BOJONEGORO | Detikkasus.com — Setelah dua tahun jadi proyek andalan pengentasan kemiskinan, Program Domba Kesejahteraan Bojonegoro resmi dikubur.
Digembar-gemborkan sebagai solusi jitu, kenyataannya program ini justru berujung antiklimaks.
Kini, domba-domba itu tinggal kenangan hilang entah ke mana, dan yang tersisa hanyalah kegagalan.
Namun, alih-alih berbenah, pemerintah daerah tampaknya memilih jalan pintas mengganti domba dengan ayam.
Ya, benar Program Domba kini ‘Reinkarnasi’ jadi Program Ayam Petelur.
Dengan anggaran tak main-main, Rp 7 miliar rupiah, pemerintah menjanjikan 50-60 ayam petelur per penerima manfaat.
Tapi benarkah ini solusi? Atau hanya ganti kemasan dari kegagalan yang sama?
Track record-nya suram. Tahun 2023, program domba menyasar 160 penerima. Tahun berikutnya, melonjak jadi 1.000, bahkan ditambah lagi 160 orang.
Namun kini, hampir tak ada yang bisa menunjukkan domba hasil bantuan itu.
Rumah-rumah warga kosong, kandang terbengkalai. Uang rakyat menguap, tanpa hasil jelas.
Menurut Elfia Nuraini, Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan Bojonegoro, hanya ternaknya saja yang berubah, teknisnya tetap sama.
Ini justru mengkhawatirkan, apakah pola lama yang gagal akan kembali diterapkan begitu saja?
Publik pun mulai cemas, akankah ayam-ayam ini sekadar jadi lauk sesaat?
Bisakah 50 ekor ayam benar-benar jadi tumpuan hidup, atau akan mengulang jejak domba hilang, dijual, dan tak berdampak?
Pertanyaan paling tajam, siapa yang sebenarnya diuntungkan?
Masyarakat miskin, atau justru segelintir pihak yang bermain di balik proyek ini?
Warga Bojonegoro harus jeli dan waspada. Jangan sampai drama bantuan ternak ini jadi serial tahunan, ganti hewan, ganti nama, tapi ujungnya tetap nihil.
Karena kalau ayam pun gagal, apa lagi yang akan dijadikan tumbal selanjutnya?
(An)