Penulis : Putri Intan Pitaloka (Mahasiswi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang).
Detikkasus.com | Tiga kota Kalimantan Timur (Kaltim) terendam banjir selama sepekan terakhir atau sejak perayaan hari pertama Idul Fitri lalu. Curah hujan yang tinggi ini merendam Kota Samarinda,Bontang,dan sebagian Kutai Kartanegara,dengan ketinggian air maksimal 130 centimeter. Banjir masih melanda hingga saat ini, Jum’at (14/06/2019). Hingga kini, Pemerintah setempat memberikan peringatan dini kepada warga Samarinda untuk terus waspada hujan deras di sertai angin kencang dan kilat atau petir di wilayah Samarinda terutama pagi hingga siang hari. Selain itu, masa tanggap darurat pun diperpanjang hingga tanggal 21 Juni 2019.
Kota Samarinda sudah biasa terjadi dan kerap dianggap sebagai Kota langganan dengan bencana banjir,setiap kali hujan datang. Air yang merendam ratusan rumah di Ibu Kota Provinsi Kaltim ini merupakan limpasan Sungai Mahakam yang sering kali meluap. Banyak warga yang merasa rugi dengan bencana banjir ini,mulai dari harta benda yang hilang dan hal ini juga yang memicu terhambatnya aktifitas masyarakat. Sementara itu, warga Bontang berjarak (±) 128 kilometer dari Samarinda pun tertimpa masalah yang sama. Tingginya curah hujan menenggelamkan puluhan rumah warga, bahkan ketinggian air mencapai ketinggian dada pria dewasa terjadi di Kelurahan Telihan Kecamatan Bontang Barat. Banyak warga yang mengungsi di masjid, sekolah atau perkantoran yang tidak terendam banjir
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menuding kegagalan Pemerintah Kota/Kabupaten maupun Provinsi. Banjir merupakan imbas dari obral izin adanya pertambangan yang di Kota/Kabupaten dan kini diteruskan Provinsi. Jatam Kaltim mengingatkan, konsekuensi negatif eksploitasi masif tambang bagi keberlangsungan lingkungan. Selama bertahun-tahun, Jatam Kaltim bersuara lantang menentang industri tambang di kota/kabupaten. Mereka mencatat ada 1.404 izin, 632 lubang tambang ditambah 34 korban tewas tenggelam. Bencana kali ini pun jadi imbas kerusakan lingkungan Kaltim, bahkan banjir relatif lebih besar melanda tiga kota dalam kurun waktu bersamaan.
Kerusakan lingkungan terparah terjadi di Samarinda di mana 71 persen wilayah beralih fungsi menjadi tambang. Pemkot Samarinda meninggalkan warisan 76 izin dan 300 lubang galian tambang. Banjir semakin parah dimana hujan deras pun terjadi di Tenggarong Seberang, berbatasan langsung Samarinda. Area ini saja terdapat 43 izin tambang di Muara Badak dan Marang Kayu Kukar. Kabupaten Kukar turut menyumbang 625 izin tambang seluas 2 juta hektare. Jatam Kaltim mencatat Kutai Kertanegara dan Samarinda sebagai daerah terparah kerusakan lingkungan akibat tambang. Sedangkan Bontang, baru pertama kali ini mengalami banjir besar. Meskipun demikian, Bontang pun menerbitkan 7 izin tambang dimana dua diantaranya adalah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Ada dua perusahaan pemegang kontrak karya. Dua perusahaan PKP2B ini memiliki area izin konsesi puluhan ribu hectare, bila sekarang Bontang juga terkena banjir dapat dipastikan hal ini akibat dari adanya tambang. Jatam menyatakan, 12,7 juta hektare atau 72 persen area Kaltim beralih fungsi menjadi area tambang dan kebun kelapa sawit. Sementara sektor pertanian hanya seluas 69 ribu hektare atau 1 persen dari total wilayahnya. Sehubungan itu, Pradharma mendesak Pemprov Kaltim secepatnya merumuskan peraturan daerah (Perda) pemulihan pasca tambang. Aturan ini jadi landasan hukum perusahaan melaksanakan reklamasi dan pemulihan lingkungan. Jatam Kaltim sudah lama mengusulkan perumusan perda ini agar bisa ditindak lanjuti provinsi, namun usulan ini langsung memperoleh penolakan dari DPRD Kaltim.
Penyebab lain dari bencana banjir ini yakni adanya penumpukkan sampah oleh masyarakat dan jumlah sampah rumah tangga yang terus meningkat tiap per tahunnya. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya Good Governance (suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggung jawabkan secara bersama, konsep ini mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggung jawabkan secara bersama). Pemerintah kurang memperdulikan ataupun bahkan melakukan penanganan sampah yang telah menjadi momok tiap tahun.
Bencana ini akhirnya mengundang simpati perusahaan-perusahaan dengan turut mengirimkan bantuan. PT.Pertamina merupakan salah satu yang langsung mengirimkan bantuan sembako dan gas elpiji di dapur umum warga. Selain itu, Pertamina juga memperhatikan distribusi BBM dan gas elpiji selama terjadinya banjir. Pertamina memprioritaskan daerah daerah paling terdampak bencana di Kaltim.
Banjir di Samarinda mulai berangsur surut, tetapi timbul masalah baru yang dampaknya sudah dirasakan masyarakat, seperti penyakit diare, gatal-gatal dan kesulitan mendapatkan bahan makanan . Sementara itu tim medis terus memberikan pelayanan kesehatan kepada korban banjir di lokasi pengungsian. Gubernur Kaltim pun akan memberikan bantuan dana Rp. 2,5 Miliar untuk penanganan korban banjir di Kota Samarinda. Bantuan dana yang nantinya dikelola oleh BPBD Kaltim untuk membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari, membeli berbagai macam obat-obatan. Kemudian membantu petugas dalam penanganan banjir maupun fasilitas untuk sarana dan prasarana pendukung lain guna meringankan beban masyarakat yang terkena musibah banjir.