Oleh : Rizal Basry Dunggio
Tempat, tanggal lahir : Gorontalo, 31 Maret 2000 – Universitas : Muhammadiyah Malang
Fakultas : Psikologi
No. Handphone : 082271466897
Detikkasus.com | Banyak yang mengira bahwa orang cacat tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan, mereka cenderung diremehkan dan dipandang sebelah mata. Namun, hal itu bukanlah suatu penghalang bagi mereka untuk mencapai prestasi . Mereka bisa membuktikan kepada semua orang bahwa mereka mampu. Semua orang berhak meraih apa yang mereka inginkan, tergantung bagaimana motivasi dan usaha yang ada dalam diri mereka. Seseorang yang memiliki latar belakang penyandang cacat bisa mewujudkan cita-citanya salah satunya menjadi seorang atlet. Jika kita berpikir secara logika apakah bisa orang cacat menjadi atlet dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pasti timbul banyak pertanyaan di benak kita. Ada atlet yang dengan mudahnya mencapai prestasinya, akan tetapi adapula atlet yang lamban dalam mencapai prestasinya. Kesuksesan seorang atlet ditentukan berdasarkan tingginya motivasi dalam diri atlet akan menimbulkan upaya seorang atlet untuk menguasai tugasnya, mencapai hasil maksimal, mengatasi rintangan dan bangga terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Pada umumnya atlet penyandang cacat memiliki penilaian yang negatif tentang dirinya, mereka merasa minder dan tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun adapula atlet penyandang cacat yang menilai kecacatannya sebagai sebuah tantangan, mereka bangga dengan kecacatan yang mereka miliki dan mensyukuri pemberian tuhan ini. Mereka yakin bahwa ada hikmah dibalik semua ini dan akan ada suatu hal yang indah untuk kedepannya. Mereka optimis dan tidak sedikit dari mereka menjadi orang yang menginspirasi bagi orang-orang normal. Tentunya hal ini ditentukan berdasarkan motivasi prestasi yang dimiliki atlet tersebut.
Menurut janeway (1989) motivasi berprestasi adalah suatu kecenderungan menyeluruh untuk mengevaluasi performansi seseorang terhadap standar keunggulan, untuk berusaha keras demi keberhasilan performansi, dan untuk mengalami kesenangan yang bergantung kepada performansi yang berhasil. Motivasi berprestasi ditandai oleh keinginan untuk mencapai standar keunggulan yang tinggi dan untuk mencapai tujuan yang unik. Mereka mempunyai keinginan kuat yang berbeda dengan orang lain, serta memiliki harapan dan keyakinan bagi hidup mereka. Menjadi atlet bukanlah suatu hal yang mudah , perlu kerja keras dan sering latihan. Berolahraga secara rutin memang dapat menjaga kesehatan badan seseorang. Namun, kebanyakan orang cenderung malas berolahraga dengan beragam alasan, sibuk, lelah, atau bahkan tidak tahan terpapar di bawah terik matahari. Pernahkah kalian memikirkan bahwa justru ada beberapa orang di dunia ini yang lahir tidak sempurna fisiknya, justru senang berolahraga bahkan berprestasi di kancah internasional.
Olahraga bagi penyandang cacat dijadikan media untuk mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki, mengingat setiap manusia selain mempunyai kekurangan juga mempunyai kelebihan, kemampuan dan keunikan tersendiri. Contohnya bisa kita lihat pada atlet renang difabel Indonesia ,Jendi Panggabean. Jendi merupakan seorang pemuda asal Sumatra Utara. Ia sibuk berlatih untuk persiapan Asian Para Games 2018 di Jakarta. Ia memiliki harapan yang besar untuk Indonesia, alhasil ia adalah peraih lima medali emas pada ASEAN Para Games. Tanpa kaki kirinya, ia mampu mencetak rekor baru untuk Indonesia. Selain itu, atlet difabel lainnya yang mewakili kontingen Indonesia Pada Asian Para Games 2018 di Jakarta adalah Ni Nengah Widiasih. Dia menjadi salah satu andalan tim Merah-Putih pada cabang olahraga angkat berat. Perjuangan atlet dengan sapaan Widi ini tidaklah mudah. Sejak berusia tiga tahun, kakinya lumpuh total akibat penyakit polio. Hidupnya berubah ketika mencoba mengikuti latihan angkat beban di Bali pada 2006, saat masih duduk di kelas enam SD. Tiga bulan setelah mengikuti latihan, Widi diikutkan pelatihnya ke kejuaraan nasional. Hasilnya, dia berhasil meraih emas untuk Provinsi Bali. Bahkan ketika Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN Para Games pada 2011, dia merebut medali emas sekaligus memecahkan rekor. Pilihan sebagai atlet bagi para penyandang cacat memang dapat dimakalumi karena dengan media olahraga para penyandang cacat dapat membuktikan bahwa dirinya mampu berkompetisi dan meraih prestasi. Kegiatan olahraga tidak membutuhkan banyak persyaratan dan setiap orang berhak mengikuti termasuk para penyandang cacat. Media olahraga akan sangat membantu para penyandang cacat dalam mengeksplorasi bakat keolahragaan yang terpendam dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga atlet penyandang cacat mampu mengaktualisasikan dirinya. Keberhasilah aktualisasi dari seorang atlet dapat dilihat pada prestasi-prestasi yang telah dicapainya. Prestasi yang ditorehkan oleh penyandang cacat melalui bidang olahraga memang cukup menarik untuk dikaji dan dicermati. Banyak kalangan mulai dari instansi terkait, pemerhati olahraga sampai masyarakat umum menaruh perhatian pada torehan prestasi mereka. Prestasi yang telah torehkan ini memberikan kesadaran kepada masyarakan dan instansi terkait bahwa kekurangan bukan lagi manjadi faktor penghambat bagi seseorang untuk berhasil. Mereka juga membuktikan bahwa dirinya adalah orang-orang yang pantas diperhitungkan potensinya di masyarakat. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari berbagai pihak, terutama pihak yang secara langsung membina atlet penyandang cacat.
Selain itu dukungan dan peranan orang tua terhadap prestasi atlet penyandang cacat juga penting, hal ini terlihat dari dukungan yang mereka berikan baik secara moral dan spiritual. Mereka mendoakan anaknya dan memberikan semangat baik saat latihan maupun saat bertanding, bahkan ada orang tua atlet yang rela menemani anaknya saat latihan berlangsung. Dukungan dari orang tua ini sangat berpengaruh terhadap mental anak, sehingga dukungan yang baik akan membentuk mental yang baik pula pada diri atlet penyandang cacat.