingin mengetahui segala jenis hal dan ingin melakukan apa saja. Pada tahap ini, anggota organisasi sangat bersemangat untuk meraih suatu hal.
Pada tahap ke-4 organisasi akan melewati masa remaja yang di mana pada masa ini organisasi akan melewati masa yang penuh dengan permasalahan, sama halnya seperti remaja yang sedang mencari jati dirinya. Lalu, ketika organisasi sudah mampu mengatasi masalah-masalah yang ada, maka organisasi itu sudah masuk ke tahap dewasa.
Pada saat organisasi tersebut ditempa berbagai masalah dan organisasi itu sudah mampu mengatasinya dengan tenang, berarti organisasi itu sudah masuk pada tahap kematangan. Di masa matang ini organisasi sudah bisa menikmati kerja mereka dan tidak merasa terbebani oleh masalah yang ada. Pada tahap ini pula organisasi dikatakan sudah mencapai kejayaannya dan tetap berusaha mempertahakan tingkat prestasi yang sudah dicapainya.
Sama seperti sebuah gunung, setelah mengalami masa puncak, organisasi juga akan mengalami penurunan, di mana organisasi ini tiba pada titik jenuh. Masa ini disebut sebagai masa aristokrasi.
Kemudian cepat atau lambat organisasi aristokrasi akan tersentak kaget ketika ada yang berani menyampaikan tentang sesuatu yang salah yang ada pada organisasi tersebut. Tahap ini dinamakan tahap birokrasi awal yang akan masuk pada tahap birokrasi penuh ketika seluruh anggotanya hanya manut dan tidak ada yang mau untuk memunculkan sesuatu yang baru. Mereka akan setuju dengan apa saja yang ada, namun tidak pernah melakukan apapun. Lalu, organisasi ini akan mati walaupun sebenarnya tidak benar-benar mati. Maksud mati di sini adalah anggota organisasi sudah tidak bisa lagi mengendalikan jalannya organisasi dengan baik. Sehingga organisasi tersebut perlu diadakan sebuah reformasi. Kondisi ini yang mungkin bisa dikatakan terjadi dalam sebuah organisasi besar yang berdiri untuk mengelola sepakbola Indonesia, yaitu PSSI.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) adalah sebuah federasi yang menghimpun seluruh organsisasi sepakbola yang ada di Indonesia. Jadi bisa dikatakan federasi adalah suatu gabungan dari beberapa organisasi. Pada dasarnya federasi maupun organisasi sama-sama memiliki tujuan bersama, namun federasi cakupannya lebih luas dibanding dengan organisasi.
Sebagai otoritas tertinggi dalam persepakbolaan Indonesia, PSSI memiliki kewajiban untuk mengarahkan tujuan persepakbolaan negeri ini. Tentunya orang-orang yang berada di dalam organisasi ini seharusnya tidak hanya mengerti tentang manajemen saja, tetapi juga paham tentang seluk-beluk sepakbola Indonesia.
Sebuah organisasi yang mengelola sepakbola seharusnya juga mengerti tentang sepakbola. Dalam sebuah organisasi tentunya keahlian yang sangat dibutuhkan adalah keahlian dalam bidang manajemen. Karena manajemen itu adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Namun untuk sebuah organisasi yang berkutat di dunia persepakbolaan, tidak cukup bila hanya skill manajemen saja yang dimiliki, tetapi juga harus memiliki wawasan yang luas terhadap sepakbola.
Sepakbola tidak hanya tentang gol, pelanggaran, menang ataupun kalah tetapi di dalamnya juga terdapat sebuah drama yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang mencintainya. Tidak seperti cabang olahraga yang lain, sepakbola memiliki ciri khasnya tersendiri. Sebuah tim yang kuat tidak selamanya menjadi pemenang dalam permainan sepakbola. Selain itu, tim yang unggul juga belum tentu menjadi pemenang sebelum pluit panjang dibunyikan. Apabila pemahaman tentang sepakbola belum dimiliki oleh para pengurus PSSI, maka bisa saja mereka memiliki urusan lain di luar urusan sepakbola.
Dalam statuta PSSI pasal 34 ayat 2 tentang Komposisi Komite Eksekutif, dijelaskan bahwa Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Komite Eksekutif dipilih melalui kongres. Kemudian pada pasal 23 tentang Delegasi dan Hak Suara dijelaskan bahwa kongres diikuti oleh 96 (Sembilan puluh enam) peserta. Sembilan puluh enam tersebut adalah perwakilan dari masing-masing klub Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, Federasi Futsal Indonesia, Asosiasi Provinsi, Asosiasi Wasit, Asosiasi Pelatih, dan Asosiasi Sepakbola Wanita.
Pada pasal 23 itu tidak disebutkan tentang keterlibatan supporter dalam kongres ini. Padahal, sebagai penikmat sepakbola tanah air, seharusnya supporter diberikan hak untuk memilih pengurus PSSI, karena supporter juga berhak untuk menentukan arah dan tujuan persepakbolaan tanah air.
Buruknya peforma Timnas Indonesia dan berantakannya kompetisi yang bergulir di Indonesia bisa jadi disebabkan oleh kepentingan-kepentingan di luar sepakbola yang dilakukan oleh para elit PSSI. Seharusnya penempatan jabatan di PSSI dihuni oleh stakeholder sepakbola Indonesia yang benar-benar sudah paham tentang seluk-beluk sepakbola Indonesia. Seperti teori Anatomi Organisasi yang menjelaskan bahwa penempatan jabatan harus sesuai keahlian. Apabila PSSI menerapkan teori ini, maka bukan tidak mungkin kita akan menyongsong masa depan sepakbola Indonesia yang lebih baik.
Muhammad Rizky Putramadiansyah
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Twitter : mrizkyputra_18
Instagram : mrizkyputra_
BUKTI PENGIRIMAN