Akses Jalan bak Kubangan Kerbau, 16 Desa di Kampar Terisolasi Puluhan Tahun.

 

Detikkasus.com | Kampar – Pagi sudah menjelang di Desa IV Koto Singkai, Kecamatan Kampar Kiri, selasa 27 November 2018. Seperti biasa, Sulaiman sebagai kepala desa bergegas pergi ke kantornya yang berjarak beberapa puluh meter saja.

Warga lainnya, sama seperti Sulaiman juga bersiap menjalani aktivitas sehari-hari. Ada yang pergi ke kebun, ke pasar membeli kebutuhan sehari-hari, serta menuntut ilmu.

Dalam benak Sulaiman ada kegundahan. Bukan soal tanggung jawabnya sebagai pemimpin di desa itu, tapi karena malamnya turun hujan deras.

Di satu sisi air hujan ini menjadi berkah, tapi di sisi lain, warganya jadi harus ekstra mengeluarkan tenaga melewati jalan tanah yang sudah menjadi kubangan.

“Sepeda motor akan sulit lewat di jalan itu. Memang bisa melaluinya tapi dibantu alat berat dari perusahaan sekitar sini,” kata Sulaiman kepada wartawan.

Baca Juga:  Menuju Kekuatan Pangan NKRI, BNI - Kementan Dan Korem 082 Bersinergi

Sulaiman menjelaskan, di desanya itu ada jalan penghubung ke 15 desa lainnya. Dari 26 kilometer panjangnya, 14 kilometer di antaranya rusak parah. Aspal yang dibangun 1982 sudah hancur dan berubah menjadi tanah.

“Apalagi kalau musim hujan, berlumpur jalannya. Seperti kubangan kerbau,” ucapnya.

Ada 16 desa yang terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kiri Hulu, sudah puluhan tahun terisolasi. Tidak ada fasilitas kesehatan di sana, sebut saja yang terendah Puskesmas pun tidak ada.

Kata Sulaiman, ambulans juga tidak bisa masuk ke desanya dan 15 desa lainnya. Jika ada warga sakit, jauh hari sebelumnya sudah berangkat dari rumah karena harus menempuh beberapa jam ke pusat kecamatan ataupun Kota Pekanbaru.

“Inilah yang kami rasakan sejak jalan utama itu rusak, masyarakat harus berjuang keras mendapatkan pelayanan yang seharusnya sudah ada di sini,” kata Sulaiman.

Baca Juga:  Bhabinkamtibmss Desa Ringdikit Gandeng Pecalang Amankan Kegiatan Warga

Untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari, masyarakat juga berjuang keras menjual hasil kebunnya ke pusat kecamatan. Warung kelontong ataupun penjual sembako memang ada di sana, tapi barang-barangnya harus ditebus dengan harga tinggi.

Masyarakat tak punya pilihan lain. Harga itu harus ditebus karena waktu tempuh yang lama ke pasar. Belum lagi risiko kendaraan terpuruk di jalanan lumpur atau menjadi mogok karena material lumpur yang masuk ke mesin.

“Harga dua kali lipat bahkan sampai tiga kali lipat dibanding harga normal yang diperoleh di pasar yang berada di pusat kecamatan. Kami tak punya pilihan lain,” jelas Sulaiman.

Sulaiman bersama kepala desa lainnya bersama masyarakat sudah beberapa kali meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar dan Pemerintah Provinsi Riau. Dialog hingga demonstrasi sudah beberapa kali dilakukan.

Baca Juga:  Kapolres Luwu AKBP. Dudung Adijono.S.Ik. Setetes Darah Untuk Kemanusiaan di HUT Polantas ke-62 tahun 2017.

“Sampai sekarang kondisinya masih begini, ke mana lagi harus mengadu,” keluh Sulaiman.

Jalanan rusak ini juga menjadi perbincangan di media sosial seperti Facebook. Beberapa masyarakat yang berhasil menembus jalan hingga sampai ke lokasi bersinyal telepon, sudah sering mengunggahnya.

“Inilah kondisi di jalan desa kami,” tulis akun bernama Basir di Facebooknya.

Terpisah, Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kampar, Adi Chandra, mengatakan bahwa jalan itu tidak memungkinkan diperbaiki. Status jalan itu masuk masuk ke dalam kawasan Margasatwa Rimbang Baling.

Dengan alasan ini, pemerintah kabupaten dan provinsi tidak bisa memperbaiki. Perbaikannya harus melalui pembahasan hingga sampai ke pusat karena statusnya diawasi lembaga nasional.Adi berharap Gubernur Riau bisa menjembatani persoalan tersebut sehingga ribuan warga di 16 desa itu bisa keluar dari isolasi selama puluhan tahun itu.Pajar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *