Cirebon, Detikkasus.com – Upaya mediasi yang dilakukan pihak Pemdes (Pemerintah Desa) Palimanan Barat (Palbar) Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon, antara warga yang menolak keberadaan kumbung jamur merang dan pemilik usaha tersebut, menuai hasil menggembirakan (14/7).
Hasil mediasi yang berlangsung dikantor balai desa setempat sekira satu jam itu,disepakati, kumbung budidaya jamur merang milik Nurdin (39) yang ada diblok Pasek desa Palbar, pindah ke lokasi baru yang jauh dari pemukiman warga dalam tenggat waktu 6 bulan.Menurut Mandor (Kaur Umum) Desa Palbar, Suparto, langkah mediasi yang dilakukan pihaknya berawal dari pengaduan kedua belah pihak ke Pemdes.Warga yang menolak keberadaan kumbung tersebut, kata mandor, merasa tidak tahan dengan bau busuk yang ditimbulkan produksi jamur merang itu.
Bahkan jarak aroma tak sedap itu bisa mencapai radius 50 meter. “Jarak lokasi kumbung itu hanya 80 centi meteran dari rumah warga.
Masyarakat juga komplain karena adanya lalat dan kapuk yang berterbangan yang mengganggu mereka. Setelah berkali-kali komplain, baru kali ini dilakukan mediasi di kantor desa,”ujar mandor.
Nurdin, pemilik kumbung budidaya jamur tersebut kepada awak media ini mengatakan kesepakatan tersebut dia ikuti dalam kondisi terpaksa.
Karena, selain belum ada lahan atau tempat baru untuk dua kumbung jamur miliknya, dirinya juga masih terkendala dengan mahalnya biaya relokasi yang mencapai angka hingga puluhan juta rupiah.
Kalau waktu yang pas menurut perhitungan masa panen untuk 2 kumbung,waktunya adalah 1,5 tahun Kalau 6 bulan sebenarnya saya keberatan, karena itu tadi, biayanya besar,”ujar Nurdin. Dicontohkannya,untuk total biaya relokasi satu kumbung plus budidayanya, dirinya sudah menghitung biayanya bisa mencapai 12 juta an. “Kalau untuk 2 kumbung ya 24 juta, darimana saya mendapatkan uang sebanyak itu, “ujarnya.
Padahal, lanjut Nurdin, sebelumnya ketika akan mendirikan usaha tersebut dirinya sudah meminta ijin lingkungan dengan meminta tandatangan persetujuan warga yang rumahnya berada disekitar lokasi usaha.
Sayang, tutur Nurdin, ketika baru mendapat persetujuan dari dua tetangganya, ketua RW setempat “mengamankan” formulir ijin tetangga itu dengan alasan sudah cukup. Nurdin juga menduga sebagian orang-orang yang turut menandatangani nota keberatan itu fiktif. (islah).