Detikkasus.com | Allah Menganugerahkan kepada hambanya keimanan dan ketakwaan, Kekayaan dan kecukupan hidup, hendaknya tidak menjadi kendala seseorang untuk bertakwa.
TONTON VIDEONYA: “Barangsiapa Memperhatikan Orang Yang Dilanda Kesusahan, Maka Allah Akan Menaungi Dirinya Pada Hari Kiamat”
https://youtu.be/wrIZAFRounU
Iman dan takwa merupakan suatu bentuk nikmat dan karunia Allah semata, oleh karena itu, pemberian riski sedikit, harus disyukuri dan kita dirasakan cukup, itu lebih baik daripada banyak tetapi masih menganggapnya selalu kekurangan.
Sehingga tidaklah berfaidah limpahan nikmat dan banyaknya harta bagi orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah.
Ingatlah, kekayaan tidak disebabkan harta yang melimpah.
Kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan yang terdapat pada jiwa. Yaitu jiwa yang selalu qana’ah dan menerima dengan lapang dada setiap pemberian Allah kepadanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang telah berserah diri, diberi kecukupan rizki dan diberi sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya”. [HR Muslim].
Dengan sifat qana’ah ini, seorang muslim harus bisa menjaga dalam mencari rizki atau mata pencaharian. Ketika bermu’amalah dalam mencari penghidupan, jangan sampai melakukan tindak kezhaliman dengan memakan harta orang lain dengan cara haram. Inilah kaidah mendasar yang harus kita jadikan barometer dalam bermu’amalah. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” [an Nisaa/4 : 29].
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”. [al Baqarah/2 : 188].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan :
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ
“Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, harga dirinya, dan hartanya”. [HR Muslim].
Lihatlah contoh pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallm. Ketika menjual seorang budak kepada al ‘Adda`, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuliskan : “Ini adalah yang telah dibeli al ‘Adda` bin Khalid bin Haudhah dari Muhammad Rasulullah.
Dia telah membeli seorang budak tanpa cacat yang tersembunyi. Tidak ada tipu daya maupun rekayasa,” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan : “Inilah jual beli muslim dengan muslim yang lainnya”.
Begitulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh etika jual beli sesama muslim, dengan mengadakan akad secara tertulis, dan tidak ada unsur dusta.
Namun para pemburu dunia yang tamak, telah menempuh jalan menyimpang dalam mencari harta. Mereka lakukan dengan cara batil, melakukan tipu daya, memanipulasi, dan mengelabuhi orang-orang yang lemah. Bahkan ada yang berkedok sebagai penolong kaum miskin, tetapi ternyata melakukan pemerasan, memakan harta orang-orang yang terhimpit kesusahan, seolah tak memiliki rasa iba dan belas kasih.
Berbagai kedok ini, mereka namakan dengan pinjaman lunak, gadai, lelang, atau yang lainnya. Kenyataannya, bantuan dan pinjaman tersebut tidak meringankan beban, apalagi mengentaskan penderitaan, tetapi justru lebih menjerumuskan ke dalam jurang penderitaan, kesusahan dan kemiskinan. Benarlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, dari jalan halal ataukah (yang) haram”. [HR Bukhari]
Kita menyaksikan pada masa ini, betapa menjamurnya usaha-usaha yang diharamkan agama, seperti bandar perjudian, praktek perdukunan, para wanita tuna susila, hasil perdagangan dari barang-barang yang diharamkan semisal khamr, rokok dan narkoba, hasil pencurian dan perampokan, tidak jujur dalam perdagangan dengan penipuan dan mengurangi timbangan, memakan riba, memakan harta anak yatim, korupsi, kolusi. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita :
فَوَالهِt مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah, bukanlah kefaqiran yang aku takutkan menimpa kalian. Akan tetapi, yang aku takutkan adalah terbukanya dunia bagi kalian, sebagaimana telah terbuka bagi umat-umat sebelum kalian. Sehingga kalian akan berlomba-lomba, sebagaimana mereka telah berlomba-lomba.
Para pelaku kezhaliman akan mengalami kebangkrutan di akhirat. Meskipun ia membawa pahala begitu banyak yang dikumpulkan ketika di dunia, namun pahala-pahala yang telah berhasil ia himpun sewaktu di dunia, akan dialihkan kepada orang-orang yang pernah dia zhalimi. Jika pahalanya telah habis sementara kezhaliman yang ia lakukan belum bisa tertutupi, maka dosa orang-orang yang dia zhalimi dialihkan kepada dirinya, sehingga dia terbebani dengan dosa orang-orang yang ia zhalimi tersebut, sehingga ia pun bangkrut tanpa pahala. Dan akhirnya dilemparkan ke dalam api neraka. Wal ‘iyyadzu billah.
Lihatlah sekarang ini, begitu banyak orang-orang yang pintar namun licik dengan memakan harta orang lain. Bahkan ada di antaranya yang mempermasalahkan dan membawanya ke hadapan hakim. Ditempuhlah berbagai cara, supaya bisa mendapatkan harta yang bukan menjadi haknya. Padahal, barangsiapa mengambil bagian hak milik orang lain, maka hakikatnya dia telah mengambil bagian dari bara api neraka.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
“Barangsiapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan baginya surga,” maka salah seorang bertanya,”Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Ya, meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).”[HR Muslim]
Sungguh, celakalah orang-orang yang berbuat zhalim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan.
أَعْطُوا اْلأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berilah upah kepada para pegawai sebelum kering keringatnya”. [HR Ibnu Majah].
Bahwa usaha yang haram tidak akan menghasilkan, kecuali kebinasaan. Suap demi suap makanan yang didapat dari jalan haram, akan menurunkan harga diri kita di masyarakat. Sebaliknya, usaha yang baik dan halal, walaupun sedikit, akan menjadi pahala dan tabungan yang selalu bertambah tidak terputus di akhirat dan berbarakah.
Dalam kehidupan, terkadang kita tidak bisa dipisahkan dengan apa yang disebut dengan hutang, disebabkan adanya keperluan tertentu. Meski demikian, sebaiknya kita menjauhi dan menghindari hutang, kecuali keadaan telah memaksanya, karena adanya hajat mendesak, yang tak mungkin kecuali harus dengan menempuh hutang. Karena seorang yang berhutang, ia akan selalu dalam keadaan tertawan, sampai dia melunasi hutangnya.
Dikisahkan, ada seseorang yang bertanya di hadapan Rasulullah :
يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ فَقَالَ رَسُولُ الهِa صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَم قَالَ لِي ذَلِكَ
“Wahai, Rasulullah. Bagaimana menurut engkau bila aku terbunuh fi sabilillah, apakah dosa-dosaku terhapuskan?” Maka Rasulullah menjawab: “Tentu, bila engkau bersabar dan hanya mengharapkan pahala, terus melangkah maju dan tidak surut mundur, kecuali jika engkau mempunyai hutang. Sesungguhnya Jibril telah mengatakan yang demikian itu kepadaku”. [HR Muslim]
Melihat betapa besarnya pengaruh dan akibat yang akan ditanggung oleh orang yang berhutang, maka semestinya kita memiliki kepedulian. Karena, barangsiapa bisa membantu orang yang sedang dalam kesusahan, ikut meringankan beban yang ditanggungnya, memberikan tempo atau bahkan membebaskan orang yang terlilit hutang, maka Allah akan menaungi dirinya pada hari Kiamat. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ الهُk فِي ظِلِّهِ
“Barangsiapa Yang Memperhatikan Orang Yang Dilanda Kesusahan, Maka Allah Akan Menaungi Dirinya Pada Hari Kiamat” (PRIYA).
Jejak-kasus.com | Fakta dan Akuntabel.
1. Detikkasus.com
2. Sidakkasus.com
3. Beritacybercrime.com
4. Radarbangsa.co.id
5. www.jejakkasus.info
6. Beritapolisi.id
7. Mediasaberpungli.com
8. Jejak-Kasus.com
9. jejakkasusjabar.com
Alamat Redaksi: Jalan Mangga Rt, 01 – Rw, 01 Gajah – Ngembeh – Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, Propinsi Jawa Timur – Indonesia, Telp Wa Pengaduan Redaksi: 082243319999
Email : harianjejakkasushebat@yahoo.com