PRINGSEWU| Detikkasus.com –
Munculnya maskot Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandar Lampung, berupa monyet yang berpakaian adat Lampung, telah memicu reaksi dari beberapa hulubalang kerajaan adat di wilayah tersebut. Mereka merasa tersinggung dan melecehkan adat Lampung.
Panglima Elang Berantai sebelumnya menyatakan bahwa ia siap membela adat Lampung jika maskot monyet tersebut tidak diganti dengan simbol yang tidak merendahkan adat Lampung. Kini, hulubalang Sekala Bekhak Kepaksian Pernong wilayah Pringsewu juga memperlihatkan kepeduliannya terhadap adat Lampung dan menyatakan sikap siap turun gunung melawan tindakan KPU Balam yang dianggap melecehkan adat Lampung.
Menurut Heri Rendi Wijaya salah seorang Hulubalang Kepaksian Pernong, maskot KPU yang menampilkan monyet berpakaian adat Lampung sangat melecehkan suku Lampung. Karena monyet dalam kebudayaan Lampung dipandang sebagai hewan yang lucu dan cerdas, namun tidak pantas untuk dipakai sebagai maskot.
“Suku Lampung memiliki adab tatacara yang harus dijaga dan dijalin dalam kehidupan sehari-hari, serta menganut prinsip menghormati keberagaman budaya dan suku bangsa,” kata Heri, Rabu (22/05/2024).
Seiring berjalannya waktu, keberadaan suku Lampung dalam keragaman budaya masyarakat Indonesia dan wilayah Lampung turut melestarikan kebudayaannya dan menghormati keberagaman tersebut. Suku Lampung sangat menghargai dan menghormati keberadaan suku-suku lain di Indonesia. Karena bagi mereka, semua masyarakat yang tinggal di tanah Lampung adalah saudara dan tidak perlu dipandang berbeda.
Dalam pandangan hulubalang Sekala Bekhak Kepaksian Pernong wilayah Pringsewu, keberadaan maskot monyet tersebut melecehkan suku Lampung. Maskot monyet yang dipakai oleh KPU Bandar Lampung dinilai tidak mencerminkan nilainya dalam kebudayaan Lampung. Hal ini menjadi perhatian serius dari hulubalang Sekala Bekhak Kepaksian Pernong sebagai upaya untuk memelihara dan melestarikan budaya Lampung.
Tindakan KPU Bandar Lampung harus dipikirkan secara matang dan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah dan kontroversi di masyarakat Lampung. Sebisa mungkin, KPU harus mempertimbangkan lagi dalam pemilihan maskot atau simbol yang tepat dan tidak merendahkan adat suku Lampung. Serta harus memastikan untuk memperhatikan nilai dan norma budaya suku Lampung agar tidak merugikan dan melukai hati masyarakat tersebut. (Iyan)