Diduga Oknum TPK Dan LPM Desa Megu Cilik Bermain Anggaran Material Dana Desa ( Mar”Up )”

Detikkasus.com | Cirebon – Menelisik Sangat Rawannya penggunaan Dana Desa (DD) yang kerap kali disalahgunakan oleh oknum Pemerintah Desa yang tidak bertanggungjawab, bisa kita cermati penggunaan Dana Desa(DD) yang seringkali secara administrasi tidak sesuai dalam aturan yang sudah ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku.

Tidak sedikit pemerintah Desa ketika dipertanyakan terkait RAB (rencana anggaran biaya) dibuat oleh pendamping desa, pembuatan RAB yang mengacu Analisa Satuan Harga (Ansat) terkadang dimanfaatkan oleh oknum Pemerintah Desa demi meraup keuntungan pribadi yang besar dengan modus ketidak terbukaannya mengelolah SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) dari item pembangunan yang tengah dilaksanakan mengacu kepada RAB (rencana anggaran biaya) Ansat (Analisa Satuan Harga).

Hal ini dapat kita tinjau dari Ansat (Analisa Satuan Harga) yang sudah diatur disetiap daerah, adanya Ansat itu sebagai Barometer ataupun mengantisipasi lonjakan harga, maka dari itu Analisa Satuan Harga mayoritas sengaja dilebihkan dari harga pada umumnya demi menjaga keseimbangan dan kesetabilan dalam administrasi, yang artinya ketika tidak terjadi lonjakan harga yang melambung, maka Pemerintah Desa yang mengelola Dana Desa wajib mengembalikan dan /atau men-SiLpakan secara transparan sebagaimana PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017.

Karena di dalam PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017 didapati Sistematika BAB II
KEBIJAKAN PENGATURAN DANA DESA halaman 40 poin ke 5). Mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa,
antara lain:
a). pengembangan sistem administrasi keuangan dan aset Desa
berbasis data digital;
b). pengembangan laporan keuangan dan aset Desa yang terbuka
untuk publik;
c) pengembangan sistem informasi Desa; dan
d) kegiatan lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa yang
diputuskan dalam musyawarah Desa.

Bisa disimak dan dicermati dari peraturan tersebut dibutir (B) yang berbunyi Pengembangan Laporan Keuangan Dan Aset Desa Yang Terbuka
Untuk Publik, dengan langkah inilah warga Negara Republik Indonesia perlu berperan aktif mengawal Dana Desa agar tidak terjadi unsur-unsur KKN (Korupsi, Koulsi dan Nepotisme) di tubuh Kepemerintahan Desa.

Akan tetapi perlu kita ketahui sebagai masyarakat yang cerdas untuk mengawal pembangunan di setiap Desa-desa yang mendapatkan Dana Desa, bahwasanya sering terjadi mekanisme dalam administrasi penggunaan Dana Desa terkadang tidak maksimal sebagaimana mestinya dalam PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017.

Baca Juga:  Pura Pulaki Menjadi Atensi Pengamanan dan Pengaturan

Salah satu contoh Dinamika yang tengah terjadi di daerah Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang tidak sedikit bahkan kemungkinan mayoritas diseluruh Desa-desa yang ada di Pemkab Cirebon membuat RAB (rencana anggaran biaya) mengacu pada ANSAT (analisa satuan harga) yang dibuat pemerintah Desa dan Pendamping Desa.

Perlu dicermati bahwasanya pembuatan RAB yang mengacu ANSAT, diperuntukan untuk pihak rekanan yang tidak boleh mengambil keuntungan lebih dari sekitar 20% (bukan untuk Swakelola), salah satu contohnya ketika Desa yang belum mumpuni membangun pembangunan berkontruksi diperbolehkan untuk direkankan, akan tetapi harus kita ketahui rekanan tersebut memiliki SIUJK (surat ijin usaha jasa kontruksi) dari Provinsi atau tidak, karena SIUJK dikeluarkan dari Provinsi.

Justru sering terjadi dalam pembuatan RAB yang mengacu ANSAT untuk rekanan akan tetapi dikerjakan dalam Swakelola, sehingga disini banyak Dana Desa yang mengalir tidak secara maksimal dalam penyerapan merata, hal ini dapat di lihat dan dikalkulasi dari pajak sekitar kurang lebih 13,5% dan Honor TPK (tim pelaksana kerja) yang tidak boleh lebih dari 10% seperti yang ditentukan Peraturan Bupati Cirebon Nomor 62 Tahun 2018 Pasal 30.

Bisa dibayangkan, untuk pekerjaan pembangunan di Desa dari sumber Dana Desa yang pembuatan RAB-nya mengacu perhitungan ANSAT ataupun perhitungan Rekanan akan tetapi dikerjakan dengan Swakelola, sehingga diprediksikan ada biaya Honor TPK lebih dari 10%, hal ini dapat kita buka dari bunyi Peraturan Bupati Cirebon Nomor 62 Tahun 2018 Pasal 30 tersebut tidak boleh ada biaya honor dan sebagainya dilarang lebih dari 10%.

Disinilah kewajiban dan kesadaran Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhak mengawal Dana Desa seperti yang diberlakukan dalam perundang-undangan PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017.

Adanya Dinamika dan berbagai Kontroversi di dalam aturan administrasi pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Cirebon kini disorot dan disoal?

Apakah Dinas terkait seperti DPMD (dinas pemberdayaan masyarakat dan desa) dan Inspektorat pura-pura tidak mengetahui adanya dinamika tersebut ataukah adanya konspirasi tertutup?

Baca Juga:  Bhabinkamtibmas Desa Pegadungan Himbau dan Mengajak Masyarakat Untuk Menyukseskan Pemilu 2019 yang Aman Damai

Saat dihubungi melalui telpon selulernya (07/05/19) Hanud Selaku Bendahara LPM memaparkan Penggunaan Dana Desa Tahap 1, 2 dan 3 tahun 2018 atau SILPA dari setiap RAB yang memgacu kepada Ansat yang Mas tanyakan langsung ke pak kuwu dan Amri Pendamping Desa saja, Tutur Hanud ketika di konfirmasi melalui telpon selulernya.

Sementara ditempat terpisah salah satu narasumber yang namanya enggan ditulis dalam pemberitaan mengungkapkan terkait keteransparanan mengelola Dana Desa di Desa Megu Cilik Kacamatan Weru Kabupaten Cirebon, “terkait hal yang dimaksud dan dipertanyakan oleh Mas, kita tidak merasa ada musyawarah tentang SiLpa dari RAB, karena hub ngan antara LPM dan TPK kurang selaras dalam keteransparanan dengan BPD terkait lebihan belanja material”, terangnya.

Begitupun Masna Kades (Kepala Desa) Megu Cilik aat ditemui awak media (08/05/19) Kuwu memaparkan terkait lebihan belanja dari TPK dan LPM sudah direalisasikan untuk sumur bor dan lampu serta lain-lainnya, terang Masna.

Sementara dari informasi yang diperoleh awak media didapati salah satu BPD yang identitasnya dirahasiakan, disinyalir dan diduga sisa lebihan belanja dari TPK dan LPM benar-benar kurang transparan, jelas dalam hal ini sangat berbeda dengan yang dikatakan oleh Masna.

Begitupun Hanud selaku Bendahara LPM sulit ditemui sehingga dinamika yang ada di Desa megu Cilik menjadi sorotan publik terkait penggunaan dan pengelolaan anggaran DanDes (dana desa).

Bahkan saat dikonfirmasi melalui telpon, Amri sebagai Pendamping Desa membenarkan bahwa Honor TPK, Honor pendampingan, dan lain-lain tidak boleh lebih dari 10%, pungkasnya.

Hal ini membuat Masyarakat Pemerhati yang akrab disapa Bang Ocim dan Bang Alan angkat bicara terkait rentannya KKN penggunaan Dana Desa melalui modus operandi Silpa Ansat yang tidak transparan dalam administrasi, “ini menjadi kewajiban kita semua sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengawal Dana Desa”, ujaranya Kozim yang akrab disapa Bang Ocim.

Sementara ditempat teripisah Bang Alan berpendapat, “Sekarang begini saja mas, kalau TPK dan LPM secara transparan mengelola Dana Desa, Kenapa ada tidak ada musyawarah lebihan belanja kepada BPD? “, tegasnya.

Ditambahkan oleh bang Alan, “Berani atau tidak TPK dan LPM gelar Audensi di Balai Desa atau Di Kecamatan yang yang dihadiri Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh, Pemuda dan jajaran BPD terkait sisa lebihan belanja. Jika TPK dan LPM tidak berani gelar Audensi yang saya maksud, maka patut diduga ada kejanggalan mengelola Dana Desa”.

Baca Juga:  Dugaan Pungli Biaya See Page Hanya Miskomunikasi

“saya berpesan Kepada pihak terkait yang mengelola Dana Desa agar perlu yang di ingat adalah, bahwa kewajiban Inspektorat dan BPKP hanya diberi mandat untuk mengaudit, adapun hasil pemeriksaan dari Inspektorat dan BPKP sifatnya untuk membina agar mengembalikan temuan.

Coba saja bayangkan jika Inspektorat dan BPK kewenangannya bisa melaporkan ke pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk menindaklanjuti kepermukaan hukum, mungkin sudah banyak oknum yang tersandung kasus KKN di penjarakan. Maka dari itu, bagi oknum yang mengelola Dana desa jangan mentang-mentang sudah dipriksa Inspektorat dan BPKP jika ada temuan hanya sebatas mengembalikan, tapi perlu digaris bawahi kalau Inspektorat dan BPKP diberi mandat untuk melaporkan atas Temuan tersebut ke Pihak Kepolisian dan Kejaksaan maka sudah jelas tanpa harus kita Lapor juga pihak Insepektorat dan BPKP mungkin sudah melapor kepihak berwajib. Artinya kita juga bisa melaporkan atas dugaan tersebut apabila sudah cukup bukti”. Ungkap Bang Alan.

Disisi lain Bang Ocim-pun menambahkan cerita terkait salah satu di Kecamatan Dukupuntang yaitu desa cipanas Dan Desa Winong yang berada di Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon,

“Coba kita ingat-ingat permaslahan yang menimpah Pemerintahan Desa di Kabupaten Cirebon sebagai Ukuran Ataupun Barometer, salah satu contohnya Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon terkait banyaknya masalah, seperti JUT (jalan usaha tani) yang mungkin salah satu permasalahan yang menghantarkan Kades Banu Rengga dibalik Jeruji Besi, begitupun permasalahan yang menimpah Sahroni Kades Winong Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon telah dijebloskan balik Jeruji Besi”.
Dan Sekarang Jika Benar Terbukti Maka Saya Akan Mengantarkan Oknum TPK dan LPM Untuk Masuk Jeruji, Beserta Kuwunya. Tuturnya.

Ditambahkannya oleh Asep Yusdi Hidayat SH, “Bila perlu TPK dan LPM kita ajak gelar Audensi di Balai Desa atau di Kecamatan Weru, kalau TPK dan LPM benar-benar transparan Ke BPD maka meraka-pun (TPK & LPM) berani ketika ada tawaran yang mengajak gelar Audensi, tapi jika tidak berani untuk gelar Audensi, maka jelas ada apa dengan TPK dan LPM? “,Ungkapnya.”Sendika Lubis”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *