Tulungagung l Detikkasus.com – Akhir-akhir ini Kabupaten Tulungagung digemparkan dengan adanya pembangunan Cafe di atas lahan milik Perhutani BKPH Campurdarat Tulungagung yang tidak berizin.
Hal ini membuat Perhutani KPH Blitar yang menaungi BKPH Campurdarat geram, sehingga mengeluarkan surat peringatan.
Akan tetapi surat peringatan tersebut, rupanya tidak membuat takut pihak pengelola.
Hal itu terbukti karena mereka tetap melanjutkan pembangunan Cafe, walaupun tidak mempunyai izin terkait pemanfaatan lahan yang tepatnya di bekas tebangan A2 yang masuk wilayah BKPH Campurdarat, Sabtu (23/10/2021).
Upaya klarifikasi dilakukan oleh awak media, baik melalui sambungan telepon ke pihak yang terkait secara langsung, maupun melalui surat resmi yang ditujukan ke pihak Perhutani Jawa Timur.
Tujuannya adalah, ingin tahu kejelasan terkait izin penggunaan lahan Perhutani tersebut, dikarenakan untuk sebuah usaha cafe yang tentunya sangat tidak sesuai dengan program – program Perhutani.
Di awal pernyataan pihak yang terkait langsung terkesan menutupi fakta yang ada.
“Bisa menanyakan kepada pihak LMDH Campurdarat dengan ketuanya Mualim” isi pesan Yusmanto selaku Asper KRPH Campurdarat yang membawahi wilayah tersebut dan enggan menjelaskan lebih lanjut.
Bahkan, ketika awak media menghubungi Budi selaku pengelola tempat yang dinamakan Cafe 7 Bintang tersebut, melalui telepon selulernya, dia hanya menjelaskan secara singkat. “Izinnya dari LMDH, PKS Bukit Jodo, Perhutani, serta pihak Dinas Pariwisata sudah juga kita miliki diawal sebelum pembangunan dimulai. Apalagi tempat ini termasuk juga rentetan Wisata Bukit Jodo yang sampai sekarang kurang menggebrak,” jelasnya.
Pernyataan berbeda dinyatakan oleh Budi Irianto selaku Ketua LMDH Desa Pakisrejo, Kecamatan Tanggunggunung, yang juga pengelola Bukit Jodo. “Wilayah tersebut sudah bukan lagi ranah wilayah kami sehingga adanya pembangunan tersebut bukan tanggungjawab kami lagi,” jelas Budi Irianto melalui pesan singkat.
Inspeksi Mendadak (Sidak) juga dilakukan oleh Perhutani Blitar, dengan adanya surat yang kirimkan sebelumnya ke pihak Perhutani Jawa Timur, karena pengelola tetap melanjutkan pembangunan tersebut tanpa memperhitungkan ekosistem yang ada.
Hal tersebut juga dibenarkan Yusmanto yang didampingi Andik warga Desa Pakisrejo, Kecamatan Tanggunggunung, dan Tri yang merupakan rekan Andik ketika dikonfirmasi.
“Pihak Perhutani Blitar pernah datang untuk Sidak dan kita sudah menjelaskan semuanya bahkan kita sudah memberikan bukti terkait surat peringatan karena pembangunan tersebut belum mengantongi izin,” jelas Yusmanto.
Ada hal yang sangat mengherankan dari pengakuan Yusmanto, bahwa ternyata perjanjian kerjasama baru dibuat setelah Sidak dari Perhutani KPH Blitar.
“Untuk perjanjian kerjasama baru kita buat kemarin setelah sidak itu,” jelas Yusmanto dan dibenarkan oleh Andik .
Sementara Tri rekan Andik yang pada saat itu mendampingi wawancara juga ikut memberikan penjelasan terkait prosedur perijinan perhutani yang menurutnya lama dan sulit.
“Kita melakukan langkah pembangunan dulu meskipun belum mendapatkan ijin karena pengurusannya yang lama sekitar 3 sampai 5 tahun baru ijin keluar,sehingga kami kira pembangunan tersebut tidak ada masalah,“ tutur Tri.
Berbagai kejanggalan terjadi sejak awal konfirmasi sampai berita ini diturunkan. Selain pernyataan yang selalu berubah-ubah ternyata pihak Yusmanto selalu mengajak untuk menyelesaikannya masalah ini secara kekeluargaan.
“Kita adalah saudara alangkah baiknya kalau permasalahan ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan jangan sampai mencuat kepermukaan baik media maupun pimpinan kami,” ujar Yusmanto, berkali-kali. (Tim)