Penulis : Wuyung Putri Madhani
Mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.
Detikkasus.com | Saat ini persoalan karakter anak di tanah air menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti kekerasan yang dilakukan anak, hubungan seksual secara bebas, perkelahian, kehidupan yang cenderung mengarah pada perilaku hedonisme dan konsumtif dan sebagainya menjadi topik pembahasan yang selalu hangat di media massa (Wahidin, 2017). Berbagai alternatif penyelesaian yang telah diajukan adalah meliputi peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Sedangkan alternatif yang paling banyak dikemukakan untuk mengatasi dan paling tidak mencegah atau mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif dan kuratif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas anak dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah karakter bangsa. Sedangkan yang bersifat kuratif adalah pendidikan dianggap dapat memperbaiki masalah karakter yang telah terjadi pada para anak. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat pada masyarakat di masa yang akan datang.
Pendidikan tidak hanya dilakukan di lingkungan formal, namun juga dapat dilakukan pada lingkungan non formal seperti di dalam keluarga. Secara umum, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah atau perkawinan, hidup bersama, dan bekerjasama di dalam satu unit. Keluarga juga dianggap sebagai lembaga masyarakat pertama dan utama yang mempunyai peranan dalam melaksanakan pendidikan karakter di dalam keluarga, guna mengupayakan terbentuknya anak yang mempunyai akhlak yang baik, anak yang cerdas, lembut hatinya, dan terampil tangannya. Keluarga pada hakikatnya merupakan wadah pembentukan karakter masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan dan tanggung jawab orang tuanya. Bagaimana sebuah keluarga memperlakukan anak-anaknya akan berdampak pada perkembangan perilaku anak-anaknya. Sumaatmaja (2005) menyatakan bahwa di dalam keluarga terjadi proses “sosialisasi” yaitu proses pengintegrasian individu ke dalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai makhluk sosial. Di dalam keluarga itu terjadi proses pendidikan dalam arti proses “pedewasaan” dari individu yang tidak berdaya menjadi calon pribadi yang mengenal pengetahuan dasar, norma sosial, nilai-nilai dan etika pergaulan.
Sayangnya, tidak semua orang tua tidak menyadari perannya sebagai pendidik di dalam keluarga dan terkadang justru menunjukkan karakter yang tidak patut dicontoh oleh anak. Karakter kurang baik orang tua di dalam sebuah keluarga menyebabkan anak-anak mereka menunjukkan perilaku yang berbeda-beda dalam kesehariannya seperti acuh tak acuh, tidak responsif, agresif dan selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik. Ada pula anak yang rendah diri, minder, merasa diri tidak berharga dan berguna, serta selalu merasa tidak mampu. Anak ini selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain dan merasa orang lain sedang mengkritiknya. Disisi lain juga ada anak yang kondisi emosinya tidak stabil yang ditandai dengan anak tidak toleran atau tidak tahan terhadap stres, mudah marah dan mudah tersinggung. Tidak sedikit juga perilaku anak yang kurang hormat kepada orang tua, guru dan orang lain. ada pula anak yang sangat nakal dan ingin selalu menang sendiri, namun tampak baik dan penurut ketika berada di rumah.
Oleh sebab itu, peran kedua orang tua dalam memberikan pendidikan karakter pada anak sangatlah dibutuhkan guna membentuk karakter dan kepribadian anak yang baik. Melalui tindakannya, orang tua akan membentuk watak, sikap anak dan tindakan anaknya di kemudian hari. Karena anak merupakan imitasi atau peniru ulung. Artinya apa yang dilihat dan dialami akan menjadi contoh dalam kehidupannya sehari-hari. Maka dari itu, orang tua harus memiliki karakter yang baik agar anak dapat memperoleh pendidikan karakter yang baik pula. Lantas bagaimana karakter orang tua yang baik di dalam keluarga sehingga dapat berhasil dalam mendidik anaknya menjadi anak yang berkarakter positif dalam kehidupan masyarakat?
Keberhasilan orang tua dalam menanamkan pendidikan berkarakter anak di lingkup keluarga dapat dilihat dari pola asuh mereka. Pola asuh yang mencerminkan kesembilan pilar karakter yang baik yaitu (1) Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya; (2) Tanggung Jawab, Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong; (6) Percaya diri dan pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan adil; (8) Baik dan rendah hati; (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan, maka kemungkinan besar dapat membentuk kepribadian atau karakter anak yang sesuai dengan kesembilan pilar karakter yang baik tersebut. Sebaliknya, apabila orang tua menerapkan pola asuh anak yang salah dalam artian sama sekali tidak mencerminkan pola asuh yang tidak berpatokan pada kesembilan pilar karakter yang baik tersebut maka akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Kegagalan pola asuh orang tua pada anak sangat berakibat pada pembentukan karakternya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa semua pihak bertanggung jawab atas pendidikan karakter calon generasi penerus bangsa (anak), namun keluarga, khususnya orang tua merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Pola asuh yang mengacu pada kesempilan pilar karakter yang baik akan menciptakan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Sedangkan pola asuh orang tua yang salah akan berakibat pada kegagalan pembentukan karakter anak yang positif. Artinya, orang tua yang berkarakter baik dan positif akan menentukan anak dengan karakter yang serupa dengan orang tuanya. Karena pada dasarnya karakter anak adalah cerminan karakter orang tuanya.
REFERENSI
Sumaatmaja, N. 2005. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.
Wahidin, U. 2017. Pendidikan Karakter Bagi Anak. Bogor: STAI Al Hidayah.