Masyarakat Aceh Utara, Pertanyakan Hasil Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Monumen Samudra Pasai.

Lhoksukon | Detikkasus.com – Masyarakat transparansi aceh (mata) mempertanyakan perkembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan monumen samudra pasai di aceh utara yang prosesnya sudah cukup lama, tapi tidak ada titik terang terhadap kepastian hukum.

“Publik jadi bertanya sampai di mana sudah kasus tersebut,” kata koordinator mata, alfian,

Berdasarkan catatan mata, pertama. Pihak kejari aceh utara menyelidiki kasus tersebut sejak Mei 2021, yang kemudian ditingkatkan ke penyidikan dengan penetapan lima tersangka.

Kedua, kata Alfian, soal ketidakpastian hasil audit kerugian keuangan negara. Pihak Kejari Aceh Utara pada awalnya meminta audit investigasi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh. Saat itu pihak BPKP tidak bisa menindaklanjuti permintaan Kejari karena berkas yang diserahkan dinilai belum mencukupi standar audit. Sehingga pihak BPKP saat itu memberi catatan untuk dilengkapi dokumen oleh Kejari.

“Kemudian pihak Kejari menyatakan ke publik semua dokumen sudah mereka serahkan. Saat itu pihak Kejari dengan BPKP Aceh sempat saling ‘klaim’ tentang dokumen atau objek yang mau diaudit. Dan berakhir pada kesimpulan, Kejari menghentikan permintaan audit ke BPKP. Selanjutnya Kejari meminta audit kepada tenaga ahli dari salah satu kampus di luar Pulau Sumatra, dan itu belum ada kejelasan sampai sekarang sudah sejauh mana sudah perkembagannya,”ujar alfian.

Baca Juga:  Polri Sebar 458 Ton Beras dan 15.000 Paket Sembako untuk Masyarakat Banten Terdampak PPKM Darurat

Ketiga, kata Alfian, kelima tersangka sudah dilakukan penahanan sejak 1 November 2021 sampai 20 November 2021 (20 hari), diperpanjang dari 21 November sampai 30 Desember 2022 (40 hari). Selanjutnya terjadi perpanjangan penahanan 31 Desember 2022 sampai 29 Januari 2023 (30 hari). “Dan terakhir terjadi keempat kali perpanjangan tahanan terhadap tersangka dari 30 Januarisampai 28 Februari 2023 (30 hari),” ungkapnya.

Mata mempertanyakan apakah Kejari Aceh Utara memiliki rencana memperpanjang masa penahanan kembali terhadap lima tersangka setelah berakhir pada 28 februari 2023 nanti.

“Pengalaman kami selama ini dalam melakukan monitoring terhadap peradilan, baru kasus korupsi ini yang sangat berlarut penanganannya, dan kita juga mempertanyakan motifnya apa,” kata Alfian.

Keempat, kata Alfian, penanganan kasus ini sejak Mei 2021 sampai hari ini (februari 2023), yang artinya dalam menangani satu kasus, Kejari Aceh Utara diduga sudah menggunakan DIPA APBN selama tiga tahun berturut. “Tapi kasusnya masih tidak ada perkembangan,” ucapnya.

Baca Juga:  Siswahyu Kurniawan Respek Rachmad Hidayat Bangil

Oleh karena itu, mata meminta secara tegas kepada Kejati Aceh segera mengambil alih penanganan kasus tersebut. “Kita juga mempertanyakan, apakah Jamwas Kejagung tidak melakukan evaluasi terhadap penyidikan kasus tersebut yang terus menerus selama tiga tahun menggunakan anggaran APBN, sementara kasusnya tidak ada perkembangan,” alfian mempertanyakan.

Mata meminta dalam penanganan kasus tersebut pihak kejaksaan benar-benar memiliki prinsip transparansi, akuntabilitas, dan menjunjung tinggi integritas. “Sehingga kepercayaan publik terhadap kinerja kejaksaan kembali kuat. Dan kami percaya, publik juga dapat mengawasi proses penanganan kasus korupsi ini secara aktif,” pungkas Alfian.

Sementara itu, Kasi Intelijen Kejari Aceh Utara, Arif Kadarman, S.H., dikonfirmasi portalsatu.com via WhatsApp, Kamis (9/2), mengatakan perkembangan kasus dugaan korupsi pembangunan Monumen Samudra Pasai sekarang sedang tahap pemberkasan dan diperkirakan akan selesai bulan ini (Februari 2023). “Setelah itu langsung tahap dua. Nanti saat tahap dua akan kami update lagi,” ucap Arif.

Baca Juga:  Oknum Asn/Pns Pada Saat Jam Dinas Kantor, Diduga Bolos Tak Masuk Kantor, Nongkrong Diwarung Kopi

Arif tidak menjawab pertanyaan: apakah sudah ada hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), nama lembaga/instansi yang melakukan PKKN, dan nilai kerugian negara atas kasus tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Kajari Aceh Utara, Dr. Diah Ayu H. L. Iswara Akbari, mengatakan penyidik telah berupaya melakukan penyitaan aset tanah dua tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Monumen Samudra Pasai. Pertama, aset tersangka berinisial FB (61) selaku Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara tahun 2012-2016, disita dua sertifikat tanah dan ada bangunannya, sudah dipasang plang penyitaan, lokasinya di wilayah Lhokseumawe. Kedua, aset tersangka TM (48), kontraktor pelaksana, penyidik menyita tanah di kawasan Jalan Elak Lhokseumawe dan dipasang plang penyitaan.

Diah Ayu mengaku tidak ingat luas tanah itu. “Yang jelas upaya penyitaan aset telah dilakukan terhadap kedua tersangka tersebut. Sedangkan tiga tersangka lainnya belum ada informasi tentang aset, itu nanti akan dikembangkan lagi,” ujar Diah saat konferensi pers Refleksi Akhir Tahun, di Aula Kejari, Rabu, 28 Desember 2022.

(Abel Pasai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *