Artikel l Detikkasus.com – Muhammad Farid Alfian, Nanda Daffa Farros, Devi Anggraini Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk hidup tidak pernah lepas dari bermacam-macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia tidak pernah puas karena sifat manusia selalu ingin memperoleh yang lebih dan lebih.
Sehingga, jual beli merupakan jalan untuk mendapatkannya secara sah. Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh semua manusia.
Tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutanketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).
Di dalam al-Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam.
Mereka cuma mencari keuntungan duniawi saja tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan. Untuk melakukan jual beli, maka para pihak memerlukan akad.
Akad merupakan kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum. Akad disini yang diperlukan yaitu akad murabahah.
Murabahah berasal dari kata Arab yaitu rabaha, yang berarti untung atau suatu yang menguntungkan. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Segala macam transaksi jual beli yang mengandung keuntungan maka biasanya menggunakan akad murabahah ini. Pengertian akad murabahah terkandung dalam Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 19 Ayat (1) huruf d yaitu:
“Yang dimaksud dengan Akad murabahah adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati”.
Dalam murabahah terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi saat melakukan akad murabahah yaitu pihak yang berakad seperti penjual, pembeli, dan pemasok, obyek yang diakadkan seperti barang yang diperjual belikan dan harganya, tujuan akad, dan juga akad yang terdiri dari ijab qabul seperti serah terima.
Murabahah ini sering kita jumpai setiap hari. Salah satunya sering kita lihat pada setiap pedagang ketika melakukan penjualan. Mengapa demikian? karena Murabahah dalam arti sempitnya yaitu “Keuntungan”. Dimana orang yang sering mengambil keuntungan yaitu orang yang sedang melakukan jual beli. Segala macam transaksi jual beli yang mengandung keuntungan maka biasanya menggunakan akad murabahah ini. Tidak hanya pada pedagang saja, akad murabahah juga biasanya diterapkan pada bank syariah, pegadaian syariah, dan lainnya. Contoh penerapan Murabahah :
Toni seorang pedagang, ia tidak mampu untuk mendapatkan barang dari produsen. Sehingga ia meminta kepada seorang agen untuk mengusahakan langganan barang tersebut secara tetap dan rutin sesuai dengan perjanjian. Dimana nanti Toni akan mendapatkan keuntungan dari sekian jumlah unit barang yang dipesan. Sedangkan agen akan mendapatkan nisbah keuntungan sekian persen misalnya 10%-15%.
Contoh lainnya seperti yang kita ketahui :
Dian seorang pedagang yang menjualkan berbagai macam tas. Barang ini didapatkan dari pabrik seharga Rp 55.000 per pcs. Kemudian ia akan jual seharga Rp 85.000 per pcs.
Dengan itu, ia mengambil keuntungan Rp 30.000 sebagai dasar keuntungan dan biaya operasionalnya. Keuntungan tersebut sebagai keuntungan usaha yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tanpa paksaan atau ancaman.
Jadi, akad murabahah secara tidak disadari sering kita jumpai bahkan bisa saja telah kita lakukan. Dalam mengambil keuntungan tidak ada batasannya. Dengan mengambil keuntungan yang besar tidak termasuk dalam riba.
Hal tersebut dikarenakan keuntungan itu termasuk rezeki dari Allah. Sebagaimana Allah telah menjelaskan tidak ada batasan tertentu dalam mengambil keuntungan. Selain itu, dalam melakukan jual beli murabahah terdapat beberapa ketentuan diantaranya harganya harus diketahui secara jelas, hitungannya harus jelas, dan untuk barang non-ribawi boleh memberlakukan akad kredit.
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas Akuntansi Syariah dengan dosen pengampu Dr Dra. Masiyah Kholmi, Ak. MM.CA