Detikkasus.com | Istilah karma sering menjadi pembicaraan dalam ceramah maupun pandangan islam merupakan sesuatu yang menakutkan. Kebanyakan orang terkadang masih gagal memahami makna sebenarnya dari istilah ini. Kata karma sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti tindakan atau perbuatan.
istilah karma dalam Islam. Islam memiliki hukum pasti, ketika seseorang berbuat kebaikan maka akan dibalas dengan kebaikan. Sebaliknya pula, ketika seseorang berbuat kejahatan, maka akan dibalas dengan perkara yang tidak menyenangkan pula.
Didalam Islam, setiap orang dewasa (baligh) bertanggung jawab atas dosa dari kesalahannya sendiri. Karenanya tidak dikenal istilah dosa waris, maupun menanggung dosa orang lain dalam bentuk apapun.
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164).
Aurat perempuan lebih luas lagi, hampir seluruh badan kecuali muka atau wajah dan telapak tangan.
Membuka aurat di depan orang yang bukan mahram atau sah dinikahi adalah termasuk dosa besar.
Hukum membuka aurat adalah haram dan balasannya adalah neraka.
Ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ada dua golongan penghuni neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim nomor 2128)
Apakah Karma Bisa Menurun ke Anak?
Karma dalam Islam tidak dibenarkan hukumnya. Lalu dalam Islam juga telah dijelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memikul dosa orang lain. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Fatir ayat 18 yang berbunyi:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ وَإِن تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَىْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰٓ ۗ إِنَّمَا تُنذِرُ لَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمبِ لْغَيْبِ وَأَقَامُوا۟ لصَّلَوٰةَ ۚ وَمَن تَزَكَّىٰ فَإِنَّمَا يَتَزَكَّىٰ لِنَفْسِهِۦ ۚ وَإِلَى للَّهِ لْمَصِيرُ
Artinya: “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu).” (QS. Al Fatir: 18).
“Allah katakan dalam QS Al An’am Ayat 164, setiap orang itu akan menanggung dosanya sendiri, dan tidak akan dia menanggung dosa dari orang lain,” tuturnya.
Beberapa ulama menyarankan untuk menyebut balasan perilaku tersebut dengan balasan dari setiap perbuatan, baik itu baik ataupun buruk.
Dalam firman Allah swt, Surat An-Nahl ayat 61 menjelaskan:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.”
Allah swt juga berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl[16]: 97)
Seperti halnya perbuatan maksiat akan mendatangkan pengaruh buruk dan efeknya bisa saja menyebabkan berbagai kerusakan. Setiap kali manusia melakukan dosa, Allah swt akan memberikan balasan kepada mereka.
Allah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum [30]: 41)
Untuk itu, kita sebagai umat manusia harus berbuat baik dan menjauhi segala larangan serta menjalankan semua perintah dari Allah swt. Amalan-amalan perbuatan yang baik akan dibalas oleh Allah swt dengan segala sesuatu yang baik pula.
Dijelaskan dalam Al Quran bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain. Larangan untuk mempercayai hukum karma dalam Islam juga termuat dalam Al Quran surah Al Isra ayat 36 yang berbunyi:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ لسَّمْعَ وَ لْبَصَرَ وَ لْفُؤَادَ كُلُّ أُو لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra: 36).
Penyusunan : Raja Muhammad Hafidz
.