Detikkasus.com |>Artikel
Konflik linternal yang terjadi pada Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) kembali tersaji di hadapan publik. Dua sosok, Oesman Sapta Odang (OSO) serta Wiranto, berebut kursi pucuk pimpinan partai politik yang berdiri pada 21 Desember 2006.
Perseteruan antara OSO dan Wiranto sebenarnya bukan hal yang baru. Keduanya sudah berkonflik sejak Hanura pecah menjadi dua kubu, yakni kubu Manhattan dan kubu Ambhara pada awal 2018 lalu.
Konflik berawal dari aksi saling pecat kader yang dilakukan Sekretaris Jendral DPP Hanura waktu itu, Sarifuddin Sudding, dan OSO pada 15 Januari 2018. Kemudian, Sudding menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 18 Januari 2018 yang menghasilkan Daryatmo sebagai Ketua Umum menggantikan Wiranto.
Aksi saling pecat itu pun menyeret nama Wiranto, yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pembina. Kubu Sudding, yang dikenal dengan kubu Ambhara, menyebut Wiranto mengetahui perihal pemecatan OSO. Namun, OSO tak tinggal diam. Ia yakin Wiranto tidak mendukung pemecatannya. Bukan hanya itu, OSO pun mengancam akan memecat Wiranto bila menyetujui langkah Kubu Ambhara tersebut.
Pada Juli 2018, kubu OSO yang dikenal dengan Kubu Manhattan melayangkan tudingan yang menyatakan bahwa Wiranto mendukung kubu Ambhara. Kubu itu menyebut Wiranto telah menggelar pertemuan terlarang Partai Hanura untuk menguatkan kubu Ambhara yang dipimpin Sudding.
Konflik kembali memanas usai Pemilu 2019. OSO menyalahkan Wiranto atas kegagalan Hanura yang tidak mendapatkan kursi di parlemen untuk periode 2019-2024. Menjawab tudingan itu, Wiranto menyatakan dirinya adalah yang paling sedih atas kegagalan Hanura melenggang ke Senayan. Wiranto meminta semua pihak untuk introspeksi diri dan tak saling menyalahkan. Ia pun menyebut kesalahannya adalah menunjuk OSO menjadi Ketua Umum Hanura.
Saat ini konflik di antara keduanya kembali memanas. OSO sebagai Ketua Umum Hanura mengambil kebijakan mendepak Wiranto dari kursi Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Di sisi lain, Wiranto mendesak OSO untuk segera mengundurkan diri.
Tetapi Oesman Sapta Odang (OSO) menolak permintaan Wiranto agar melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum Partai Hanura. OSO menyatakan dirinya terpilih kembali sebagai Ketua Hanura dalam Musyawarah Nasional ke-III, berdasarkan mekanisme partai yang diatur dalam AD/ART.
Namun Wiranto adalah pendiri dari Partai Hanura. Dia juga pernah menjadi Ketua Umum Hanura, namun Wiranto tak diundang dalam Munas ke-III di Jakarta, 17-19 Desember 2019. Wiranto yang kini menjabat Dewan Pertimbangan Presiden itu lantas mengingatkan soal pakta integritas yang telah ditandatangani oleh OSO dan beberapa saksi lain.
Dalam pakta integritas, dijelaskan bahwa OSO dapat menjadi ketua umum menggantikan Wiranto hingga 2020. Bukan hanya itu, OSO juga diminta untuk menjamin kemenangan dari Partai Hanura dalam Pemilu 2020 mendatang.
Wiranto mengatakan telah mengirimkan surat kepada OSO untuk meminta sikap kenegarawanan dari OSO agar mundur dari jabatan Ketum karena tidak dapat memenuhi syarat-syarat dari pakta integritas yang telah dibuat Desember 2016 lalu. Ia mengingatkan bahwa pengunduran diri itu mutlak harus dilakukan sebagai bentuk sanksi apabila OSO tidak memenuhi poin-poin tersebut.
OSO sendiri tak ambil pusing soal pakta integritas itu. Dia mengatakan pakta integritas menyoal loyalitas dirinya kepada partai. Apalagi, OSO mengaku tak pernah melanggar AD/ART partai.
OSO yang kembali dipilih sebagai ketum secara aklamasi ini pun menyinggung mengenai gangguan-gangguan dan konflik dari luar yang menyebabkan dirinya gagal menepati janji menambah perolehan suara Hanura pada Pemilu 2019 lalu.
Kubu Wiranto pun mengancam akan mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) sebagai tandingan dari Munas yang mengukuhkan OSO sebagai Ketua Umum. Hanura periode 2010-2024.
Melihat situasi Hanura saat ini, Pengamat politik dari Universitas Andalas Asrinaldi menilai konflik yang kembali terjadi itu lahir dari kekecewaan OSO yang menganggap Wiranto tidak memiliki peran signifikan sehingga Hanura gagal melenggang ke Senayan pada Pemilu 2019 lalu. Dia juga berpendapat, langkah mendepak Wiranto dari kursi Ketua Dewan Pembina dilakukan OSO karena Hanura sebagai pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin tidak mendapatkan alokasi kursi menteri di Kabinet Indonesia Maju. “Hanura tidak dapat kursi kabinet, Wiranto tidak berperan signifikan dan sudah jadi Wantimpres. Peran Wiranto tidak bisa didapat OSO, sehingga timbul kekecewaan”.
Meskipun begitu, konflik yang terjadi pada partai Hanura ini tidak akan memengaruhi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Pasalnya, Hanura tidak memiliki kader yang duduk di Senayan ataupun pemerintahan saat ini. Selain itu, konflik Hanura ini juga tidak akan menjadi besar mengingat para loyalis Wiranto yang berada di Hanura saat ini tinggal sedikit.
Terpisah, dari pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan konflik Hanura saat ini terjadi di tengah upaya OSO membawa Hanura untuk menjauh dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Menurut Idil Akbar, langkah Jokowi yang tidak mendukung OSO untuk maju sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2019-2024 turut ambil bagian dalam konflik Hanura yang terjadi saat ini.
Di pemerintahan yang saat ini berjalan, Wiranto sudah jelas, sudah jadi Ketua Wantimpres. Sementara OSO cenderung sedikit menjauh dari pemerintahan. Terlebih ketika dinamika DPD, dia (OSO) menilai tidak didukung Jokowi (sehingga) agak bagaimana dia soal itu dan ingin tetap pegang Hanura.
Senada, Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai konflik di internal Hanura saat ini lahir dari kekecewan OSO terhadap Wiranto dan Jokowi. Namun menurutnya, OSO telah melakukan blunder pada Pemilu 2019 lalu dengan memaksakan diri menjadi calon anggota DPD dan tidak serius dalam menyusun nama kader yang akan menjadi caleg.
Dia menerangkan, konflik antara OSO dan Wiranto saat ini juga terkait dengan perebutan pengaruh terhadap Jokowi. Namun, Kunto menilai hal tersebut aneh mengingat Hanura tak memiliki perwakilan di Senayan dan pemerintah pusat saat ini.
Di satu sisi, Kunto menilai konflik antara OSO dan Wiranto juga terkait dengan Pemilu 2024 mendatang. Menurutnya, dua sosok tersebut ingin memiliki posisi politik yang lebih besar.
Ke depan, Kunto berpendapat, nasib Hanura akan menghadapi kesulitan di tangan OSO yang ingin merombak dari partai politik berisi kader berlatar belakang militer ke pengusaha.
Menurutnya, kemampuan OSO juga akan diuji untuk mengembalikan kejayaan Hanura di tengah bergulirnya wacana penyederhanaan partai politik lewat peningkatan ambang batas parlemen. Ujian besar bagi OSO dan Hanura karena akan menghadapi penyederhanaan partai politik.