Pesawaran Lampung, detikkasus.com
Desa Tamansari, Kecamatan Gedung Tataan, Kabupaten Pesawaran menjadi saksi lahirnya semangat kebangkitan rakyat terorganisir dalam perjuangan reforma agraria. Bertempat di Posko Bela Negara Tanjung Kemala, konsolidasi organisasi rakyat berlangsung dengan melibatkan berbagai elemen, seperti KPA Wilayah Lampung, FORMASTER, STKGB, SUKAPURA, LBH BKU, dan Aliansi Masyarakat Menggugat. Acara ini juga dihadiri Kepala Desa Tamansari, Fabiyan Jaya, yang mendukung penuh perjuangan rakyat untuk mengakses sumber-sumber agraria secara adil. (17 Desember 2024)
Sugianto, Koordinator Wilayah KPA Lampung, dalam sambutannya menekankan pentingnya sinergi lintas organisasi dan lembaga dalam memperkuat gerakan reforma agraria di Lampung. “Apa yang kita lihat di Tanjung Kemala adalah bukti nyata bahwa rakyat yang terorganisir mampu menciptakan perubahan besar. Ketika tanah dikelola secara kolektif dan untuk kepentingan bersama, kesejahteraan rakyat dapat tercapai,” ujar Sugianto.
Namun, ia juga mengkritik pendekatan pemerintah yang dinilainya cenderung legalistik dan berfokus pada pembagian sertifikat agraria. “Reforma agraria sejati bukan hanya soal pembagian sertifikat. Redistribusi tanah kepada rakyat harus menjadi prioritas. Kita berharap gubernur Lampung yang baru akan memiliki visi yang jelas untuk mendukung perjuangan ini,” tegasnya.
Fabiyan Jaya, Kepala Desa Tamansari, mengapresiasi upaya masyarakat Tanjung Kemala yang menjadikan desanya sebagai percontohan nasional dalam reforma agraria. “Tanjung Kemala adalah bukti bahwa kerja keras masyarakat adat, para ahli waris, dan aktivis mampu mengembalikan tanah ulayat kepada pemilik haknya. Ini adalah langkah besar menuju keadilan agraria,” kata Fabiyan.
Ia juga menyebut keberhasilan perjuangan ini tak lepas dari dukungan pemerintah desa dan rekomendasi DPRD Kabupaten Pesawaran. “Rekomendasi DPRD yang mendukung peningkatan status tanah adat menjadi bukti nyata keberhasilan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah,” tambahnya.
Selain konsolidasi organisasi, acara ini juga diisi dengan kegiatan anjangsana untuk mempererat hubungan antara kelompok tani, aktivis, dan masyarakat adat. Para peserta sepakat bahwa gerakan reforma agraria bukan hanya tentang redistribusi tanah, tetapi juga membangun sistem agraria yang berkeadilan dan inklusif.
“Semua ini hanya mungkin terjadi karena adanya solidaritas. Kami akan terus memperjuangkan distribusi agraria yang adil demi kesejahteraan rakyat,” ungkap madin seorang peserta yang tergabung dalam kelompok tani Tanjung Kemala.
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi organisasi rakyat di Lampung untuk menyatukan visi dan strategi dalam gerakan reforma agraria. Sugiyanto kembali menegaskan, “Rakyat yang bersatu tidak bisa dikalahkan. Tanjung Kemala adalah bukti nyata bahwa mimpi itu bisa diwujudkan.”
Dengan penuh semangat dan kebersamaan, masyarakat Desa Tamansari menunjukkan kepada dunia bahwa reforma agraria yang sejati dapat terjadi melalui perjuangan yang kolektif, solid, dan terorganisir. Tanjung Kemala kini tidak hanya menjadi inspirasi bagi Lampung, tetapi juga bagi daerah lain di Indonesia.
(Ian)