Detikkasus.com | Malang
Radikalisme jadi topik hangat diperbincangkan pasca penunjukan dan pelantikan kabinet Indonesia maju, terlebih disela-sela perkenalan menteri kabinet, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekannkan, visi indonesia bebas paham radikal melalui pesan kuat kepada sejumlah anggota kabinet menjabarkan soal radikalisme, tentu baiknya dimulai dengan mengetahui arti radikalisme itu sendiri , makna katabradikal sebagai mendasar atau mengakar, maka bukanlah hal itu sangat baik dan bijak dalam konteks menyelesaikan persoalan dalam keseharian kita, termasuk dalam konteks keagamaan. Dengan pemahaman itu pula, radikalisme tidak dikerdilkan menjadi sesuatu yang menyeramkan akibat redukasi pemahaman yang cenderung penyorotif yang ditujukan kepada satu kelompok atau golongan.
Menteri Agama Republik Indonesia Fachrul Razi melontarkan wacana pelangaran niqab atau cadar dan celana di atas mata kaki alias cingkrang untuk dipakai siapa pun dalam lingkungan instalasi pemerintahan. Fachrul mengatakan, pemaikan cadar merupakan kebudayaan orang Arab, bukan Indonesia. Selain itu wacana ini ia lontarkan demi alasan keamanan merujuk masalah radikalisme.
Presiden Joko Widodo ikut mengomentari pernytaan Menteri Agama Fachrul Razi yang sempat mewacanakan pelarangan cadar dan celana cinkrang di instasi pemerintah. Jokowi menilai, urusan berpakaian merupakan selera masing-masing orang.
“kalau saya ya yang namanya cara, cara berpakian, cara berpakaian itu kan sebetulnya pilihan pribadi-pribadi, pilihan personal atau kebebasan pribadi setiap orang” ujurnya di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11).
Menurut Habib, lebih baik Kemenag mengedepankan pembinaan mental spiritual kepada seluruh ASN, sebab celana cingkrang dan cadar, tidak melambangkan radikalisme.
Pemerintah dalam hal ini kemenag belum mampu mendefinisikan apa itu radikalisme sehingga yang keluar isi larangan penggunaan cadar dan celana cingkrang. Sangat tidaf subtatif kalau menag mengidikasikan radikal itu pada fashion seperti itu (cadar dan celana cingkrang) padahal radikal ini sangat terkait dengan pemahaman dan pemikiran.
Fadhil Harahab menyarankan agar menag perlu memperbaiki komunikasi, dan menjalin hubungan dengan seluruh stakehalders terkait, seperti ormas islam, tokoh agama dan masyarakat pada umumnya. Karena sekarang menag bukan lagi memimpin instusi militer, tetapi sipil sehingga tidak ada lagi sistem komando, yang ada hanyalah dialog dan diskusi mencari solusi.
Wakil menteri agama Zainut Tauhid Sa’adi membela menteri agama Fachrul Razi terkait polemik pelarangan cadar dan celana cingkrang dalam rapt kerja bersma komisi VIII DPR RI . Zainut mengatakan fachul tak berniat mengaitkan penggunaan cadar dan celana cingkrang dengan paham radikalisme dia menilai ada kesalahpahaman saat waca itu dilempar ke publik.
“sesungguhnya sama sekali tidak dimaksud oleh bapak menteri itu ada satu kaitan antara radikalisme dengan apakah itu yang disebut cadar dengan celana cingrang” kata zainutrt dalam rapat di kompleks parlemen Jakarta, kamis (7/11)
Zainut meminta perdebatan diakhiri, karena hanya keslahpahaman menurut wakil MUI tersebut tak ada kaitan antara gaya berbusana seperti itu dengan paham radikal dia mengklaim pelarangan gaya busana itu semula hanya akan diterapkan untuk ASN di lingkungan intansi pemerintah tak ada rencana penerapan diluar lembaga negara untuk menghindari perdebatan.
Tegasnya cadar dan celana cingkrang tidak serta merta menandakan radikaisme. Yang bercadar dan bercelana cingkrang belum tentu radikal. Sebaliknya, ini yang perlu diperhatikan, ada banyak orang radikal, yang memusuhi umat lain, bahkan memusuhi umat islam yang berbeda mazhab dengannya, tapi mereka tidak memakai cadar dan cingkrang.
Kepada DW Indonesia, Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, mengatakan bahwa rencana pelarangan ini bertentangan dengan konstitusi indonesia yakni UUD 1945.
“UUD Pasal 29 ayat 1, negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. Kedua, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.memakai cadar menyangkut keyakinan atau tidak? Jadi kalau ada larangan, maka secara hukum dia batal demi hukum karena bertentangan,” ujur Anwar.
Anwar mengatakan, cara berpakaian seseorang tidak berhubungan dengan atau menentukan tindakan yang mereka lakukan, dalam hal ini perihal masalah keamnan. Ia pun menghimbau agar Fachrul melibatkan para ulama dalam membahas kebijakan-kebijakan terkait masalah keagamaan.
“kalau menyangkut ajaran agama panggil ulama, konsultasi dengan ulama, karena yang tahu itu adalah ulama,” kata dia
Apakah menteri agama sadar soal ini? Kalau mau memberantas soal radikalisme sepatutnya pak menteri mengkaji dulu secara mendalam. Jangan smapai memicu tindakan yang kontroversi, bahkan justru menguatkan radikalisme. Menteri agama harus mengurai dulu berbagai elemen masyarakat, mengidentifikasi kelompok-kelompok yang ada.
Sementara itu, jangan lupa bahWa kementerian agama adalah kementerian terkorup. Korupsi di kementerian pengelola urusan keagamaan mencerminkan betapa kementerian ini sebenarnya tak patut mengurus agama. Membrantas radikalisme tidak mungkin dilakukan tanpa lebih dahulu membersihkan kementerian agama dari korupsi.
EKA AYU NINGSIH
201910050311083
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Jln. Raya Tlogomas No. 246, Kota Malang, Jawa Timur 65144