Oleh : Muflihah Rizqy Amaliah, Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.
Detikkasus.com | Pembentukan daerah otonom baru bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan sentralistis pada masa orde baru, pemerintah juga telah banyak melakukan pembentukan daerah otonom baru. Kecematan-kecamatan yang semakin kuat karakter urbannya akan dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan wilayah dekonsentratif (field administration). Selanjutnya bila karakter tersebut semakin menguat, daerah tersebut akan dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan Kabupaten atau kemungkinan terbesarnya dapat dibentuk menjadi pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru.
Selama periode orde baru pada tahun 1966-1998, penambahan daerah otonom baru tidak meningkat secara signifikan. Ledakan penambahan daerah otonomi baru atau yang biasa disebut dengan pemekaran daerah, baru terjadi pasca 1999. Dimana pada saat itu Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mulai diberlakukan dan kemudian diganti dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Dengan adanya UU ini pengusulan pemekaran daerah menjadi sangat meningkat, hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan ini memberikan peluang otonomi daerah yang luas kepada daerah otonom untuk mengatur atau mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun pada periode 1999-2008. Berdasarkan hasil yang diolah dari UU Pembentukan Daerah Baru, Sekretariat DPR 1999-2008, mulai Oktober 1999 sampai dengan juli 2008 telah terbentuk 169 daerah baru yang terdiri dari 7 Provinsi baru, 139 Kabupaten Baru, dan 23 Kota Baru. Itu artinya, jumlah rata-rata pertumbuhan daerah Kabupaten/Kota adalah 20 daerah Kabupaten/Kota pertahun atau kurang lebih 40% dalam kurun waktu 9 tahun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, penggabungan bagian daerah yang bersandingan, dan penggabungan beberapa daerah. Pada dasarnya pembentukan atau pemekaran bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemekaran daerah juga diyakini sebagai salah satu bentuk ideal yang dianggap dapat memeratakan pembangunan sekaligus mempermudah kinerja pemerintah pusat guna menciptakan stabilitas nasional secara menyeluruh.
Namun nyatanya dalam pengimplementasinya, pemekaran daerah tidak berjalan dengan baik, hal ini dapat dibuktikan dengan tata kelola daerah dan pelayanan publik yang belum memuaskan. Pada bulan agustus tahun 2006, Presiden SBY juga bahkan pernah memberikan usul untuk menghentikan sementara proses pemekaran, hal ini dikarenakan pemekaran daerah dijadikan sarana bagi para elit politik dalam melakukan rekayasa data, analisis, argumen bahkan korupsi, mengingat dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat sangat banyak, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH) baik bagi hasil pajak maupun hasil sumber daya alam. Dari ketiga dana tersebut, DAU adalah dana yang paling banyak diberikan oleh pemerintah pusat, sekaligus dapat membebani APBN secara tidak langsung.
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, maka pemerintah harus mengambil langkah tegas seperti moratorium pemekaran daerah, hal ini bertujuan agar pemerintah dapat menyusun kembali strategi yang komprehensif mengenai pemekaran daerah melalui produk hukum seperti UU. Selanjutnya pemerintah harus melakukan revisi terhadap UU Pemerintah Daerah dan PP yang mengatur syarat dan prosedur pemekaran daerah, mengingat persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan dapat direkayasa oleh para elit yang memiliki kekuasaan didaerah. Langkah terakhir yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menegaskan kembali bahwa pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) mutlak prakarsa pemerintah pusat, dimana usulan boleh berasal dari mana saja, namun proses untuk disahkannya harus di kaji terlebih dahulu dan disesuaikan dengan prosedur atau persyaratan yang berlaku.