Oleh : Aninta Putri Salsabila
Fakultas : Psikologi
Universitas : Muhammadiyah Malang.
Detikkasus.com | Masyarakat Indonesia sudah tidak lazim lagi mendengar kata kekerasan, apalagi kekerasan pada perempuan. Walaupun Indonesia memasuki peringkat ke 13 di dunia diantara 14 negara pada kategori negara teraman untuk perempuan, tetapi tetap saja kekerasan pada perempuan terus terjadi. Entah apa yang bisa menjadi faktor utama para pelaku mengincar perempuan sebagai korbannya. Apa karena ada stigma bahwa perempuan itu lemah? Haruskah perempuan terus menjadi korban dari sebuah kekerasan?.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyaknya berita yang beredar mengenai kekerasan pada perempuan. Para pelaku tidak pernah memandang korban dari segi usia, bahkan ada saja korban yang masih berusia 14 tahun. Hal itu sangatlah tidak wajar, anak yang berumur 14 tahun yang masih bisa dibilang polos, ia baru menginjak periode remaja membuat dia trauma dan tentunya membuat kesehatan secara psikisnya menurun. Para pelaku pun tidak terduga, bisa saja dari pihak keluarga seperti ayah atau kakak kandung dan orang orang disekelilingnya bisa menjadi pelaku utamanya . Bila dari pihak keluarga adalah pelakunya, maka biasanya keluarganya sedang dalam kondisi yang tidak harmonis sehingga menyebabkan hal yang tidak diinginkan oleh siapapun.
Mungkin buat seorang remaja perempuan, enggan untuk bisa melawan dari pelaku apalagi bila pelakunya adalah orang terdekat yang berasal dari keluarganya. Tapi tetap saja, seharusnya ketika ada kekerasan itu terjadi ada hak untuk bisa bertindak melawan dengan melakukan apapun yang bisa dilakukan. Memang ada stigma yang terkadang muncul di masyarakat adalah bahwa perempuan itu lemah, tapi apakah tidak boleh ada rasa perlawanan terhadap tindakan kekerasan tersebut. Jika sudah melakukan perlawanan dan tidak berhasil juga mungkin satu satunya cara adalah hanya pasrah. Stigma itu akan terus ada, bila tidak ada bukti nyatanya. Jangan menganggap remeh terkait dengan kekuatan perempuan.
Menurut data dari Komisi Nasional Perempuan, bahwa terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017, yang terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama, serta 13.384 kasus yang ditangani oleh 237 lembaga mitra pengadalayanan, tersebar di 34 Provinsi. Adapun data ditahun 2018 yaitu berdasarkan laporan kekerasan di ranah privat/personal yang diterima mitra pengadalayanan, terdapat angka kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus. Ada kemungkinan di tahun 2019 ini, data itu akan semakin bertambah jika tidak adanya penyuluhan atau sosialisasi tentang kekerasan pada perempuan ini.
Zaman sekarang, internet bisa menjadi salah satu faktornya. Kenapa? Karena di era globalisasi ini, semakin bermunculannya video video porno atau bahkan film barat yang mengandung unsur pornografi. Itulah yang membuat hormon di dalam diri si pelaku merangsang lebih cepat untuk melakukan hal yang tidak wajar tersebut. Selain dari sisi hormon, emosi kadang juga suka meluap begitu aja sehingga perempuan lah yang menjadi media untuk melampiaskan emosi tersebut. Ketika emosi laki laki sudah berada di puncaknya, maka carilah media yang tepat seperti bermain game bersama sama teman temannya. Bisa juga melakukan hal yang lain, seperti tarik nafas sedalam dalamnya, berteriak sekeras kerasnya,atau makan, dan hal yang lainnya yang membuat emosi itu mereda.
Kekerasan pada perempuan terkadang tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun sempat beberapa kali terjadi di dunia maya. Tidak semua orang menggunakan dunia maya dengan hal hal yang positif, pasti ada saja yang menggunakan untuk hal hal negatif. Kekerasan di dunia maya bisa berupa pelecehan online, pencemaran nama baik, pendekatan untuk menipu, dll yang dapat membahayakan kondisi perempuan secara biologis maupun psikisnya. Karena kekerasan tidak hanya terjadi melalui fisiknya namun secara tidak sadar kekerasan verbal bisa saja terjadi.
Ketika seseorang telah menjadi korban, maka secara psikisnya dia akan trauma. Bisa saja dia akan mengalami trauma yang berkepanjangan. Sangat lah rentan jika anak kecil sudah menjadi korban dari kekerasan. Karena anak kecil akan mempunyai ingatan yang bisa dibilang ingatan jangka panjang dan itu akan membentuk sebuah kepribadian. Kepribadian seseorang telah terbentuk sejak masa kecil, mulai dari umur 5 tahun. Rasa trauma itu terjadi pada siapapun, entah anak kecil, remaja, atau bahkan saat dewasa. Anak remaja sudah trauma dengan kekerasan yang dia alami, maka dia harus menjalankan segala terapi yang dilakukan bersama seorang psikolog agar perlahan rasa trauma tersebut hilang. Setiap orang tentu punya cara tersendiri untuk menghilangkan rasa trauma.
Akan tetapi, jika trauma itu sangatlah mengganggu maka dibutuhkan yang namanya psikoterapi. Ketika seseorang sudah trauma, maka bisa jadi itu akan mengubah kepribadiannya. Seperti dia yang tadinya tipe kepribadiannya adalah ekstrovert, mudah bergaul dengan orang lain ketika sudah mengalami kekerasan berubah menjadi introvert dan bisa juga dia akan menutup dirinya dari orang lain karena rasa trauma terhadap orang lain. Psikoterapi juga tidak akan secara langsung menghilangkan rasa trauma tersebut, karena butuh waktu untuk bisa menghilangkan trauma tersebut.
Ketika sudah menjalankan psikoterapi, cobalah untuk lebih terbuka kembali terhadap orang orang sekitar. Jika diri kita saja kurang membuka diri, bagaimana orang orang sekitar bisa peduli juga terhadap kita. Karena banyak orang yang masih peduli, daripada orang cuek. Memang sulit untuk bercerita banyak pada orang lain, terutama yang dasarnya adalah seorang introvert tetapi lebih baik untuk perlahan saja bercerita pada orang yang dipercayai. Psikolog bisa menjadi orang yang tepat untuk diajak bercerita, tetapi lebih baik ketika bisa bercerita pada orang yang sering dijumpai dan memang dipercayai. Perlahan trauma tersebut akan menghilang, walaupun mungkin memang membekas dan sewaktu waktu akan terjadi kembali.