SEPUTAR KEDIRI | Detik Kasus.com – Refleksi hari buruh Internasional atau may day juga diperingati di Kediri, Jawa Timur. Belasan massa yang mengatasnamakan diri Aliansi LSM dan Ormas Kediri Raya (ALOKA) bersama Organisasi Buruh Kediri meluruk Kantor Bupati Kediri, Selasa (1/5/2018).
Massa membawa berbagai poster tuntutan. Diantaranya, ‘Hapus Sistem Outsorcing Yang Tidak Manusiawi, Berikan Upah Buruh Yang Layak, Naikkan UMK 15 %, dan Ayo Bangkit dan Berjuang Menuju Sejahtera Bersama”.
Dibawah terik matahari, mereka berorasi secara bergantian. Mereka mendorong nurani pemerintah dan pengusaha dalam meningkatkan kesejahteraan buruh. Sebab, buruh juga manusia, bukan alat dan obyek eksploitasi semata.
“Kebijakan pemerintah menerapkan upah murah dan terus mempertahankan sistem kontrak atau outsorcing yang tidak memberikan kepastian kerja sungguh amat menciderai para pekerja atau buruh. Pemerintah seharusnya tdak tunduk pada kekuatan pemodal asing dengan menetapkan upah murah, melainkan berani melindungi kepentingan rakyat sendiri sebagai amanat UUD 1945,” teriak Daniel Arisandi, salah satu orator aksi.
Akson Nul Huda, SH, orator aksi lainnya menyambung. Menurut advokat muda ini, belum tuntas persoalan perburuhan yang menghimpit, pemerintah begitu teganya mengeluarkan Perpres No 20 Tahun 2018.
“Perpres No 20 Tahun 2018 memberikan kemudahan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia. Sungguh ini merupakan pukulan telak bagi tenaga kerja lokal. Bagaimana tidak? Di tengah minimnya lapangan kerja, dan meraksasanya angka pengangguran, justru pemerintah memberi peluang dan pintu masuk bagi TKA. Dimana nuranimu pemerintah? Semestinya pemerintah melindungi dan memproteksi tenaga kerja lokal, bukan malah disuruh bertarung dengan TKA,” seru Akson Nul Huda, SH.
Orator lainnya yang memimpin aksi adalah Khoirul Anam dan Tjetjep M. Yasien. Keduanya membakar semangat massa dengan seruan perubahan. Tjetjep menyerukan Ganti Presiden RI tahun 2019 dan Ganti Dinasti Kabupaten Kediri tahun 2020.
Tetapi karena hari libur (May Day), maka Kantor Pemerintah Kabupaten Kediri dan Gedung DPRD setempat tidak ada yang menemui demonstran. Tetapi, mereka mendapatkan pengamanan dari aparat gabungan Polres Kediri dan Satpol PP.
Massa ALOKA kemudian menyuarakan pernyataan sikap secara umum agar didengar oleh semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat yang melintas. Pertama, mereka menolak Perpres No 20 Tahun 2018 serta mendesak Pemerintah untuk menghapusnya. Sebab, Perpres itu secara nyata mengurangi kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal dan mengakibatkan pengangguran semakin tinggi.
“Kami menyerukan kepada seluruh pekerja atau buruh untuk menolak kebijakan upah murah dan menuntut kepada pemerintah menetapkan UMK yang layak bagi pekerja. Mengingat, kenaikan harga BBM dan sembako yang luar biasa. Maka UMK Kabupaten dan Kota Kediri harus dinaikkan minimal 15 % agar buruh bisa mencukupi kebutuhan minimal dalam hidupnya,” seru Daniel Arisandi.
ALOKA juga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak secara tegas terhadap perusahaan yang memaksakan penggunaan sistem outsorcing yang melanggar peraturan perundang-undangan. Apabila penegak hukum tidak mampu, maka pihaknya menuntut agar kebijakan ketenaga kerjaan sistem outsorcing dihapus.
“Kami minta para pengusaha untuk membayar upah sesuai UMK yang ditetapkan pemerintah, dan mendesak kepada pemerintah untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha yang tidak mematuhi UMK,” pungkasnya.
Setelah menyuarakan pernyataan sikap, massa akhirnya mengakhiri aksinya. Mereka kemudian meneruskan aksi ke Pemerintah Kota Kediri. Menurut mereka, Rabu (2/5/2018) besok, ALOKA akan mengadakan audiensi dengan pemerintah ihwal poin-poin tuntutan tersebut, (Ilyas).