Detikkasus.com | Bermacam-macam modus kotor yang sering dilakukan olah para relawan dari partai ataupun calon yang mengikuti pemilu baik pilpres, pilgub, pileg, pilbub, bahkan sampai ke pemilihan kepala desa demi ajang politik praktis yang tidak beretika hanya untuk meraup suara haram dari rakyat, padahal yang kita tahu hal tersebut sangat amat bertentangan dengan norma-norma pancasila dan kaidah demokrasi, artinya mereka para pelaku Money Politic ini bisa dikatakan secara langsung telah menodai nilai-nilai pancasila yang sudah menjadi landasan berfikir warganegara Indonesia, dan Demokrasi sebagai system dari negara Indonesia yang akan ikut menuntun arah bangsa ini kedepanya, apabila praktik kotor ini(Money Politic) tetap ada di Indonesia maka negara ini tidak ada bedanya dengan negara-negara yang di pimpin oleh penguasa otoriter kapitalis, padahal demokrasi yang kita jalankan di indonesia ini tujuannya untuk memberikan wadah sebagai aspirasi dari suara hati serta fikiran yang fundamental dan penuh harapan dari rakyat baik dari masyarakat kondisi menengah kebawah maupun menengah ke atas.
Pasal 73 ayat 3 UU No. 3 tahun 1999 berbunyi “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya Pemilihan Umum menurut Undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.
” Tetapi hampir di setiap daerah di indonesia ketika menjelang pelaksanaan pemilu sering terjadi praktik politik kotor ini, dan yang lebih parahnya lagi mereka para pelaku Money Politic ini nekat untuk melobi orang-orang yang memegang jabatan sebagai panitia pelaksana pemilu. Lalu kenapa masyarakat kita ini masih banyak yang bersedia berada dalam barisan Golput (Golongan Penerima Uang Tunai) ini?.
Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, mengutip dari hasil riset Fakultas syariah dan hukum universitas islam negeri Alauddin Makassar yang di laksanakan di salah satu desa terpencil menunjukan bahwa, masyarakat lebih cenderung merespon politik uang dan situasi ini di kondisikan dengan adanya stimulus dari para calon, selain itu penyebab antara lain yaitu kurangnya pengetahuan terhadap politik yang rendah serta keadaan ekonomi yang tergolong rendah, sehingga tawaran uang menjadi kebutuhan yang tidak dapat terhindarkan.
Lalu bagaimana dengan masyarakat menengah ke atas yang masih menerima dengan adanya praktik Money Politic ini?, bukankah mereka sudah termasuk masyarakat berkecukupan di segi ekonomi maupun akademik?. Secara psikologis pada hakikatnya manusia itu tidak pernah menemukan kepuasan dalam dirinya, maka selama dia hidup manusia itu akan seterusnya tidak akan merasa puas dengan yang dia miliki, baik itu secara materi dan yang lainnya.
Sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan mereka menerima terhadap praktik politik kotor ini, karena yang kita tahu di dalam politik pasti ada oknum yang bermain di dalamnya hanya untuk mendapat kekuasaan sehingga dia bisa saja membeli dukungan dari masyarakat menengah ke atas dengan menjanjikan jabatan ataupun yang lainya yang bersifat menguntungkan pribadi, tanpa dia peduli bahwa orang-orang yang seperti ini amatlah berbahaya ketika dia naik dan terpilih sebagai pemimpin.
Dengan demikian, sebagai warganegara yang berintegritas kita harus kritis dan sadar dengan hal-hal yang seperti ini kita harus ikut andil dalam mencapai cita-cita negara kita yang tertulis di undang-undang dasar 1945 yaitu kesejahteraan umum, dengan tidak berkenan untuk menukar suara kita dengan uang, ketahuilah bahwa kita sebagai rakyat mempunyai suara kedaulatan yang sangat mahal harganya, tidak sepantasnya jika suara kita hanya ditukar dengan uang.