Detikkasus.com | Jakarta – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) No.23 Tahun 2018 tentang PPPRS yang telah disahkan dan akan segera diberlakukan, dipersoalkan para pemilik rusun/apartemen serta para pakar hukum.
“Saya komentar soal sosialisasi PUPR tadi, saya pertanyakan mengenai pembentukan permen itu, karena peraturan perundangan yang diatur dalam UU Nomor 12/2011 tentang tata cara peraturan perundang-undangan, apakah pembentukan permen ini sudah sesuai atau tidak, hal itu belum dibuktikan, ujar praktisi hukum, Julius Lobiua SH MH, di Jakarta, Selasa (20/11/2018).
Bahkan Julius menilai bahwa peraturan tersebut tidak sah. “Kalau saya sinkronisasi tentang pembentukan peraturan perundangan dalam pasal 6 tadi, itu tidak diakui dan tidak sah dan memiliki hukum menetap. Itu dari sisi hukum, pembentukan permen ini,” katanya.
Ia juga mempertanyakan soal apakah pembentukan perhimpunan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak. “Pembentukan perhimpunan itu paling lambat 1 tahun. Apakah klausul itu betul, menurut UU Nomor 20/2011 kalau dalam satu tahun harus dibentuk, itu tidak ada kepastian hukum, karena UU 20 harus ada kepastian hukum,” tegasnya.
Karena itu, Julius mengaku akan mengajukan hak uji materil (Judicial Review) tentang aturan tersebut. “Sesuai hukum yang berlaku, (saya) mau melakukan JR ke Mahkamah Agung. Saya secara pribadi maupun badan usaha kami akan tempuh melalui jalur hukum. Paling lama akhir bulan november,” ungkapnya.
Seperti diketahui bahwa dikeluarkannya Permen PUPR no 23 Tahun 2018 tentang PPPRS memicu banyak penolakan bahkan para pemilik Rusun/apartemen menyuarakan penolakan tersebut baik dalam bentuk petisi dan pemasangan spanduk. (Priya).