Riau | detikkasus.com -, Kesalahan bermula dari koalisi pendukung Presiden Jokowi-JK, Kenapa tidak, partai-partai pendukung Jokiwi-JK bersikukuh menginginkan agar pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati/Walikota agar dipilih langsung oleh rakyat. Akibatnya, banyak Kepala Daerah tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.
Dikatakan Muhammad Junaidi, S.Sos, MM, Wakil Ketua LSM Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GPAK).
Jika saja Kepala Daerah dipilih tidak langsung imbuhnya, artinya Kepala Daerah dipilih rakyat melalui wakilnya di parlemen. Tentu saja ongkos politik tidak sebesar pemilihan langsung.
Sebab, jika pemilihan langsung, para calon Kepala Daerah diduga membayar mahar politik cukup tinggi agar bisa diusung oleh Partai Politik.
Belum lagi biaya kampanye para Calon Kepala Daerah yang cukup pantastis. Maka setelah resmi menjabat Kepala Daerah tentu mereka banyak yang bernafsu mengembalikan modal uang yang dikeluarkan.
“Mereka yang kena OTT oleh KPK itu merupakan nasibnya lagi sial. Dan yang belum OTT masih bisa bernafas lega. Namun kita optimis bahwa masih banyak Kepala Daerah tidak mau melakukan perbuatan tercelah yakni korupsi,”bebernya.
Namun katanya, bukan saja Kepala Daerah saja jaman now diduga terlibat korupsi, namun para Kepala OPD diduga banyak melakukan dugaan korupsi berupa dugaan pungli SPPD.
Di Inhu, ia mencontohkan misalnya di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Inhu dan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Inhu.
Ia mengatakan, Di Setwan SPPD diduga dipungli diduga 10 % tiap orang tiap kali berangkat.
Di Disdikbud, SPPD diduga dipotong 10 % untuk ke Pekanbaru, dan ke Jakarta dan Provinsi lain diduga dipotong 20 %.
“Kita berniat hal ini akan kita laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK. Karna bukan dua OPD ini saja yang diduga dipungli DPPDnya, namun diduga ada OPD lain bahkan diduga dipungli sampai 50 % dipungli diluar tiket pesawat,”bebernya lagi.
Sementara Sekda Inhu, Hendrizal saat diminta tanggapannya hanya tertawa, tanpa menjelaskan apa maksudnya. Harmaein