Detikkasus.com|JATENG & DIY
SEMARANG- PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentral Kredit Kecil Semarang, digugat oleh Soegihartono yang merupakan nasabah yang terdaftar pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), hal ini sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kredit Usaha Rakyat Kecil BNI Nomor: 229/ SMC/PK-KMK-KUR/2021, yang mana pengugat adalah selaku Debitur.
Bahwa dalam Perjanjian kredit usaha rakyat kecil BNI Nomor: 229/ SMC/PK-KMK-KUR/ 2021
, pengugat mengunakan fasilitas kredit yang disediakan oleh pihak tergugat (Bank Negara Indonesia) dengan kredit maksimum Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), jenis kredit yang di sediakan adalah jenis/bentuk kredit BNI Kredit usaha Rakyat (KUR) / Kredit modal kerja Aflopend dengan agunan pokok dan bunga sebesar Rp.11.742.515 (sebelas juta tujuh ratus empat puluh dua ribu lima ratus lima belas rupiah) dengan tarif bunga 6% efektif anuitas per tahun, yang mana dana tersebut di gunakan pengugat untuk tambahan modal usaha perdagangan keramik dan bahan bangunan milik pengugat.
Kepada awak media Penasehat Hukum (PH) pengugat dari Angga Kurnia Anggoro, SH. C.T.L & Associated yang diwakili oleh advokat Angga Kurnia Anggoro, S.H., Dian Setyo Nugroho,S.H., Saifudin Ramadhan,S.H., Lingga Kurnia Asmoro, S.H. menjelaskan,
Gugatan klien kami sudah masuk di Pengadilan Negeri Semarang nomor perkara 445/pdt.G/2023/PN Smg , jenis perkara Perbuatan Melawan Hukum pihak tergugat PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Cq Kantor Cabang Wilayah PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk Jawa Tengah, Cq Kantor Cabang PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk Semarang,
Bahwa klien kami saudara Soegihartono awal perkara timbul merupakan debitur sejak tahun 2021, dengan perjanjian Kredit KUR senilai 500 jt dengan angsuran 11 jt, bunga 6%, jaminan pokok awalnya persedian bahan bangunan dan keramik jadi fidusia, selanjutnya ada jaminan tambahan berupa tanah seluas 2.500 m2 terletak di kabupaten semarang, pada saat Covid klien kami mengalami kendala keuangan, akhirnya muncul surat Afiliasi dari pihak bank BNI untuk memotongkan gaji klien kami dari tempat debitur berkerja melalui Auto debet, yang berlangsung secara terus menerus, dan belum pernah dilakukan Restrukturisasi, artinya klien kami semestinya masih sebagai debitur aktif, karena seluruh gaji dan tunjangan kerja di potong oleh auto debet dari bank BNI, terang Angga.
Lanjut Angga, sekitar bulan februari klien kami menerima surat pemberitahuan lelang, untuk penyelamatan asset, klien kami mengajukan perlunasan dan di halang-halangi, dengan alasan sudah diterbitkan surat pemberitahuan lelang, disisi lain auto debet jalan terus untuk angsuran, akhirnya klien kami mengajukan gugatan, target kami menunda jangan sampai terjadi lelang, sehingga diijinkan melakukan perlunasan sisa pinjaman, dan mengambil kembali sertifikat yang dijadikan agunan di BNI, karena sampai saat ini klien kami masih auto debet dari gaji nya, ungkap Angga
“Klien kami ini bukan wanprestasi karena selama ini auto debet masih terus terjadi setiap bulan dari gajinya, inilah alasan klien kami melakukan gugatan, yang menjadi janggal kenapa sebagai debitur aktif yang setiap bulan masih di ambil gajinya secara auto debet dinyatakan wanprestasi. Apakah bisa di nyatakan wanprestasi karena lalai atau tidak melakukan kewajibannya? Rekening debitur di auto debet tiap bulan lho, dan itu sesuai surat afiliasi yang dimintakan oleh BNI ke tempat debitur bekerja agar dipotong gajinya, apakah layak dinyatakan Debitur wanprestasi? Bagaimana bisa debitur lalai kalau di rekeningnya auto debet, kalau dinyatakan wanprestasi selama ini gajinya di debet untuk bayar apa dong? Sedangkan dalam pasal 1234 KUH perdata mengatur “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.,
Apakah pantas Debitur kehilangan asset padahal Debitur secara auto debet masih menjalankan kewajibannya, dalam hal ini klien kami juga dilindungi haknya sebagaimana diatur uu perlindungan konsumen juga uu perbankan Pasal 49 (1), ungkapnya
“Perlu dipertimbangkan juga bahwa Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Kominte Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Pasal 1 ayat (1), Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 5, sebagai implikasi dari Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa: ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
Sebagai penghubung dan/atau regulator dari beberapa Kementerian dan Instansi di luar kementerian guna kepentingan kesejahteraan rakyat dan tidak hanya mencari keuntungan belaka, disini sudah sangat jelas, Ucap Angga
“Makna yang terkandung dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 tersebut sangat dalam yakni system ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak berbasis persaingan serta asas yang sangan individualistic”
Dari pasal- pasal diatas sangat jelas klien kami mengalami 4 kerugian yakni yang pertama: Bunga Kur merupakan Subsidi dari pemerintah yang mana diambilkan dari pajak, yang mana klien kami juga merupakan wajib pajak yang taat. Kerugian yang Kedua selama ini Klien kami sudah dipotong auto debet yang total lebih kurang sebesar Rp. 78 jt. Kerugian yang ketiga dari lelang tersebut pihak bank mendapat Asuransi dan pengembalian. Dan Kerugian yang ke Empat adalah bahwa nilai Appraisal tanah senilai 1,7 M hanya dilelang senilai 900 jt , sehingga jauh dari nilai tanah yang seharusnya.
Dalam hal ini kenapa pihak Bank BNI terlalu tergesa-gesa atau terburu-buru (prematur) melakukan lelang sehingga merugikan klien kami, sedangkan dalam kasus ini belum dilakukan gugat wanprestasi, terang Angga
“Dari sini sangat jelas dan menjadi pertanyaan dimana uang tersebut?, ini harus dijawab dan mendapat klarifikasi oleh pihak Bank BNI, karena terkesan pihak Bank mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat, Pungkas Angga
(Red)