Detikkasus.com | Cirebon – Menelisik Rawannya penggunaan Dana Desa yang kerap kali disalahgunakan oleh oknum Pemerintah Desa yang tidak bertanggungjawab, bisa kita cermati penggunaan DanDes (dana desa) yang seringkali secara administrasi tidak sesuai dalam aturan yang sudah ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku.
Tidak sedikit oknum pemerintah Desa ketika dipertanyakan terkait RAB (rencana anggaran biaya) dibuat berdasarkan oleh pendamping desa, pembuatan RAB yang mengacu Analisa Satuan Harga (Ansat) terkadang dimanfaatkan oleh oknum Pemerintah Desa demi meraup keuntungan pribadi dengan modus ketidak terbukannya mengelolah SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran) dari item pembangunan yang tengah dilaksanakan mengacu kepada RAB (rencana anggaran biaya) Ansat (Analisa Satuan Harga).
Hal ini dapat kita tinjau dari Ansat (Analisa Satuan Harga) yang sudah diatur disetiap daerah, adanya Ansat itu sebagai Barometer, maka dari itu Analisa Satuan Harga mayoritas sengaja dilebihkan dari harga pada umumnya demi menjaga keseimbangan dan kesetabilan dalam administrasi, namun tidak menutup kemungkinan dari acuan ANSAT berbeda dari hasil Realisasi perubahan RAB.
Timbulnya RAB yang mengacu ANSAT terkadang berbeda jauh Dari Realisasi Perubahan sehingga munculnya anggaran SiLpa dari per-Item pekerjaan sehingga tidak sedikit Oknum mengelola SiLpa realisasi perubahan RAB tidak secara transparan dan maksimal kepada Publik sehingga Pemerintah Desa yang mengelola Dana Desa yang Ber-Silpa wajib terbuka kepada masyarakat dan publik sebagaimana PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017 yang Dituangkan dalam isi Perbup Nomor 62 tahun 2018.
Karena di dalam PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017 didapati Sistematika BAB II
KEBIJAKAN PENGATURAN DANA DESA halaman 40 poin ke 5). Mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa,
antara lain:
a). pengembangan sistem administrasi keuangan dan aset Desa
berbasis data digital;
b). pengembangan laporan keuangan dan aset Desa yang terbuka
untuk publik;
c) pengembangan sistem informasi Desa; dan
d) kegiatan lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa yang
diputuskan dalam musyawarah Desa.
Bisa disimak dan dicermati dari peraturan tersebut dibutir (B) yang berbunyi Pengembangan Laporan Keuangan Dan Aset Desa Yang Terbuka
Untuk Publik, dengan langkah inilah warga Negara Republik Indonesia perlu berperan aktif mengawal Dana Desa agar tidak terjadi unsur-unsur KKN (Korupsi, Koulsi dan Nepotisme) di tubuh Kepemerintahan Desa.
Akan tetapi perlu kita ketahui sebagai masyarakat yang cerdas untuk mengawal pembangunan di setiap Desa-desa yang mendapatkan Dana Desa, bahwasanya sering terjadi mekanisme dalam administrasi penggunaan Dana Desa terkadang tidak maksimal sebagaimana mestinya dalam PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017.
Salah satu contoh Dinamika yang tengah terjadi di daerah Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang tidak sedikit bahkan kemungkinan mayoritas diseluruh Desa-desa yang ada di Pemkab Cirebon membuat RAB (rencana anggaran biaya) mengacu pada ANSAT (analisa satuan harga) yang dibuat Pemerintah Desa dan Pendamping Desa.
Perlu dicermati bahwasanya pembuatan RAB yang mengacu ANSAT, diperuntukan untuk pihak rekanan yang tidak boleh mengambil keuntungan lebih dari sekitar 20% (bukan untuk Swakelola), salah satu contohnya ketika Desa yang belum mumpuni membangun pembangunan berkontruksi diperbolehkan untuk direkankan, akan tetapi harus kita ketahui rekanan tersebut apakah memiliki SIUJK (surat ijin usaha jasa kontruksi) dari Provinsi atau tidak, karena SIUJK dikeluarkan dari Provinsi.
Justru sering terjadi dalam pembuatan RAB yang mengacu ANSAT untuk rekanan akan tetapi dikerjakan dalam Swakelola, sehingga disini banyak Dana Desa yang mengalir tidak secara maksimal dalam penyerapan merata, hal ini dapat di lihat dan dikalkulasi dari pajak sekitar kurang lebih 13,5% dan Honor TPK (tim pelaksana kerja) yang tidak boleh lebih dari 10% seperti yang ditentukan Peraturan Bupati Cirebon Nomor 62 Tahun 2018 Pasal 30.
Bisa dibayangkan, untuk pekerjaan pembangunan di Desa dari sumber Dana Desa yang pembuatan RAB-nya mengacu perhitungan ANSAT ataupun perhitungan Rekanan akan tetapi dikerjakan dengan Swakelola, sehingga diprediksikan ada biaya Honor TPK lebih dari 10%, hal ini dapat kita buka dari bunyi Peraturan Bupati Cirebon Nomor 62 Tahun 2018 Pasal 30 tersebut tidak boleh ada biaya honor dan sebagainya dilarang lebih dari 10%.
Disinilah kewajiban dan kesadaran Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhak mengawal Dana Desa seperti yang diberlakukan dalam perundang-undangan PERATURAN MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2017.
Adanya Dinamika dan berbagai Kontroversi di dalam aturan administrasi pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Cirebon kini disorot dan disoal?
Apakah Dinas terkait seperti DPMD (dinas pemberdayaan masyarakat dan desa) dan Inspektorat pura-pura tidak mengetahui adanya dinamika tersebut ataukah adanya konspirasi tertutup?
Saat sambangi (09/07/19) di Balai Desa Wiyong Kabupaten Cirebon Kepala Desa H. Maryono didampingi Dede (Sekretaris Desa), Sukirno (Kaur Keuangan) dan Kodir sebagai (Kaur Kesra) mengatakan, “Wajar Wajar aja kalau anggaran tersebut dilebihkan, karena disini kita kan banyak LSM dan Wartawan Bodrek yang harus dikasih atau di amplopin”, terang kuwu wiyong H. Maryono
Begitupun ditambahkan oleh Dede Sekdes Wiyong, “Kalau terkait pengelolaan Dana Desa, pastinya tidak mungkin ada yang bersih berkaitan Analisa Satuan harga, karena semua Kuwu (kades) yang berkaitan mengelola Dana Desa tidak semuanya berisih kalau dipertanyakan Analisa Satuan Harga”, ujarnya Dede di depan rekan-rekan media.
Disisi lain Sukirno (Kaur Keuangan) menuturkan dihadapan awak media terkait penggunaan pekerjaan yang bersumber Dana Desa, “Kita disini sudah mengerjakan sebagaimana mestinya yang sudah diatur Perbub”, cakapnya Sukirno.
Namun Sukirno tidak bisa menjawab Perbup nomor berapakah yang menjadi acuan Pemdes Wiyong, sehingga menjadi kejanggalan oleh beberapa awak media yang mengkonfirmasi terkait Mekanisme SiLpa dari Item yang sudah dikerjakan melalui RAB namun timbul Realisasi perubahan dalam RAB pasca pekerjaan yang bersumber dari Dana Desa.
Sementara ditempat terpisah Iis pihak BPMPD (badan pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa) menerangkan melalui chat WA telpon selulernya, “Bukan APH apalagi kita, saran tindak saya dalam hal ada indikasi itu silahkan disampaikan ke APIP saja karena yang berkenaan dengan point 2 yang dapat menilai indikasi kerugian negara hanya Inspektorat bagian APIP (APARAT PEMERIKSA INTERNAL PEMERINTAHAN), silahkan secara institusi TIM APARAT PEMERIKSA INTERNAL PEMERINTAHAN (inspektorat) ada di kantor tiap hari kerja”, ungkapnya.
Hal ini membuat Masyarakat Pemerhati yang akrab disapa Bang Ocim dan Bang Adiyan angkat bicara terkait rentannya KKN penggunaan Dana Desa melalui modus operandi Silpa Ansat yang tidak transparan dalam administrasi, “ini menjadi kewajiban kita semua sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengawal Dana Desa”, ujaranya Kozim yang akrab disapa Bang Ocim.
Sementara ditempat teripisah Bang Adiyan berpendapat, “Sekarang begini saja mas, kalau TPK dan LPM secara transparan mengelola Dana Desa, apakah ada bukti secarik kertas berita acara terkait lebihan belanja kepada BPD yang terbuka untuk masyarakat dan publik? “, tegasnya.
Ditambahkan oleh bang Adiyan, “apakah berani terbuka dan berkenan gelar audensi yang di hadiri pihak terkait, dari mulai pendamping Desa / TAID (tenaga ahli infrastruktur desa), Kasi Pemerintahan Kecamatan, BPMPD, Inspektorat, Kejaksaan dan Kepolisian?”, Tukasnya.
Disisi lain Bang Ocim-pun menambahkan cerita terkait Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Dan Desa Winong Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon, “Coba kita ingat-ingat permaslahan yang menimpah Pemerintahan Desa di Kabupaten Cirebon sebagai Barometer, salah satu contohnya Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon terkait banyaknya masalah, seperti JUT (jalan usaha tani) yang mungkin salah satu permasalahan yang menghantarkan Kades Banu Rengga dibalik Jeruji Besi.
Begitupun permasalahan yang menimpah Sahroni Kades Winong Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon telah dijebloskan balik Jeruji Besi”, Tuturnya.(Sendika Lubis)