Bullying Matikan Optimisme pada Anak

Rabu, 19 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis : Noviatussa’diyah
Universitas Muhammadiyah Malang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Detikkasus.com | Permasalahan sederhana bisa menimbulkan dampak besar apabila tidak segera ditangani dan dianggap sebagai hal yang wajar. Bullying salah satunya, merupakan tindakan sekelompok orang dengan cara kekerasan dan bermaksud untuk melukai, melecehkan, ataupun merendahkan harga diri seseorang. Mirisnya tindakan ini justru banyak terjadi di kalangan masyarakat terutama pada tingkat sekolah. Tidak jarang terdapat korban yang mengalami trauma, luka-luka, dan bahkan dorongan untuk mengakhiri hidup. Hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata atau dianggap remeh. Selain melukai perasaan antar sesama mausia, tindakan bullying juga bisa dianggap sebagai wujud merendahkan martabat dari seseorang. Sulit mengetahui tindakan ini karena korban biasanya lebih memilih untuk diam. Beberapa tindakan bullying yang dilakukan seperti kekerasan mental, kekerasan fisik, atau keduanya.
Kasus bullying belakangan terulang kembali dan menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. Audrey sebagai korban mendapatkan banyak empati dari masyarakat melalui media sosial. Ia dikeroyok oleh 12 orang siswi SMA. Tindakan yang mereka lakukan pada Audrey disulut oleh masalah percintaan remaja. Sangat disayangkan jika pola berfikir pelajar saat ini justru mengarah pada hal-hal negatif. Belum lagi kasus-kasus serupa yang lalu, atau bahkan yang tidak sempat tersentuh media. Permasalahan seperti ini sudah saatnya diberi perhatian khusus.
Anak yang menjadi korban bullying tentunya akan mengalami perubahan tingkah laku dari biasanya. Ia akan berubah menjadi anak yang pendiam, hilang rasa percaya diri dan semangat hidupnya. Bahkan ada juga yang suka marah-marah terhadap dirinya sendiri, karena ia merasa tidak bisa menjadi pribadi yang baik dan sempurna sehingga ia menjadi korban bullying. Tak jarang juga korban bullying memiliki rasa dendam terhadap pelaku bullying sehingga mengakibatkan emosi dan jiwa si korban tidak bisa terkontrol dengan baik. Dengan adanya rasa dendam tersebut bisa mengakibatkan korban akan menjadi pelaku juga kepada orang lain atau bahkan kepada pelaku yang telah melukai dirinya suatu saat nanti.
Traumatis, tentu saja sudah dialami oleh korban. Ia tidak akan berani menceritakan hal tersebut kepada siapapun bahkan kepada guru atau orang tuanya sendiri. Karena secara psikis mereka sudah terganggu dengan adanya tekanan yang menjatuhkan harga diri korban. Selain itu mereka juga akan mengalami depresi yang nantinya akan mempengaruhi konsentrasi anak terhadap perkembangan akademiknya. Dengan adanya bullying tersebut korban akan merasa tidak ada yang dapat mengerti dirinya, tidak ada yang dapat menerima kehadiran dirinya sehingga mengakibatkan korban merasa sulit untuk bersosialiasi terhadap lingkungan. Hal tersebut sudah sangat jelas mengganggu perkembangan psikis anak. Mereka akan menjadi anak yang tidak mempunyai optimisme tinggi serta sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar untuk mendapatkan berbagai macam informasi guna mengembangkan kualitas yang ada pada dirinya.
Beberapa kasus bullying yang marak terjadi bisa diakibatkan karena kurangnya perhatian dan kasih sayang yang diberikan keluarga kepada pelaku bullying. Hal tersebut menimbulkan pola pikir anak untuk mencoba hal dan kehidupan yang baru seperti melalui geng sekolah, geng motor, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dsb. Dari sana anak akan merasakan kehidupan yang penuh dengan kasih sayang dari suatu komunitas atau teman sebaya dan mengakibatkan anak menjadi salah pergaulan dengan melakukan segala tindakan yang tidak baik dan merugikan banyak orang. Lantas kalau sudah begitu siapa yang harus disalahkan ?
Kurangnya perhatian keluarga tidak hanya melahirkan pelaku bullying akan tetapi juga akan melahirkan korban bullying. Kenapa bisa begitu ?. Tentunya hal tersebut sudah sangat jelas, misalkan saja pada anak yang mengalami broken home, mereka akan menjadi korban bullying oleh teman-temannya yang memiliki keluarga utuh dan harmonis. Segala caci maki, dipandang sebelah mata sudah pasti akan mereka terima. Karena kebanyakan dari masyarakat menilai bahwa anak yang mengalami broken home akan membawa dampak negatif bagi lingkungan. Kejiwaan dari si anak sudah jelas sangat terganggu dan akan menimbulkan efek yang fatal apabila tidak segera ditangani. Tidak semua anak dapat melewati dan menerima segala cacian yang diberikan kepadanya.
Memiliki rasa untuk berkuasa juga bisa menjadi faktor terjadinya bullying. Pelaku akan menunjukkan kekuasaannya dengan cara menindas yang lemah hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain bahwa dirinyalah yang berkuasa. Semakin korban melakukan perlawanan, maka semakin menjadi-jadi pelaku untuk melakukan bullying. Hal tersebut bisa terjadi karena pelaku merasa korban tidak mau menuruti dengan segala keinginannya dan pelaku tidak bisa lagi bersikap sebagai penguasa. Apabila pelaku merasa berhasil terhadap tindakannya tersebut, ia akan merasa senang dan lega.
Maka dalam penanganan kasus ini diperlukan dukungan dan peran dari beberapa pihak. Peran keluarga tentunya menjadi peran yang utama dan sangat penting. Karena bagaimana pun keluarga menjadi pendidikan pertama yang menghasilkan tingkah laku dan sifat anak terbentuk dengan baik, apabila keluarga mampu mendidik dan memberi kasih sayang dengan sepenuh hati. Orang tua harus mampu menjadi pelindung dan memberi rasa aman anak dari terjadinya kasus bullying bukan malah menjerumuskan anak terhadap kasus tersebut atau bahkan sampai menjadi pelaku dari adanya kasus tersebut. Sebagai orang tua juga harus bisa memberikan pengetahuan dan pendidikan yang positif terhadap anak dengan mengikuti segala perkembangan yang terjadi pada anak. Tentunya pencegahan kasus ini tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada orang tua. Di sekolah, guru juga harus bisa memberikan perhatian dan pengawasan yang lebih terhadap siswanya sehingga tidak terjadi adanya geng di sekolah. Selain kedua peran tersebut, peran masyarakat sekitar juga harus diperhatikan. Sebagai masyarakat yang baik, kita harus bisa menanamkan sikap kasih sayang dan saling menghargai satu sama lain.

Baca Juga:  Menghargai Atau Menghancurkan Masa Depan

Berita Terkait

SAPA “Fauzan Adami”, Menyampaikan Keprihatinannya Terhadap Fenomena Keterlibatan Oknum PNS.
Dugaan Sistem Management Rumah Sakit Umum PT Cut Mutia Medica Nusantara Regional 1 Langsa.
Hasil Pekerjaan Proyek Pengaspalan Peningkatan Jalan Damai Gampong Baroe
Dit-Samapta Polda Aceh, Kembali Bagi Sembako Dalam Kegiatan “Jum’at Berkah”
Waka Polda Aceh, Hadiri Peringatan Maulid Raya Dan Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh
Menag Sindir Rektor Doyan Dinas Ke Luar Kota Jadi Pendengar Dan Tidur : YARA Langsa Periksa SPPD Rektor IAIN Langsa
Sat-Gas-Sus Pencegahan Korupsi Polri Gencarkan Sosialisasi Antikorupsi Di Daerah-Daerah
POLU Melalui Membuka Klinik Terbesar Korea Selatan, Oracle Dermatology Korea Di Indonesia

Berita Terkait

Minggu, 17 November 2024 - 00:39 WIB

SAPA “Fauzan Adami”, Menyampaikan Keprihatinannya Terhadap Fenomena Keterlibatan Oknum PNS.

Minggu, 17 November 2024 - 00:38 WIB

Dugaan Sistem Management Rumah Sakit Umum PT Cut Mutia Medica Nusantara Regional 1 Langsa.

Minggu, 17 November 2024 - 00:37 WIB

Hasil Pekerjaan Proyek Pengaspalan Peningkatan Jalan Damai Gampong Baroe

Minggu, 17 November 2024 - 00:36 WIB

Dit-Samapta Polda Aceh, Kembali Bagi Sembako Dalam Kegiatan “Jum’at Berkah”

Minggu, 17 November 2024 - 00:35 WIB

Waka Polda Aceh, Hadiri Peringatan Maulid Raya Dan Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh

Berita Terbaru