BPK: Hampir 1 Triliun Dana Bansos Hilang, FWJ Sebut Ini Negara Para Koruptor

Minggu, 10 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Detikkasus.com, | Jakarta,-

Carut marutnya bantuan sosial yang diperuntukan masyarakat yang terdampak maupun untuk warga miskin secara faktanya sangat tidak merata baik penyaluran bansos di tingkat pemerintah daerah maupun pusat. Hal itu tentunya menjadi permasalahan serius. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan masalah bantuan sosial. Setelah diperisa, BPK menemukan potensi kerugian negara yang lumayan besar. Yakni mencapai hampir Rp. 1 triliun atau tepatnya Rp. 843,7 miliar.

Pemeriksaan itu berdasarkan atas pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam penyaluran bansos selama 2018 hingga kuartal III 2019 pada Kementerian Sosial (Kemensos) hingga instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.

“Bansos tidak tepat sasaran. Data kita sangat lemah. Data kemiskinan yang dipakai adalah data TNP2K 2014. Pemutakhiran STKS ini diserahkan kepada masing-masing Pemda yang memiliki kepentingan melayani rakyatnya. Seharusnya dilakukan setiap enam bulan,” kata Anggota BPK Achsanul Qosasi dalam Twitternya seperti dikutip kumparan, Jumat (8/5/2020).

Baca Juga:  Di Masa Karantina, Pemda Hendaknya Tidak Melupakan Wartawan

Dikatakannya, dari 514 kabupaten/kota, hanya ada 29 kabupaten yang tertib melakukan pembaharuan data per enam bulan, dan sisanya masih menggunakan data yang ada sebelumnya, dan berdampak pada penerima bansos menjadi tidak tepat sasaran. Ada 20 juta lebih Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bansos. Di antaranya, pelaksanaan verifikasi dan validasi belum memadai dalam menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bansos. Kemensos dinilai memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksanaan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh Pemda.

Selain itu, Kemensos juga belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Akibatnya, DTKS yang ditetapkan Kemensos sebagai dasar penyaluran program bansos menjadi kurang akurat, kesimpangsiuran manfaat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang tidak terdistribusi sehingga KPM tidak bertransaksi pada penyaluran Bantuan Sosial Pangan Nontunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Baca Juga:  Kapolda Lampung menghadiri Rapim TNI - Polri di mabes TNI Cilangkap 28 Januari 2020

Hal tersebut menimbulkan mekanisme feedback permasalahan penyaluran BPNT dan PKH dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada Kemensos juga belum diatur. Bahkan ia merinci sebanyak 891.990 KKS tidak dapat didistribusikan kepada KPM BPNT, dengan sisa saldo sebesar Rp 449,9 miliar. Selanjutnya, saldo realisasi BPNT yang tidak dipergunakan oleh 387.936 KPM sebesar Rp 311,04 miliar. Meski demikian, Achsanul menjelaskan, sebagian potensi kerugian negara tersebut sudah dikembalikan ke kas negara.

Sementara pemerhati kebijakan penyaluran bansos dan juga ketua umum Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Mustofa Hadi Karya yang disapa Opan ini melalui siaran pers nya di Jakarta, Minggu (10/5/2020) menilai kurangnya kontrol dan pengawasan dari lembaga non struktural pemerintah dalam penerapan pencocokan pendataan penerima bansos, dan penyalurannya yang tidak melibatkan berbagai unsur.

Baca Juga:  Dandim 0824 Jember Apelkan Peserta Senam Yang Akan Gladi Senam Gemu Fa Mire

Ia juga menyebut besarnya dana bantuan sosial telah menjadi ajang pencitraan individu maupun kelompok tertentu dengan memanfaatkan dana bansos. “Alih-alih bantuan sosial, tapi faktanya digunakan sebagai pencitraan para pemangku jabatan. Wong itu dana Negara untuk rakyat Indonesia, pemerintah mana punya duit, apalagi para pejabatnya, untuk mengeluarkan kocek pribadinya ajah mereka mikir 1000 kali. “Beber Opan.

Opan menuding para oknum pemangku jabatan pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah adalah sampah yang harus dibersihkan. Pasalnya, gegara ulah mereka, maka rakyat menjadi kelaparan dan sulit untuk memenuhi kehidupannya. “Ini realita loh ya, pandemi covid-19 ini bikin rakyat melarat, banyak yang di PHK dan banyak juga yang mati kelaparan, sedangkan mereka para oknum pejabat berpesta pora menghabiskan dana rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Itu kita bisa menyebutnya Negara yang dihuni para pejabat korup. “Pungkasnya.[]**red

Berita Terkait

Nurul Alfida Fakultas Hukum UBB Angkat Bicara Soal Pengamen Di Jalanan
“Mengapa Pernikahan Dini Masih Marak?” Sebuah Pertinjauan terhadap Remaja dan Masyarakat Indonesia
Kepengurusan DPK Maliku, Sektor Desa Talio & Sektor Desa Dandang Resmi di Kukuhkan DPD Fordayak Pulang Pisau
SAPA “Fauzan Adami”, Menyampaikan Keprihatinannya Terhadap Fenomena Keterlibatan Oknum PNS.
Dugaan Sistem Management Rumah Sakit Umum PT Cut Mutia Medica Nusantara Regional 1 Langsa.
Hasil Pekerjaan Proyek Pengaspalan Peningkatan Jalan Damai Gampong Baroe
Dit-Samapta Polda Aceh, Kembali Bagi Sembako Dalam Kegiatan “Jum’at Berkah”
Waka Polda Aceh, Hadiri Peringatan Maulid Raya Dan Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 17 November 2024 - 12:25 WIB

Nurul Alfida Fakultas Hukum UBB Angkat Bicara Soal Pengamen Di Jalanan

Minggu, 17 November 2024 - 11:57 WIB

“Mengapa Pernikahan Dini Masih Marak?” Sebuah Pertinjauan terhadap Remaja dan Masyarakat Indonesia

Minggu, 17 November 2024 - 11:09 WIB

Kepengurusan DPK Maliku, Sektor Desa Talio & Sektor Desa Dandang Resmi di Kukuhkan DPD Fordayak Pulang Pisau

Minggu, 17 November 2024 - 00:39 WIB

SAPA “Fauzan Adami”, Menyampaikan Keprihatinannya Terhadap Fenomena Keterlibatan Oknum PNS.

Minggu, 17 November 2024 - 00:37 WIB

Hasil Pekerjaan Proyek Pengaspalan Peningkatan Jalan Damai Gampong Baroe

Berita Terbaru