Labuhanbatu – Sumut l Detikkasus.com
Minggu (05/06/2022) Sekitar 23 Mei 2022 larangan ekspor CPO (Crude Palm Oil) sudah resmi dibuka pemerintah akan tetapi, gejolak harga Tandan Buah Segar (TBS) masih belum bisa disebut normal, atau belum bisa disebut pulih seperti semula.
Minimnya perhatian pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, menjadi tolak ukur untuk ampu kembali membangkitkan ekonomi kerakyatan. Khususnya bagi petani pekebun kelapa sawit selaras dengan.
Kesiapan pemerintah daerah saat melaksanakan Undang-undang Otonomi Daerah, menjadi ujung tombak untuk dapat kembali memulihkan harga TBS, dengan melalui cara pengawasan terhadap penerapan penetapan harga TBS.
Berdasarkan ketentuan “Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 01/Permentan/KB.120/1/2018 tentang, Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun”.
Pada penetapan harga sudah sangat jelas diatur, bahwa perusahaan tidak boleh sembarangan, harus sesuai dengan perjanjian kerja sama secara tertulis. Diketahui oleh bupati/wali kota atau gubernur sesuai dengan kewenangan.
Bab V punya kewajiban, “Setiap Perusahaan perkebunan wajib menyampaikan dokumen harga dan jumlah penjualan CPO dan PK, paling kurang 1 (satu) kali setiap bulan kepada Dinas provinsi untuk diklarifikasi oleh tim penetapan harga pembelian TBS”.
Dan perusahaan perkebunan wajib menyampaikan laporan penerimaan dan pemanfaatan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) paling singkat 1 (satu) bulan sekali kepada gubernur dan tim penetapan harga pembelian TBS.
Jika bapak Bupati bisanya sebatas orientasi, beliau tidak mampu melaksanakan ketentuan Permentan, tentang Pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar kelapa sawit produksi pekebun, mau sampai kapan bisa berakhir gejolak ini ya, sebut sumber. (J. Sianipar)