Indonesia, Propinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, Detikkasus.com – Sidang terhadap Andi Riyanto warga desa Sridadi, kecamatan Kalirejo, kabupaten Lampung Tengah pemilik dua ekor siamang dan satu owa sudah berlangsung tiga kali.
Sidang ketiga yang dilaksanakan di pengadilan Lampung Tengah terhadap Andi Riyanto bin Sunaryo digelar pada kamis 04/04/2019 menghadirkan saksi yang meringankan terhadap Andi Sunaryo yaitu Tukirin.
Dalam kesaksianya didepan majelis hakim Tukirin mengatakan bahwa kronologi pemeliharaan dua ekor siamang dan seekor owa yang dipelihara Andi Sunaryo memang dari kecil bahkan ada yang dari bayi saat itu dalam keadaan luka, dan memang kehobianya dan penyayang terhadap binatang. Klo yang luka tidak diselamatkan oleh Andi dipastikan binatang itu sudah mati.
Namun Andi sendiri yang berprofesi sebagai pedagang pakaian memang tidak tau kalau binatang itu dilindungi, jadi dirawat dirumah dengan layak sampai menjadi besar dan jinak, diberikan makan layak bahkan diberikan sering sekali susu. Sebab dilingkungan tempat asalnya Lampung Barat hewan semacam itu tidak asing dan masih ada juga yang memelihara sampai sekarang. Dilingkunganya selain Andi sendiri masih ada yang lain yang memelihara juga”.
Dalam sidang yang ketiga yang menghadirkan saksi untuk Andi dimulai sekitar pukul 14.30 WIB, dan dilanjutkan pada minggu depan.
” Melihat perjalan kasus yang menimpa Andi Riyanto bin Sunaryo , LSM NGO PMBDS (Pendampingan Masyarakat Bersih Damai dan Sejahtera), MS. Ridho sekaligus Kabiro Media Jejakkasus dan Detikkasus.com, “sangat menyayangkan dan menyesalkan atas penahan Andi Riyanto, kami prihatin, seharusnya kasus seperti ini tidak terjadi dan tidak sampai dipersidangkan. Jika memang sdr Andi Riyanto bersalah hanya tentang legalitas izin yang pernah disampaikan oleh jaksa penuntut ketiga Ria Sulistiyowati, SH saat ditemui dikantor kejaksaan negeri Lampung Tengah pada senin 01/04/2019 di ruang kerja nya, kasus Andi Riyanto hanya masalah izin/ legalitas.
Jika ini hanya masalah izin berarti ini kan kesalahan administratip. Bukan pemiliknya dipenjarakan. Jika Andi Riyanto dinyatakan salah secara administratif perizinan, seharusnya pihak pemerintah sendiri memberi arahan dan sosialisasi perizinan nya menurut proses perizinan yang benar dan sesuai, serta spesifikasi kandang, makanan, kesehatan sesuai yang di anjurkan pemerintah, seperti yang di sampaikan BKSDA, apalagi menurut BKSDA beberapa satwa bisa dimiliki baik seseorang maupun kelompok konservasi asal menurut aturan perundang undangan.”
Kecuali jika sdr Andi Riyanto memang tidak mau mengurus perizinan, BKSDA sesuai prosedur kewenanganya yang berlaku berhak merampas satwa tersebut agar dikembalikan kehabitatnya, ini salah siapa, kok tiba tiba sdr Andi Riyanto di rampas satwanya tidak diberikan penjelasan terlebih dahulu, dari surat perintah penangkapan, terbit lagi surat wajib lapor sampai melaksanakan 6x wajib lapor karena diduga tidak ada dil -dil sesuai yang diharapkan oleh oknum APH laju di tahan dan persidangkan, apakah kesalahan tersebut hanya mutlak terletak pada sdr Andi Rianto saja, jelas ini juga menjadi presiden buruk bagi kita semua.
Dilihat dari perjalanan kasus yang menimpa Andi Riyanto ini menurut Ridho sangat dramastis, ini problema kita semua yang belum ada ujung nya, harapan kami selaku NGO PMBDS pemerintah segera mencari terobosan edukasi serta evaluasi untuk mencari serta memberikan jalan keluar bagi mereka yang serius memelihara satwa itu, pemerintah dalam hal ini BKSDA kan mempunyai visi dan misi, kalau di lihat kasus yang sdr Andi Riyanto yang memilihara dan merawat satwa tersebut dengan baik, seharusnya pemerintah mengapresiasi, karena merasa terbantu dengan apa yang di lakukan dengan Andi Riyanto, nawa cita negara kita kan jelas yang mengharuskan seluruh masyarakat berperan serta dalam menjaga ekosistem, dan apa yang apa yang di lakukan sdr Andi Riyanto adalah sebagian dari visi misi dan nawa cita, kami berharap pemerintah lebih jeli.
Jika kasus Andi Riyanto di persidangan, maka patut di duga banyak sekali trik intrik dari beberapa APH (Aparat Penegak Hukum) sendiri yang belum mau kita katakan dalam pemberitaan ini secara fulgar dimedia. Dan jika diperlukan nanti kami siap mengungkap semuanya secara terbuka. Jika memang kasus ini layak disidangkan dan memenuhi unsur yang cukup, seharusnya bukan hanya Andi Riyanto masih banyak orang yang memelihara dan masih bebas, dan jika ada pelanggaran pemelihara tanpa izin mereka hanya diambil satwanya tanpa memenjarakan yang memelihara,
Jika ada orang yang memelihara dijadikan bisnis / perniagaan, atau menangkap di kawasan yang dilindungi, Ridho mengatakan sangat mendukung APH untuk di adili dihadapan hukum dan diadili yang seadilnya sesuai perundang undangan yang berlaku. Jangan sampai ini jadi insiden buruk bagi APH sendiri. Artinya hukum hanya tajam dibawah. APH sendiri saya yakin mereka tau siapa yang memelihara satwa yang dilindungi karena hobi dan tidak diproses/ dipenjara”.
Andi Riyanto di dakwa pasal 40 ayat 2 serta pasal 21 ayat 2 huruf a Undang undang RI No 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam pasal 21 ayat 2 menyatakan ” setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”.
Pasal 40 ayat 2 menyatakan ” Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagai mana dalam pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah”.
Kasus Andi Riyanto disitu tidak ada unsur kesengajaan dan juga tidak melanggar pasal 33 ayat 3. Karna pasal 40 itu ada 5 ayat serta ada pembedanya antara sengaja dan kelalaian.
Dalam pasal 40 ayat 5 menyatakan ” Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 4 adalah pelanggaran”.
Artinya dalam pasal 40 ayat 1 sampai 4 jelas sekali di situ yang membedakan pidana penjara dan denda karna melanggar 2 pasal.
Harusnya kasus Andi Riyanto disini jika kita lihat lebih tepat dikenakan pasal 24 ayat 1 ” Jika terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, tumbuhan dan satwa tersebut dirampas untuk negara”.
Jadi bukan dirampas dan dipenjara orangnya, kecuali memang dia tertangkap saat mengambil di zona kawasan”.
Dari kasus seperti ini Saya harap majelis hakim bisa memberikan putusan bebas terhadap Andi Riyanto sesuai fakta yang dialaminya.” Imbuh Ridho.
Mengutip pemberitaan dari BBC. Com ”
Dalam ratusan kasus terkait perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia aparat penegak hukum belum pernah satukalipun menghukum pemelihara satwa liar tanpa izin dipengadilan. Padahal menurut Dwi Adhiasto manager program unit kejahatan satwa liar Lembaga WCS ( Wildflife Conservation Society) UUD No 5 Th 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem nya menyebut” Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Di Indonesia proses hukum berjalan efektif terhadap pemburu dan pedagang satwa yang dilindungi, walau bobot hukumannya kurang dari dua tahun. Namun bagi pemelihara tidak pernah sampai vonis. Bagi pemelihara sebatas penyitaan dan tidak ada konsekwensi hukum lagi, kata Dwi kepada BBC. Com.
Menurutnya data di WCS ada 470 kasus perdagangan satwa liar pada periode 2003-2016 dia mengklaim bahwa pemelihara satwa yang dilindungi belum pernah ada yang dipenjarakan.
Pemelihara ada dititik ahir demand. Sedangkan para pemburu dan pedagang sebagai suplaier memenuhi demand. *(Tim)