Implementasi Desentralisasi Asimetris di Indonesia.

Detikkasus.com | Artikel

Desentralisasi asimetris adalah pemberian kewenangan khusus yang diberikan pada suatu wilayah tertentu dalam suatu Negara. Wilayah yang mendapatkan kewenangan khusus tersebut dianggap sebagai alternatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi pada hubungan antara pemerintahan dan pemerintahan daerah. Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang mendapat kewenangan tersebut, antara lain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Otonomi Khusus Papua, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Pada pemberian kewenangan khusus pada setiap wilayah memiliki cerita yang berbeda – beda. Selain menjadi ibukota Negara Indonesia, Pemberian kewenangan khusus pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) karena di Jakartalah menjadi salah satu saksi terjadinya proses perjuangan kemerdekaan. Dan juga terdapat banyak peristiwa penting di Jakarta antara lain Sumpah Pemuda, lahirnya Boedi Oetomo, hingga Proklamasi kemerdekaan 1945. Pemberian kewenangan khusus DKI Jakarta telah ditetapkan pada Penetapan Presiden No.2 Tahun 1961 mengenai Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya oleh presiden Ir. Soekarno.

Baca Juga:  Nama WIRANTO Hilang Dari Internal HANURA

Sedangkan pemberian kewenang khusus pada Provonsi Papua melalui UU No. 21 Tahun 2001. Kewenangan khusus diberikana pada Papua karena terjadi beberapa disparatis dan juga ada penyimpangan pada berbagai sektor yang ada di Papua. Banyak terjadi penyimpangan yang terjadi di papua, antara lain pelayanan public yang buruk, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta jaringan infrastruktur yang masih belus sesuai standart. Dengan adanya pemberian otonomi khusus Papua, menjadikan meningkatnya taraf hidup masyarakat Papua, mengurangi kesenjangan yang ada di Papua, serta mewujudkan keadian, dan penghormatan HAM.

Pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pemberian status khusus ini diakui oleh UUD 1945 dan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2012. Latar belakang yang sama dengan DKI Jakarta menjadi salah satu alasan terpilihnya DI Yogyakarta menjadi desentralisasi asimeteris. Yogyakarta sempat sebagai Ibukota Indonesia pada saat Jakarta mengalami keadaan darurat ini menjadikan salah satu faktor Yogyakarta menjadi Daerah Keitimewaan. Tetapi, sempat terjadi keraguan karena ditakutkan banyak kepemimpinan Yogyakarta yang berubah.

Baca Juga:  Perangkat Desa Dilarang Rangkap Jabatan

Dalam segi cerita, Nanggroe Aceh Darussalam menjadi daerah desentralisasi asimetris telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006. Terdapat beberapa cerita yang menjadikan aceh memiliki wilayah keistimewaan, antara lain Aceh pernah mengalami historis yang kurang baik dengan Negara Kesatuan Republik Indinesia, aceh yang cenderung menganut syariat Islam tak jarang memiliki pergesekan dengan hokum yang ada di Indonesia. Agar tidak terjadi pergolakan yang semakin besar, Aceh diberikan suatu kewenangan istimewa yang disebut desentralisasi asimetris.

Penerapan desintralisasi asimetris di Indonesia berlangsung cukup lama. Tetapi implementasinya tidak mudah. Karena dikhawatirkan banyak wilayah yang menganggap lebih diprioritaskan pada daerah otonom yang bisa berakibat menjadi separatisme. Hubungan kekuasaan dan juga wewenang pada setiap daerah otonom menjadi tidak terkondisikan dengan baik. Serta masih ada persoalan mengenai derajat otonom pada setiap daerah tersebut.

Baca Juga:  Merajut Usaha di Era New Normal

Pada implementasinya berjalan tidak mulus dengan adanya banyak penyimpangan yang terjadi pada daerah lainnya. Terjadi praktik diskriminasi, patronase, intimidasi serta perebutan kekuasaan pada pemerintah daerah. Pada setiap daerah masih diselimuti dengan perebutan dan penggunaan kekuasaan yang tidak sesuai. Perkembangan kewenangan yang diberikan pada daerah istimewa yang ada di Indonesia nyatanya masih belum menghasilkan peningkatan ataupun kemajuan demokratis serta efisiensi administrasi pada pemerintahan yang signifikan dan stabil. Tetapi, Indonesia kini banyak dihadapkan dengan kenyataan yang buruk, yaitu meningkatnya tingkat konflik yang terjadi baik secara horizontal dan vertikal. Hal ini akan mengakibatkan pemerintah yang lemah dalam segi politik, ekonomi, dan juga administratif.

 

Oleh : Denaya Obik, mahasiswi ilmu pemerintahan fakultas ilmu sosial dan politik universitas muhammadiyah malang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *