Detikkasus.com l Labuhanbatu – Sumut
Kamis (09/07/2020) Pembodohan, sistematis, masif, dan terstruktur, diduga terus dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia.(Pesero).Tbk kepada para Buruhnya yang memiliki Jabatan, Frontliner, dan Teller.
Menetapkan hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), padahal bila dievaluasi kepada “Alur pekerjaan atau serangkaian pekerjaan dari awal sampai akhir dari suatu kegiatan usaha atau kegiatan pendukung usaha, maka Frontliner dan Teller, hubungan kerjanya tidak dibenarkan berdasarkan PKWT, wajib hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT) atau pekerja tetap” sebut Wardin Ketua PC.FSPMI Labuhanbatu dalam kapasitasnya sebagai kuasa pendamping Siti Fatimah.
Wardin melanjutkan “Kenapa Frontliner dan Teller hubungan kerjanya wajib berdasarkan PKWTT, atau sebagai pekerja tetap, hal ini dikarenakan Frontliner dan Teller, pekerjaannya merupakan pekerjaan pokok atau pekerjaan utama, dan yang dimaksud dengan pekerjaan pokok adalah” pekerjaan yang harus ada dalam alur kegiatan pendukung usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak ada, maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya, dan dalam Peraturan Bank Indonesia, cukup tegas menjelaskan, contoh pekerjaan pokok dalam alur kegiatan usaha-usaha Bank, misalnya alur kegiatan pemberian kredit antara lain pekerjaan Account Officer, dan analis kredit, pada alur kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan Customer Service, Customer Relation dan Teller.
Akibat adanya dugaan pembodohan sistematis, masif dan terstruktur ini, kita bisa mengestimasikan jumlah Buruh pada PT BRI.(Persero).Tbk dengan jabatan Frontliner dan Teller yang tersebar dari Sabang hingga Merauke yang dirugikan, serta Buruh dengan jabatan Frontliner dan Teller pada Bank BUMN lain serta Bank Swasta yang diduga melakukan hal serupa dengan PT BRI.(Persero).Tbk. Jelas Wardin.
Masih menurut Wardin “Mengapa bisa terjadi dan berlangsung terus menerus, hal ini disebabkan tidak berjalannya 4 Fungsi Pemerintah dibidang ketenagakerjaan, terutama fungsi pengawasan dan penindakan, patut diduga antara Dinas Tenagakerja dengan Perusahaan Perbankkan sudah bersekongkol melakukan dugaan pembodohan dan/atau dugaan melakukan penipuan kepada Buruh, diduga dengan cara memanipulasi isi peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan”.
Dan sangat mustahil Dinas Tenagakerja tidak mengetahui hal ini, sebab salah satu syarat wajib dari PKWT adalah wajib dicatatkan di Dinas Tenagakerja, dan perusahaan juga wajib membuat laporan tentang kondisi tenagakerjanya kepada Dinas Tenagakerja” Beber Wardin.
Kemudian Wardin melanjutkan”
Mari kita analisa kasus Siti Fatimah. “Siti Fatimah Wanita berusia 34 Tahun adalah Buruh di PT Bank Rakyat Indonesia,Tbk Kantor Cabang Kisaran”
Awal bekerja di PT BRI (Persero) Tbk.Kanca Kisaran pada tanggal 01Pebruari 2011, dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) melalui Perusahaan Penyedia tenagakerja PT.Prima Karya Sejahtera, Group BRI, sesuai surat PKWT.No.:B.207-PKSS/SDM/II/MDN/01/2011.
Setelah hubungan kerja berdasarkan PKWT dengan PT Prima Karya Sejahtera, Group BRI berakhir pada Bulan Nopember 2012, hubungan kerja PKWT dari Bulan Desember 2012 hingga Nopember 2019 atau selama kurang lebih 7 Tahun, dilanjutkan langsung dengan PT BRI ( Persero).Tbk.
Dari lamanya PKWT yang mencapai 7 Tahun terus menerus tanpa jeda, jelas sudah tidak sesui dengan regulasi tentang ketenaga kerjaan, seharusnya pada Bulan Desember Tahun 2014, status Siti Fatimah sudah menjadi Buruh tetap PT BRI (Persero) Tbk.
Berikutnya alasan PHK karena sudah mencapai usia 35 Tahun, alasan PHK karena usia ini tentu tidak bisa dibenarkan dan apa yang dilakukan oleh PT BRI (Persero)Tbk kepada Siti Fatimah, diduga kuat sangat bertentangan kepada:
Konstitusi Negara, UUD.1945, Pasal, 28.D ayat (1dan2) Pasal 28.I ayat (2), Pasal 28.J, bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 6 dan Pasal 23, dan bertentangan dengan Piagam Hak Asasi Manusia, Pasal 7,8,11,33,34,38 dan 39,
bertentangan dengan Undang-Undang,No:39 Tahun 1999 tentang Ham, Pasal, 3 ayat (2),Pasal 5 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 38 ayat (2 dan 3),
bertentangan dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 6, Pasal 54 ayat (2) huruf, e dan f, Pasal 59 ayat (1,2,4 dan 7), Pasal 118 ayat (1,2 dan 3),Pasal 153 ayat (1) huruf e, dan ayat (2), Pasal 155 ayat (1dan2) dan Pasal 156 ayat (1) dan
Bertentangan dengan Undang- Undang No.11 Tahun 1992, tentang Dana Pensiun, bahwa batas usia pensiun Normal 55 Tahun, dan Batas Usia pensiun Wajib 60 Tahun,” Ungkap Wardin.
Wardin menambahkan” Kasus PHK Siti Fatimah ini sama persis dengan Kasus PHK Vicha Zusya Putri Teller Unit BRI Pemuda Kantor Cabang Padang Sumatera Barat, bedanya Kasus Siti Fatimah tidak berlanjut sampai ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Karena Pihak PT.BRI (Pesero)Tbk.Kisaran menyerah dan mau membayar kompensasi sebesar 100 Juta Rupiah, dan Siti Fatimah bersedia menerimanya meski nilainya dibawah nilai yang tersebut pada Anjuran dari Dinas Tenagakerja Asahan, bernomor : 2935/III-DKT/VI/2020 tanggal 26 Juni 2020.
Dimana dalam Anjuran tersebut menyebutkan hak Siti Fatimah, berupa Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Pisah sejumlah 116 Juta Rupiah, belum ditambah Uang insentif jangka pendek, Bonus Tahun 2019, dan sisa uang gaji, dan secara akumulatif diperkirakan semua berjumlah lebih kurang mencapai 130 an Juta Rupiah.
Kita berharap Kasus Siti Fatimah ini, menjadi rujukan atau pedoman bagi seluruh Frontliner dan Teller di semua PT BRI ( Persero) Tbk, yang masih aktif maupun yang sudah dipecat, untuk bisa berbuat hal yang sama dengan Siti Fatimah, atau setidaknya sebagai dasar untuk terhindar dari dugaan perbuatan sewenang-wenang PT BRI ( Persero) Tbk, ucap Wardin mengahiri pemberian pendapatnya (J. Sianipar)