Pontianak l Detikkasus.com – Hari besar Keagamaan dan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan peliharaan yang dimiliki oleh para peternak di daerah Provinsi Kalbar beberapa, menjadi dua faktor peningkatan inflasi di Provinsi Kalbar.
Dua faktor tersebut disampaikan Gubernur Kalbar H. Sutarmidji S.H.,M.Hum., di depan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Dr. (HC) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T., IPU., saat memberikan sambutan Rapat Koordinasi Terbatas Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), di Hotel Qubu Resort, Kubu Raya, Jumat (25/11/2022).
“Kami di Kalbar ini sangat berat dalam hal pengendalian Inflasi, karena dari 12 bulan dalam setahun ada 10 bulan itu pasti ada hari Keagamaan maupun hari besar lainnya. Tidak hanya itu, hal ini ditambah lagi ada dua penyakit hewan yaitu Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) banyaknya ternak babi yang mati sehingga babi juga sebagai penyumbang inflasi terbesar disamping ayam dan beberapa ikan sungai yang tidak bisa dibudidayakan dengan baik,” ungkap Sutarmidji.
Selain itu, dirinya menambahkan bahwa banyaknya spekulasi harga baik di bahan pokok dan ternak, menjadi hambatan bagi Pemerintah Provinsi Kalbar dalam memeratakan harga pada setiap pasar.
“Sehingga informasi tentang harga yang terintegrasi itu sangat penting untuk kita lakukan dan Alhamdulilah inflasi di Provinsi Kalbar masih relatif bisa dikendalikan,” ujarnya.
Meskipun demikian, Gubernur Sutarmidji menjelaskan bahwa ada satu Kabupaten di Provinsi Kalbar yang saat ini angka inflasinya masih tinggi. Namun, tingginya inflasi tersebut disebabkan mitigasi bencana alam yang melanda.
“Inflasi di Kabupaten Sintang ini karena banjir, sebab dari tahun lalu belum bisa produksi secara maksimal, namun pada tahun ini Kabupaten Sintang kembali terdampak banjir lagi. Tak hanya itu, Kota Singkawang juga terkena banjir kecuali Kota Pontianak tapi Kota Pontianak bukan menjadi pusat produksi,” jelas mantan walikota pontianak dua periode ini.
Untuk ketersediaan pangan secara umum di Provinsi Kalbar, Gubernur Sutarmidji mengungkapkan bahwa Provinsi yang dilalui garis Khatulistiwa ini mengalami surplus beras hingga awal Tahun 2023 mendatang.
“Alhamdulilah dari sisi ketersediaan beras, Kalbar sudah bisa surplus beras untuk persediaan empat bulan kedepan. Hal ini membuat kita bisa mengendalikan harga beras,” tutupnya.
Di tempat yang sama Menko Airlangga menjelaskan dengan digelarnya Rakor TPIP dan TPID yang dipusatkan di Provinsi Kalbar berharap bahwa pengendalian inflasi menjelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 dapat dilakukan dengan sebaik mungkin.
Untuk kondisi tahun 2023 mendatang Pemerintah Pusat dan Global masih dilanda ketidakpastian perekonomian dunia. Perekonomian global akan turun dari 3,2% menjadi 2,7%, di Tahun 2023 dan di sisi lain inflasi diperkirakan masih Stagnan (tetap). Ini artinya inflasi masih akan terus bertahan. Sedangkan untuk di negara Amerika masih diatas 8%, di Uni Eropa juga masih tinggi 10,7%, Inggris 11,1% dan bahkan di negara seperti Rusia 12,6% dan Turki 85,51%.
“Kita belum tahu perang yang terjadi (Rusia – Ukraina) sampai kapan selesainya, kelihatannya ini akan berlangsung lama dan akibatnya tentu harga Energi, harga Pangan, harga Pupuk ini akan sangat terpengaruh oleh perang. Namun ditengah ketidakpastian tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif baik yaitu 5,72% dan inflasi sudah turun, dari 5,9% di bulan Agustus dan sekitar 5,7% di bulan September. Saya berharap di semua daerah untuk menjaga Inflasi dan stabilitas harga bahan pokok serta harga barang lainnya,” ungkap Menko Perekonomian RI.
(Hadysa Prana)
Sumber : Biro Adpim Setda Prov Kalbar