Detikkasus.com | Sidoarjo
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demo menolak RUU Cipta Kerja ‘omnibus law’ dan PHK akibat virus Corona yang sudah di gelar di beberapa kota besar wilayah Indonesia
Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang akan disahkan DPR pada Rapat Paripurna Tengah malam di nilai merugikan buruh
Beragam protes dan aksi muncul sebagai reaksi atas kesepakatan ini, salah satunya dari golongan para buruh di tanah air.
Mereka bahkan bakal melakoni aksi mogok nasional bilamana kesepakatan RUU Ciptaker ini menjadi UU.
Kali ini KSPI wilayah Kabupaten Sidoarjo berdatangan dari beberapa arah sudut kota, yang datang dari wilayah Gedangan melewati jl.buduran dan dari arah Candi menunuju pusat kota Sidoarjo yang akan berkumpul menggelar demo di depan gedung DPRD Sidoarjo
Demo ini diikuti serikat buruh dari beberapa sektor industri di wilayah Sidoarjo. Selasa (6-10-2020)
Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan,” .
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional akan dilakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.”
Mogok Nasional ini bahkan di perkirakan sebanyak dua juta lebih buruh dari sekitar 10 ribu perusahaan di 25 Provinsi yang akan melakukan aksi mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun membeberkan alasan mengapa beberapa poin dalam RUU Ciptaker ini harus disoroti dan kemudian ditolak sebab dinilai merugikan kaum buruh.
Pertama, RUU Ciptaker menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Sedangkan KSPI menilai UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.
Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.
Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh .
Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Protes ini juga disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.
Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.
Adapun, beberapa fraksi yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya yaitu :
– PDIP
– Golkar
– Nasdem
– Dan PPP.
Sementara dua fraksi yang menyampaikan penolakan pengesahan RUU Ciptaker itu adalah Partai Demokrat dan PKS
(AR)