Detikkasus.com | Dalam sejarah Islam dikenal Perang Uhud yaitu peperangan yang terjadi antara kaum Muslimin dan Musyrikin. Sebelum berperang, Rasulullah SAW dengan para sahabatnya dan pasukan perangnya menggelar musyawarah untuk mengatur taktik dan strategi Perang.
Kemudian peserta musyawarah pun menyepakati strategi perang untuk menghadapi kaum musyrik. Namun, dalam Perang Uhud, pasukan kaum Muslim mengalami kekalahan.
Hal itu disebabkan pasukan perang yang ditugaskan untuk tetap di pos, ia indisipliner meninggalkan pos yang ditugaskan Nabi Muhammad SAW.
Ia ingin mengejar keuntungan material yaitu gonimah perang yang akhirnya pada Perang Uhud pasukan kaum muslimin mengalami kekalahan, tidak seperti pada perang Badar yang meraih kemenangan yang gemilang.
Allah SWT berfirman ”Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah.” (Q.S Ali Imron 159).
Surah Ali Imran merupakan surah ke-3 dalam Al Quran yang berjumlah 200 ayat. Dari ratusan ayat yang dikandungnya, surah Ali Imran ayat ke-159 menjelaskan salah satu penerapan konsep musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Berikut ini bunyi bacaan Surah Ali Imran Ayat 159 beserta dengan artinya:
Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Melansir dari tafsir Kementerian Agama (Kemenag), latar belakang dari surah Ali Imran ayat 159 adalah banyak terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saat keadaan genting pada Perang Uhud. Bahkan pelanggaran tersebut telah menyebabkan banyak kaum muslim menderita.
Dan, Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah sama sekali pada para pelanggar tersebut. Bahkan memaafkan dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Selain itu, Rasulullah juga selalu melibatkan mereka dalam suatu musyawarah mengenai banyak hal. Terutama urusan peperangan.
Senada dengan itu, tafsir dari Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Rasulullah SAW selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi suatu masalah. Di antaranya musyawarah dalam urusan peperangan, di antaranya adalah musyawarah mengenai poisisi Rasulullah dalam perang. Hingga akhirnya Al-Munzir ibnu Amr mengusulkan agar Rasulullah berada di hadapan pasukan kaum muslim).
Selain itu, Rasulullah pun pernah mengajak kaum muslim bermusyawarah sebelum Perang Uhud. Musyawarah itu terkait dengan pilihan Rasulullah untuk tetap berada di Madinah atau justru keluar menyambut kedatangan musuh. Kemudian hasilnya sebagian besar dari mereka mengusulkan agar semuanya berangkat menghadapi mereka. Rasulullah pun berangkan bersama pasukannya menuju musuh-musuhnya berada.
Musyawarah lainnya dilakukan oleh Rasulullah dalam Perang Khandaq. Rasulullah meminta pendapat dari kaum muslimin tentang perdamaian dengan golongan yang bersekutu. Rasul mengusulkan untuk memberi sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah.
Namun usul itu ditolak oleh dua orang Sa’d, yaitu Sa’d ibnu Mu’az dan Sa’d ibnu Ubadah. Pada akhirnya Rasulullah menuruti pendapat mereka.
Dalam Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah kembali mengajak kaum muslimin untuk bermusyawarah. Rasul mengusulkan apakah sebaiknya mereka melakukan penyerangan pada orang-orang musyrik.
Abu Bakar As-Siddiq pun berpendapat, “Sesungguhnya kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang untuk melakukan ibadah umrah.”
Kemudian Rasulullah menghargai pendapat Abu Bakar tersebut. Berdasarkan kisah-kisah yang disebutkan sebelumnya, dapat dibuktikan bahwa hal itulah yang membuat kaumnya patuh dan setia dengan Rasul. Sebab keputusan-keputusan dari Rasulullah merupakan hasil musyawarah bersama di antara mereka sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), musyawarah merupakan pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.
Musyawarah memiliki tujuan untuk mencapai mufakat atau persetujuan. Pada dasarnya, prinsip dari musyawarah adalah bagian dari demokrasi sehingga saat ini sering dikaitkan dengan dunia politik demokrasi.
Dalam demokrasi Pancasila di Indonesia, penentuan hasil dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Apabila tidak ada jalan keluar atau mengalami kebuntuan, biasanya akan dilaksanakan voting atau pemungutan suara.
Dari pengertian itu dapat disimpulkan, musyawarah adalah suatu sistem pengambilan keputusan yang melibatkan banyak orang dengan mengakomodasi semua kepentingan sehingga tercipta satu keputusan yang disepakati bersama dan dapat dijalankan oleh seluruh peserta yang mengikuti musyawarah.
Ciri-Ciri dan Tujuan Musyawarah
1. Ciri-Ciri Musyawarah
Musyawarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Dilakukan berdasarkan atas kepentingan bersama.
Hasil keputusan musyawarah dapat diterima dengan akal sehat dan sesuai hati nurani.
Pendapat yang diusulkan dalam musyawarah mudah dipahami dan tidak memberatkan anggota musyawarah.
Mengutamakan pertimbangan moral dan bersumber dari hati nurani yang luhur.
2. Tujuan Musyawarah
Dalam bermusyawarah ada tujuan yang harus dihasilkan atau diputuskan, yaitu:
Mendapatkan kesepakatan bersama sehingga keputusan akhir yang diambil dalam musyawarah dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua anggota dengan penuh rasa tanggung jawab.
Menyelesaikan kesulitan dan memberikan kesempatan untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang sehingga keputusan yang dihasilkan sesuai persepsi dan standar anggota musyawarah. Keputusan yang diambil dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pemikiran, pendapat, dan ilmu dari para anggotanya.
Manfaat dari musyawarah, di antaranya:
Melatih untuk mengemukakan pendapat.
Masalah dapat segera terpecahkan.
Keputusan yang dihasilkan mempunyai nilai keadilan.
Hasil keputusan yang diambil menguntungkan semua pihak.
Dapat menyatukan pendapat yang berbeda.
Adanya kebersamaan.
Dapat mengambil kesimpulan yang benar.
Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan.
Menghindari celaan.
Terciptanya stabilitas emosi.
Prinsip-prinsip dalam Musyawarah
Proses musyawarah tidak dilakukan dengan begitu saja, melainkan harus memiliki pedoman yang wajib ditaati saat melakukan musyawarah. Prinsip-prinsip tersebut, antara lain:
Musyawarah bersumber pada paham sila keempat Pancasila.
Setiap keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila serta UUD 1945.
Setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengeluarkan pendapat.
Setiap keputusan, baik sebagai hasil mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak harus diterima dan dilaksanakan.
Apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai dan telah diupayakan berkali-kali maka dapat digunakan cara lain yaitu dengan pengambilan suara terbanyak (voting).
5. Contoh Musyawarah
Dalam Keluarga
Musyawarah pembagian tugas bersih-bersih rumah, musyawarah menentukan tempat rekreasi, dan lain-lain.
Dalam Lingkungan Sekolah
Musyawarah pemilihan ketua dan wakil OSIS, musyawarah mengadakan lomba, pemilihan ketua kelas, dan lain-lain.
Dalam Lingkungan Masyarakat
Pembentukan panitia ulang tahun desa, musyawarah pembagian siskamling, musyawarah perbaikan jalan desa, dan lain-lain.
Dalam Lingkungan Negara
Rapat anggota DPR, musyawarah merumuskan undang-undang, dan lain-lain