Detikkasus.com | Dumai, 06 Februari 2018, Uang sebesar 26,8 m Bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik di lingkungan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, istilah “TPP” yang merupakan kepanjangan dari “Tambahan Penghasilan Pegawai” tentu sudah tidak asing lagi.Tak dapat dipungkiri mengingat penghasilan yang didapatkan seorang PNS dari TPP tersebut selama ini telah menopang perekonomian mereka, dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja dan pertimbangan objektif lainnya, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Ironisnya, dalam perbincangan seputar TPP di kalangan PNS selama ini, seringkali yang dibahas hanya sebatas besarnya kenaikan, atau kapan TPP tersebut dibayarkan. Sedangkan hal-hal lain terkait dengan dasar hukum pemberiannya, ataupun macam-macam dari TPP tersebut hampir tidak terdengar.Menurut Mantan Anggota DPRD Kota Dumai, Cahyo dari Partai Demokrat mengatakan, bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kepada Badan Kepegawaian Daerah Kota Dumai yang telah mensosialisasikan Peraturan Walikota Nomor 41 Tahun 2015 tentang Tambahan Penghasilan Bagi PNS di Lingkungan Pemko Dumai.“Hal itu tentunya patut diberikan apresiasi. Sebab dalam penganggaran belanja tambahan penghasilan pegawai yang termasuk ke dalam kelompok Belanja Tidak Langsung tersebut, dalam penyusunan APBD Kota Dumai TA 2016 lalu tidak terdapat masalah, “terangnya, Selasa (06/02/18).Sebab, lanjutnya, penganggarannya telah berpedoman pada Peraturan Walikota 41 Tahun 2015 tentang Tambahan Penghasilan Bagi PNS di Lingkungan Pemko Dumai yang mengacu kepada ketentuan peraturan perundangan-undangan, yakni;
1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai Pasal 63 ayat (2) yang menyatakan: “pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.Dalam penjelasan Pasal tersebut ditegaskan, “Tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja dan kelangkaan profesi”;2. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai Pasal 39 ayat (1) sampai ayat (8).
Lalu bagaimana dengan penganggaran belanja TPP pada tahun anggaran sebelumnya yang diatur dengan Peraturan Walikota Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tambahan Penghasilan Bagi PNS di Lingkungan Pemko Dumai.Karena pada tahun 2015 tersebut, pemberian TPP khususnya berdasarkan tempat bertugas total anggarannya yang cukup fantastis, yakni sebesar Rp.27,98 Milyar lebih, sedangkan di tahun 2016 yang anggarannya tidak lebih dari Rp.1 milyar, yang mengarah ke Pegawai di daerah terpencil dengan tingkat kesulitan yang tinggi.Beda dengan tahun 2015, oleh Pemko Dumai menganggarkan pada semua SKPD. Hebatnya lagi, sesuai Laporan Realisasi Anggaran Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2015 yang ditandatangani walikota Dumai, belanja TPP berdasarkan tempat bertugas tersebut terrealisasi sebesar Rp.26.848.490.000,- atau hampir 100 %.Informasi tersebut tentu cukup mencengangkan, terutama bagi kalangan PNS. Sebab sejauh ini, dapat dipastikan tambahan penghasilan yang mereka terima hanyalah TPP berdasarkan Beban Kerja. Pertanyaan, siapa saja pihak yang menikmati anggaran tersebut??Atas kondisi ini, maka patut diduga ada pihak tertentu yang meng-kambinghitam-kan PNS demi mengemplang APBD. Bayangkan saja, jika besaran TPP berdasarkan tempat bertugas tersebut dianggarkan Rp.400 ribu/bulan, maka setiap PNS telah dirugikan Rp.4,8 juta/orang.Bahwa mengacu pada unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur oleh UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 adalah: (1) setiap orang; (2) secara melawan hukum; (3) memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi; (4) dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.“Maka terhadap kondisi tersebut tentu patut diduga telah terjadi tindak pidana korupsi yang terstruktur dan sistematis sehingga layak untuk ditelusuri kebenarannya tanpa harus menunggu adanya pengadu/pelapor mengingat tindak pidana korupsi bukan delik aduan, “terang Cahyo .
(Putra)