Detikkasus.com | Labuhanbatu15 Oktober 2018, Nara sumber mengatakan “Dua Bulan sudah tidak terima Upah, Entah apa penyebab sehingga tidak terima upah atau gaji, Kiranya mereka tau apa penyebabnya, Mereka bekerja di Bengkel dan Penjualan sperpart kenderaan roda dua, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Perkebunan Sennah, Kecamatan Bilahhilir Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara, Ujar nara sumber yang tidak ingin namanya dipublikasikan, Kepada awak media Detikkasus.com
ABDUL WAHAB SIPAHUTAR Ketua BUMDes Perkebunan Sennah mengatakan: “Benar dua Bulan ini tidak terbayar upah pengurus BUMDes, Itu bisa terjadi karena merosotnya penghasilan, Mungkin diakibatkan kurangnya peminat yang ingin memperbaiki atau servis kenderaan, Selagi bisa dipala palai untuk di bawa jalan kenderaannya, maka mereka enggan untuk memperbaiki, Pentingpun untuk servis kenderaan lebih penting lagi untuk beli sembilan bahan pokok (Sembako), Sumber penghasilan masyarakat disini dari hasil sawit, Jika harga sawit belum stabil maka rata-rata usaha yang ada pasti mengalami kendala
Saya sendiri sebagai Ketua BUMDes belum mendapatkan Upah/Gaji dari hasil bagi keuntungan, Ketua Sekretaris dan Bendahara sama-sama menangung beban tak bisa mendapat Upah/Gaji Kerena aturan di Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT), Kalau empat orang karyawan sudah mendapat Upah/Gaji. Semoga Harga Sawit segera Naik dan stabil kembali, Agar Upah/Gaji kami dapat kami nikmati. Ujar Abdul Wahab Sipahutar kepada awak media Detikkasus.com
YUNUS LAIA Aktivis mengatakan: “Terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memimpikan kehidupan desa yang otonom dalam mengelola pemerintah dan kemasyarakatannya. Berlakunya regulasi tentang desa membuka harapan bagi masyarakat desa untuk berubah. Hal tersebut menjadi momentum untuk mendorong lahirnya desa dengan tata kelola yang lebih akuntabel dan transparan, Masyarakat desa yang partisipatif, dan perekonomian desa yang menghidupi. Gotong royong dan lekatnya nilai-nilai lokal merupakan aset pembangunan perdesaan.
Dalam berbagai kajian perekonomian desa, yang tidak boleh dilupakan adalah kondisi modal sosial (social capital) masyarakat desa yang sudah sangat kuat. Masyarakat desa mempunyai beragam ikatan sosial dan solidaritas sosial yang kuat, sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Swadaya dan gotong royong telah terbukti sebagai penyangga utama “otonomi asli” desa. Walau di satu sisi, kekayaan modal sosial berbanding terbalik dengan modal ekonomi.
Modal sosial masyarakat desa terdiri atas ikatan sosial (social bonding), jembatan sosial (social bridging), dan jaringan sosial (social linking). Dari ketiga aspek tersebut, ikatan sosial masyarakat desa yang bersifat parokial (terbatas) menjadi modal sosial yang paling dangkal yang tidak mampu memfasilitasi pembangunan ekonomi, mewujudkan desa yang bertenaga sosial, dan berdemokrasi lokal (Eko et al 2014).
Untuk membebaskan ikatan sosial (social bonding) yang terbatas tersebut perlu ada gerakan kemandirian masyarakat desa. Selain memperkuat modal sosial, desa juga harus memperkuat modal ekonomi (financial capital), modal pengetahuan (knowledge capital), dan modal kemanusiaan (human capital) (De Massis et al., 2015). UU Desa beserta regulasi turunannya secara eksplisit telah membuka ruang untuk terjadinya gerakan ini. Ujar Yunus Laia kepada awak media Detikkasus.com ( J. Sianipar )