Polda Bali-Polres Buleleng , detikkasus.com – Pada hari Rabu tanggal 24 Januari 2018 pukul 09.15 wita yang bertempat di Gedung Ananta Wijaya Polres Buleleng telah berlangsung kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan Hukum oleh Bidkum Polda Bali.
Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain:
– Tim dari Bidkum Polda Bali AKBP Wirahatinggsih,S.H,M.H selaku Ketua tim serta anggota masing masing a.n KOMPOL I Wayan Sedeng, S.H, KOMPOL Tjokorda GD Arim M. Putra,S.H dan Pembina AGUS Wirawan, S.H
– Pejabat SPN Singaraja
– Peserta 174 personil terdiri dari : 50 pers Polres, 14 pers PA Polres (lulusan PAG), 100 pers Polsek, dan 10 pers SPN Singaraja
Dalam kegiatan sosialisasi dan penyuluhan hukum dibuka oleh ketua tim AKBP A.A Wirahatininggsih,S.H, M.H dengan sambutan yg pada intinya tim dari bidkum Polda Bali datang Ke Polres Buleleng dalam rangka mensosialikan :
-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum,
– Perpres nomor 87 tahun 2016, tentang Saber pungli,
– Perkap nomor 6 tahun 2012 tentang tata cara pengarsipan surat tanda terima pemberitahuan ( STTP ) kampanye pemilu dan
– Perkap nomor 10 tahun 2013 tentang tata cara penyidikan tindak pidana Pemilu.
Dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum oleh KOMPOL TJOKORDA GEDE ARIM M. PUTRA S.H yg pada intinya menyampaikan
Dalam UU ini telah ditetapkan bahwa jumlah kursi anggota DPR sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima) dimana daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/ kota, dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi. Adapun jumlah kursi DPRD provinsi, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan pding banyak 120 (seratus dua puluh) mengikuti jumlah penduduk pada provinsi yang bersangkutan. Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten / kota atau gabungan kabupaten / kota. Sementara jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi. Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/kota, menurut UU ini, ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) kursi dan paling banyak 55 (lima puluh lima) kursi, didasarkan pada jumlah penduduk kabupaten/kota. KPU menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ini menyebutkan, Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih. Adapun Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih. Sementara anggota TNI dan anggota POLRI, menurut UU ini, tidak menggunakan haknya untuk memilih. Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal Partai Politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud, Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang (mengusung) bakal calon atau bakal Pasangan Calonnya berhalangan tetap diberi kesempatan untuk mengusulkan bakal Pasangan Calon pengganti. Selanjutnya, KPU menetapkan dalam sidang pleno KPU tertutup dan mengumumkan nama Pasangan Calon yang telah memenuhi syarat sebagai Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 1 (satu) hari setelah selesai verifikasi. UU ini juga menegaskan, Partai politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dilarang menarik calonnya dan/atau Pasangan Calon yang telah ditetapkari oleh KPU.
Mengenai Dana Kampanye , menurut UU ini, dapat diperoleh dari
a.Pasangan Calon yang bersangkutan;
b.Partai Politik dan/atau Gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan Calon; dan
c. sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Selain didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud , dalam UU ini disebutkan, kampanye Pemilu Presiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN. Dana Kampanye sebagaimana dimaksud dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Penyampaian materi Perkap nomor 6 tahun 2012 tentang tata cara pengarsipan surat tanda terima pemberitahuan ( STTP ) kampanye pemilu oleh Pembina AGUS WIRAWAN, S.H yang pada intinya menyampaiakan ada beberapa bagian Perkap nomor 6 tahun 2012 anatara lain sebagai beikut :
a. STTP kampanye kepala daerah dan wakil kepala daerah
b. STTP kampanye partai politik, calon anggota dpr, dpd dan dprd
c. STTP Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden D.Rencana Penggunaan Kendaraan Peserta Kampanye
d. Alat Peraga Yang Digunakan
f. Daftar Penerbitan STTP Kampanye Pemilu
g. Daftar Pelaksanaan Kampanye Pemilu Yang Telah Diterbitkan STTP
h. Daftar Pelaksanaan Kampanye Pemilu Tanpa STTP
i. Daftar Kasus/Peristiwa Menonjol Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilu
j. Rencana Kegiatan Kampanye Pemilu Calon Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota DPR, DPD, DPRD, Dan Calon Presiden Dan Wakil Presiden
Penyampaian Perkap nomor 10 tahun 2013 tentang tata cara penyidikan tindak pidana Pemilu oleh KOMPOL I Wayan Sedeng, S.H, yang pada intinya menyampaiakan Tujuan dari Peraturan ini untuk dijadikan pedoman bagi Penyidik dalam melaksanakan Penyidikan Tindak Pidana Pemilu, Penyidik memiliki persamaan persepsi dan kesatuan tindak dalam menangani Tindak Pidana Pemilu dan terwujudnya Penyidikan Tindak Pidana Pemilu tepat waktu, prosedural, proporsional, profesional dan tuntas. Dengan Prinsip-prinsip dalam Peraturan ini seperti legalitas, kepastian hukum, kepentingan umum, keterpaduan, akuntabilitas, transparan, efektivitas dan efisiensi. Bentuk pelanggaran Pemilu meliputi: pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, pelanggaran administrasi Pemilu, Tindak Pidana Pemilu. (pelanggaran dan kejahatan ). Bentuk sengketa Pemilu meliputi sengketa Pemilu, sengketa tata usaha negara Pemilu, dan perselisihan hasil Pemilu.
Personel Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, dengan persyaratan bertugas pada fungsi Reserse Kriminal, bermoral baik dan mempunyai integritas, ulet dan penuh tanggung jawab, memahami dan menguasai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu, memiliki kemampuan dan pengalaman dibidang Penyidikan dan mahir melakukan pemberkasan perkara serta menguasai administrasi Penyidikan dan telah mengikuti pelatihan Penyidikan. Sarana dan pra sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, dengan menggunakan sarana dan pra sarana yang tersedia pada fungsi Reserse Kriminal.
Sedangakan untuk pelaksanaannya sebagai berikut Polri menerima penerusan laporan/temuan Tindak Pidana Pemilu dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Penerimaan penerusan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat dalam buku register Polri tersendiri dengan nomor Laporan Polisi mengikuti register yang sudah ada di Siaga Bareskrim Polri/Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). setelah menerima laporan dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sesuai dengan wilayah kerja, Sentra Gakkumdu melakukan penelitian, meliputi Penyidik Tindak Pidana Pemilu, setelah mempelajari dan mendiskusikan laporan yang diterima, segera menentukan bentuk Tindak Pidana Pemilu yang dilaporkan merupakan: pelanggaran terhadap ketentuan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 273 sampai dengan Pasal 291 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012; dan kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 292 sampai dengan Pasal 321 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Pelaksanaan proses Penyidikan Tindak Pidana Pemilu dan penyerahan berkas perkara dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Pemilu Pengawasan dilakukan oleh: Kepala Biro Pengawasan Penyidikan (Karo Wassidik) Bareskrim Polri pada tingkat Mabes Polri, Kepala Bagian Pengawasan Penyidikan (Kabag Wassidik) Ditreskrimum pada tingkat Polda, dan Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaurbinopsnal) Satreskrim pada tingkat Polres.
Penyampaian materi Perpres nomor 87 tahun 2016 tentang Saber pungli oleh AKBP WIRAHATININGSIH,S.H,M.H yang pada intinya menyampaikan Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi : Intelijen, Pencegahan, Penindakan, dan Yustisi. Adapun wewenang Satgas Saber Pungli adalah
a. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar,
b. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi,
c. Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar,
d. Melakukan operasi tangkap tangan,
e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
f. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan
g. Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Menurut Perpres Nomor 87 Tahun 2016 itu, susunan organisasi Satgas Saber Pungli terdiri atas
Pengendali/Penaggung jawab: Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,Ketua Pelaksana: Inspektur Pengawasan Umum Polri,
Wakil Ketua Pelaksana I: Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
Wakil Ketua Pelaksana II: Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan,
Sekretaris: Staf Ahli di lingkungan Kemenko bidang Polhukam,
Dengan Anggota sebagai berikut Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kemenkunham, PPATK, Ombudsman RI, BIN, dan Polisi Militer TNI.
Pepres ini juga menegaskan bahwa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melaksanakan pemberantasan pungutan liar di lingkungan kerja masing-masing, dan membentuk unit pemberantasan pungutan liar pada satuan pengawas internal atau unit kerja lain di lingkungan kerja masing-masing. Masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Anggaran Belanja Kementerian Koordinator bidang Polhukam.
Serangkaian kegiatan tersebut berakhir pukul 12.00 wita dan berjalan aman lancar.(Ryu)