Dirilis : Arlita ariyani puspitasari.
Universitas Muhammadiyah Malang.
Jurusan Akuntansi.
Detikkasus.com | Tindakan korupsi sangatlah merugikan bagi Negara. Menurut data, pada kurung waktu kurang lebih 16 tahun terakhir yang diekstraksi Lokadata Beritagar.id, saat ini total nilai kerugian negara dari seluruh putusan yang tersedia di situs MA mencapai Rp47,12 trilun. Dan kerugian negara dari sektor keuangan mencapai 74 persen. Yang dimana angka itu terbilang cukuplah besar.
Saat ini dalam kasus korupsi yang ada di sektor keuangan. Baik berupa menghindari membayar uang pajak, penyalahgunaan dana pemerintah pada sektor perbankan dan lain-lain. Yang dapat merugikan Negara dalam sektor keuangan, Selanjutnya dengan adanya data-data yang telah di dapatkan maka akan di lakukan perhitungan sejumlah kerugian Negara dari seluruh sektor yang telah dianggap melanggar.
Sehingga disini kita akan mengetahui seberapa kerugian yang akan di alami oleh Negara kita. Dan dapat di simpulkan bahwa orang tersebut melanggar, dan dianggap telah melakukan tindakan korupsi atau tidak. Jika seseorang terbukti melakukan pelanggarn maka akan di jatuhkan tindakan pidana sesuai dengan tuntutan yang di voniskannya.
Uang korupsi merupakan hasil rampasan orang-orang yang mengambil untuk keuntungannya pribadi dalam jabatan dan kewenangannya, sehingga pengembalian uang yang telah di rampas merupakan salah satu faktor yang di gunakan untuk meringankan dari pidana yang akan di jatuhkan. Dalam praktek yang di lakukan oleh beberapa peneliti dari peneliti lembaga kajian untuk advokasi dan independensi peradilan (LeIP) mereka mengatakan,
“Jika pengembalian di lakukan sebelum penyidikan dimulai maka dapat di artikan sebagai menghapus tindak pidana yang di lakukan oleh seseorang, namun jika pengembalian uang tersebut di lakukan setelah penyidikan berlangsung maka uang tersebut dapat di artikan pengembalian tersebut tidak dapat menghapuskan tindak pidana yang sedang berlangsung.”
Namun di kembalikan sesudah maupun sebelum penyidikan itu tetap saja melawan hukum. Mengembalikan uang sebelum orang lain tahu. Itu akan tetap tindak pidana. ada beberapa pasal yang berkaitan dengan korupsi itu sendiri. Dalam pasal 4 UU 31 1999, di katakana bahwa “pengembalian kerugian uang Negara atau perekonomian tidak menghapus pidananya, pengembalian uang pidana hanya salah satu faktor yang meringankan.”
Pengembalian uang ini dapat meringankan sedikit dari pidana yang harus di terimanya karena, dengan mengembalikan uang tersebut orang tersebut dapat dapat di katakana mau mempebaiki kesalahan yang telah di lakukannya.
Uang hasil korupsi yang di kembaliakan oleh tersangka korupsi, akan di masukkan ke dalam kas Negara dan akan di gunakan untuk keperluan Negara sebagaimana mestinya. Tak hanya mengembaliakan uang yang telah di curi, para tersangka juga wajib membayar denda yang telah di tetapkan oleh pengadilan sebagai bentuk pertanggung jawaban.
Tapi pengembalian uang ini juga tidak sepenuhnya dapat menutupi seluruh pengeluaran yang di perlukan untuk anggaran Negara dan semua uang yang di kembalikan ke kas Negara juga belum bisa memenuhi kebutuhan Negara, misalnya saat seseorang melakukan korupsi sebesar 200 juta dan di wajibkan mengembalikan uang sebesar 200 juta tersebut,
Setelah uang tersebut di kembalikan ke dalam kas Negara dan di gunakan oleh Negara, akan tetapi kebutuhan yang di keluarkan untuk keperluan Negara bisa jadi lebih besar dari uang yang wajib di kembalikan oleh mereka yang berkorupsi maka sama saja uang yang di kembalikan dan di masukkan ke kas Negara, tetap masih lebih banyak pengeluarannya.
Namun saat ini, pelaku tindak korupsi masih bisa merasakan yang namanya hidup enak di penjara, kenapa demikian ? nyatanya pelaku korupsi hanya mengembalikan harta yang di rampasnya saja kepada Negara, sedangkan harta di luar dari hasil korupsinya tidak di rampas. Hal ini bisa menjadikan mereka tetap bisa hidup enak di dalam penjara karena mereka masih memiliki sisa kekayaan yang di miliki.
Mereka masih bisa menyewa pengacara yang terkenal, mereka masih bisa memperbaiki nama baik mereka meski mereka berada di dalam sel penjara. Ini dikarenakan lemahnya kekuatan uu yang mengatur tentang tindak pidana korupsi itu sendiri. Yang jelas – jelas tindakan korupsi ini membuat kerugian terhadap Negara, kekayaan yang tidak di ambil sepenuhnya oleh Negara, di manfaatkan oleh para pelaku korupsi untuk melakukan suap kepada ketua lapas. Suap ini di lakukan untuk mendapatkan fasilitas yang mereka inginkan.
Saat ini seharusnya Negara kita lebih tegas dalam UU yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, seperti di Negara maju yang menerapkan system memiskinkan pelaku tindak korupsi. Seharusnya Indonesia bisa juga melakukan hal yang sama yang di lakukan Negara maju agar memberi efek jera pada pelaku tindak pidana korupsi.
Tak hanya uang yang di rampas namun barang yang di miliki pelaku tindak pidana korupsi juga menjadi sasaran KPK untuk di lakukan penyitaan, hal ini bertujuan untuk pencegahan larinya harta kekayaan Negara yang di rampas, karena benda yang non bergerak bisa di pindah tangankan kapan saja dan penyitaan barang ini juga akan di lihat apakah barang ini juga termasuk dalam upaya pengembalian kerugian Negara atau tidak.
Pada saat seorang terpidana korupsi tidak dapat mengembalikan denda yang telah di tetapkan majelis hakim. Maka pelaku tersebut akan di beri kurung waktu selama kurang lebih satu bulan sesudah putusan untuk melunasi uang pengganti yang telah di tetapkan, dan jika dalam kurung waktu tersebut tetap saja belum bisa mengembalikan uang tersebut, maka harta benda yang di milikinya harus di sita untuk menutupi kerugian Negara.