Argentina Surplus, Indonesia Defisit

Kalimantan Barat |Detikkasus.com -Negeri kaya yang nyaris jatuh miskin, sekarang, dengan presidennya yang nyentrik. Mulai membuat negaranya bangkit lagi. Yok, kita bahas argentina sambil seruput kopi di temani kue keranjang.

Argentina, negeri tango. Maradona, dan sekarang. Surplus anggaran. Ya, mereka berhasil. Surplus, untuk pertama kalinya dalam satu dekade. Bagaimana caranya?, gampang. Pecat 30 ribu pegawai negeri, hentikan proyek-proyek megah. Potong subsidi, Voilà! Surplus 1,76 triliun peso (atau sekitar Rp.27,3 triliun). Menganga di depan mata, Presiden javier milei. Sang “penyelamat”, dengan bangga berkoar. “Defisit nol, adalah kenyataan!”.

Baca Juga:  Harkonas, LPK Nusantara Indonesia (LPKNI) Bagikan Kalender untuk Konsumen Cerdas

Tapi, tunggu dulu. Apa benar ini solusi? Atau hanya ilusi sementara yang dibayar dengan ribuan orang kehilangan pekerjaan? Mari kita lihat lebih dekat. Argentina, dengan gaya slash and burn-nya, memangkas habis pengeluaran. Proyek infrastruktur? Stop. Transfer ke provinsi? Hapus. Subsidi energi? Potong. Pensiun? Kurangi. Hasilnya? Surplus. Tapi di balik itu, ada ribuan orang yang tiba-tiba menganggur, ekonomi lokal yang tercekik, dan ketidakpuasan sosial yang menggelegak. 

Sementara itu, di indonesia, defisit anggaran 2025 diprediksi mencapai 2,53% hingga 2,82% dari PDB. Angka yang jauh lebih besar dari target awal. Kenapa? Karena ada program baru, makan bergizi gratis. Ya, program mulia yang tentu saja butuh biaya besar. Tapi, apakah ini salah? Tidak juga. Toh, rakyat butuh makan. Tapi, bagaimana dengan anggaran? Apakah kita harus meniru argentina? Memecat ribuan PNS? Menghentikan proyek-proyek vital? 

Baca Juga:  Perkuat Kondusifitas Wilayah, Danrem 081/DSJ Patroli Sambil Berolahraga

Mari kita bayangkan. Indonesia meniru argentina. Ribuan PNS dipecat. Proyek-proyek dihentikan. Subsidi dipotong. Apa yang terjadi? Surplus? Mungkin. Tapi, apa artinya surplus jika rakyat kelaparan, infrastruktur terbengkalai, dan ketidakpuasan sosial meledak? 

Apa solusinya? Apakah kita harus memilih antara surplus anggaran atau kesejahteraan rakyat? Atau, adakah jalan tengah? Mungkin, yang kita butuhkan adalah manajemen anggaran yang lebih cerdas, efisien, dan transparan. Bukan sekadar memangkas, tapi mengoptimalkan. Bukan sekadar menghemat, tapi memprioritaskan. 

Baca Juga:  Dua Pekan Menjadi Buronan, Dugaan Pelaku Berhasil Di Tangkap Polres Kaur Bekerjasama Dengan APH Lintas Daerah

Argentina mungkin berhasil mencapai surplus. Tapi, apakah itu langkah yang tepat? Atau hanya sekadar ilusi sementara? Kita lihat saja. Sementara itu, Indonesia, mari kita berpikir dua kali sebelum meniru langkah-langkah drastis. Karena, surplus anggaran tanpa kesejahteraan rakyat, hanyalah angka kosong belaka. 

Surplus atau defisit, yang penting rakyat sejahtera. Bukan? 

(Jihandak Belang/Team Grop GWI Dan Sumber : Rosadi Jamani/Ketua Satu Pena Kal-Bar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *