Detikkasus.com | Ada lima butir kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Antara Lain:
Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh).
Melakukan perubahan dengan cara adendum.
Berikut adalah penjelasan kesepakatan dasar tersebut:
Tidak mengubah pembukaan UUD 1945 karena di dalam pembukaan UUD 1945 terdapat staatsidee (dasar/ideologi) berdirinya NKRI, dasar negara, dan cita-cita negara.
Pembukaan UUD 1945 memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal dalam UUD 1945.
Jika ingin mengubah sedikitpun isi pembukaan UUD 1945, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bubar terlebih dahulu.
Negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah dipertahankan karena negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk sebuah bangsa majemuk. Perubahaan UUD 1945 juga diharapkan tidak mengganggu eksistensi negara.
Sistem pemerintahan presidensial dipertegas untuk memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis. Sistem pemerintahan presidensial juga telah dipilih oleh para pendiri negara ini pada tahun 1945.
Selain itu, salah satu tujuan perubahan UUD 1945 adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan penyelenggaraan negara agar lebih demokratis. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintah negara republik dimana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
Kesepakatan keempat dibuat untuk meniadakan penjelasan UUD 1945.
Peniadaan penjelasan UUD 1945 bertujuan untuk menghindari kesulitan saat menentukan status “Penjelasan” dari sisi sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan. Selain itu, BPUPKI dan PPKI telah menyusun Pembukaan dan Batang Tubuh (pasal-pasal) UUD 1945 tanpa penjelasan.
Perubahan dengan cara adendum artinya tetap mempertahankan naskah asli UUD 1945 dan naskah perubahan UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli.
Sehingga sesungguhnya UUD 1945 dalam satu naskah memuat UUD 1945 sebelum diamandemen, amandemen I, amandemen II, amandemen III, dan amandemen IV. Kesalahan seringkali dilakukan dengan menyatukan seluruh UUD 1945 beserta amandemennya seperti kebanyakan buku UUD 1945 yang beredar saat ini di pasaran.
Dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, mengenai bendera yang menjadi lambang negara dijelaskan dalam Pasal 4 dari ayat 1 hingga 3.
Bendera berbentuk persegi panjang dengan lebar dua pertiga dari ukuran panjangnya. Bahan kain yang digunakan adalah bahan yang tidak luntur. Berikut ini bunyi Pasal 4 ayat 1-3:
Pasal 4
(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan; d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden; e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal; h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api; i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Ada hal-hal yang dilarang dilakukan terhadap peran bendera sebagai lambang negara. Di antaranya dilarang mencoret, menulisi, menggambari, dan merusak.
Larangan terkait terhadap perlakuan terhadap bendera dijelaskan dalam Pasal 57 di UU Nomor 24 Tahun 2009 dari huruf a sampai d. Berikut ini bunyi dari pasal:
Pasal 57
Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 66
Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Demikian semoga dapat menjadikan pembelajaran, pemahaman bersama.
Detikkasus.com | Mengajak Indonesia Untuk Cerdas.
Penulis : Supriyanto Als Priya (ilyas), Pimpinan Redaksi.
Email : detikkasus@yahoo.com
Telp Wa : 082243319999.