Detikkasus.com | Riuh Gempita perlawanan terus bergenderang seolah-olah perang akan terjadi. Prabowo Subianto dengan bukti empiris Real Count dilapangan terus mengangkat bendera kemenangan sejak melihat hasil Quick Count yang memenangkan Joko Widodo yang diduga manipulatif.
Hasil Perhitungan sementara (quick qount) tersebut tidak hanya membuat Jokowi jadi juara bertahan tetapi telah membuat pendukungnya menari-nari diatas awan dengan menyemprot Prabowo dengan segalama macam nyinyiran dan bulian. Kok kaget? bukankah mereka itu dari dulu selalu begitu, dan hanya bisa begitu? Menghiha dan membully itu adalah statndar operating procedure mereka.
Tayangan hasil Quick Qout Hampir saja menghamcurkan semangat dan militansi pendukung Prabowo, bahkan tidak sedikit yang sudah lunglai terpapar jatuh ketanah.
Melihat kondisi ini sang Jenderal menunjukkan kepemimpinanya sebagai Jenderal yang kuat. Sang Jenderal tahu bahwa kapan dia harus mengangkat dan membangun kembali spirit moral pendukungnya. Dia hadir sebagai jiwa patriot dan kesatria yang terus berjuang demi keadilan.
Dibekali oleh data Real Count elektronik dari 320.000 TPS se-Indonesia, sang jenderal maju dan berkata dengan lantang “kita tidak kalah, kita menang… ini buktinya!” Seolah-oleh dia merengkuh dan memegang semua tangan pendukungnya, dan dia tarik semuanya untuk maju terus.
Sikap Prabowo seperti itu tidak bisa dianggap remeh atau serampangan, karean itu adalah sebuah strategi militer yang sangat krusial. semua panglima perang tahu persis bahwa waktu yang tepat harus mengangkat dan menjaga moral dan semangat juang pasukannya sampai titik darah terakhir. Jadi semua itu adalah sebuah manuver strategis militer yang sangat penting disaat pendukungnya lemah seperti ini.
Harapanya terwujud. Pendukung Prabowo yang sempat lunglai dan lesuh mulai semangat dan bangkit lagi dan meneruskan pengawalannya kepada TPS-TPS diseluruh Indonesia, bahkan tidak sedikit telah berhasil membongkar kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh KPU dalam menginput data yang terjadi hampir terjadi disetiap daerah.
Prabowo sudah pasti memikirkan segala konsekuensi logis yang akan dihadapinya setelah dia mendeklarasikan kemenanganya. Dia sudah pasti akan mendapat ejekan dan hinaan dari seluruh pendukung Jokowi, tetapi semuanya dia harus abaikan demi menjaga marwah dan nasib rakyat Indonesia.
Mungkin pertanyaanya, kenapa prabowo tidak siap menerima kekalahan atau bersabar menunggu keputusan KPU, atau ada yang mengatakan bahwa sang Jenderal bermental pecundang tidak legowo untuk mengakui kekalahan. So, apakah itu sangat penting untuk dipikirkan oleh Prabowo? Jawabanya tidak.
Bagi Prabowo akan sangat merugikan kalau berpikir dia sudah kalah atau pertandingan telah usai hanya karena hasil Quick Qount yang belum tentu benar. pada saat itu moral pendukung Prabowo se-Indonesia sedang hancur yang harus diselamatkan secepatnya. Ini penting ditengah serangan bertubi-tubi oleh kubu Jokowi lewat televisi dan seluruh media lainya.
Semuanya dibangun atas dasar permainan opini, mereka saling serang-menyerang atau aksi-reaksi untuk saling menguatkan kubunya masng-masing. Prabowo menganggap Keputusan KPU biar saja nanti belakangan, lagi pula Quic Count dan Real count adalah sama-sama bukan statement resmi. Maka ada semacam dugaan jangan sampai Quick Count itu dibiarkan unchallenged, tanpa lawan. Real Count dari kubu Prabowo harus langsung digunakan sebagai amunisi melawan. Toh mengumpulkan data C1 se-indonesia itu memerlukan kerja dari banyak orang. Buat apa kalau cuma didiamkan begitu saja sambil menunggu KPU.
Disini kita bisa melihat kepemimpinan seoarang Jenderal Pabowwo. Prabowo telah mengambil risiko yang saangat besar setalah mendeklarasikan kemenanganya. Dia telah menempatkan dirinya untuk direndahkan bahkan telah siap menjadi bahan tawaan dan bullyan cebong se-indonesia yang masih mabuk euforia palsu. Tetapi itulah resiiko pemimpin, inilah kualitas seorang panglima, rakyat semata yang menjadi nomor satu.
Sebagai kalimat terakhir, kita sudah pasti ingin pemilu yang jujur dan adil. Ayo! Kita jaga bersama, lupakan jubah Cebong dan Kampret yang kita pakai selama ini. Kita perlu pikir Indonesia. Ingat, kita Pancasila, kita Bhineka Tunggal Ika, dan Kita satu NKRI.