Detikkasus.com|JATENG & DIY
SEMARANG- Titik balik sejarah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dimulai pada 31 Desember 1999. Sejak saat itu, Kepolisian tidak lagi berada di Hankam, melainkan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Selanjutnya dibuatkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022.
Perjalanan Polri sejak awal reformasi diharapkan dapat menjadikan simbol garda terdepan penegakkan hukum di masyarakat Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, slogan Polri diubah menjadi Presisi.
Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.
Sebelumnya, Polri mengusung jargon Promoter yang merupakan abreviasi dari profesional, modern dan tepercaya. Jargon ini digunakan sejak era Kapolri Tito Karnavian hingga Idham Azis.
Kata responsibilitas dan transparansi berkeadilan yang menyertai pendekatan prediktif ditekankan agar setiap anggota Polri mampu melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.
Untuk mewujudkan Polri yang ideal, terdapat sejumlah langkah komitmen yang ditawarkan Kapolri dalam kaitannya dengan konsep Presisi, yakni:
-Menjadikan Polri sebagai institusi yang Presisi.
-Menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional;
-Menjaga soliditas internal
-Meningkatkan sinergisitas dan soliditas TNI Polri, serta bekerjasama dengan APH dan kementerian/lembaga untuk mendukung dan mengawal program pemerintah
-Mendukung terciptanya ekosistem inovasi dan kreatifitas yang mendorong kemajuan Indonesia.
-Menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan.
-Mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif dan problem solving.
-Setia kepada NKRI dan senantiasa merawat kebhinnekaan.
Bayu Prasetyo Nugroho selaku Ketua Perwakilan Komite Pendukung Presisi Polri (KP3) Jawa Tengah didampingi Wakil KP3 Jawa Tengah Fajar Putra Sanjaya, ikut prihatin dan angkat bicara melihat situasi kondisi institusi kepolisian saat ini, Kasus SAMBO saat ini yang mendapatkan sorotan masyarakat merupakan sebuah DEMORALISASI bagi institusi Kepolisian Republik Indonesia, ucap Bayu Prasetyo
‘Kami mencintai institusi kepolisian untuk itu kami juga harus menkritisi hal ini, karena kasus SAMBO ini melemahkan jiwa korsa yang tertanam dalam TRIBRATA para setiap anggota Kepolisian. Dimana akan bertujuan untuk melemahkan bahkan mengikis TRIBRATA yang selalu menjadi ikrar dalam hati anggota Polri,” tegas Bayu
Sangat jelas terlihat di era keterbukaan saat ini, masyarakat dapat melihat carut marut internal dari institusi Kepolisian Republik Indonesia dalam kasus SAMBO.
Apapun bentuk dan perilaku dalam kesehariannya, kasus ini akan tetap membekas di hati masyarakat Indonesia yang masih mencintai Polri hingga saat ini.
Komite Pendukung Presisi Polri (KP3) Jawa Tengah berharap kepada Kapolda Jateng agar menyambut itikad baik dari elemen masyarakat, pungkas Bayu.
(Red)