Detikkasus.com – Penanganan laporan konsumen sejauh ini masih sangat kurangnya perhatian hukum. Mungkin kejadian ini bukan satu satunya yang dialami konsumen (korban) untuk mendapatkan upaya hukum.
Seperti yang sudah menjadi konsumsi publik terkait pemberitaan ‘Polres Tulungagung Menolak Laporan Korban Perampasan Debt Collector’ akan berbuntut panjang.
Awalnya, ulah debt collektor terus membuat resah masyarakat, tidak sedikit kaum hawa dan para orangtua menjadi sasaran empuk para matel (mata elang) atau yang biasa disebut Debt Collector.
Aksi preman dengan cara melakukan perampasan kendaran dengan berbagai cara (kasar maupun halus) kerap dilakukan para debt collector untuk mencapai target. Hal ini kembali terjadi di wilayah Hukum Polres Tulungagung Jawa Timur.
Kejadian yang menimpa Mesi (39) warga Asal Desa Tanggul Welahan kecamatan Besuki Tulungagung telah menjadi korbanya.
Berawal pada Kamis, (19/ 10/2017) sekitar pukul 10.00 WIB, Mesi bersama anaknya laki – laki berusia 4 Tahun, tengah melakukan perjalanan kerumah saudaranya di Kalidawir dengan maksud takziah.
Namun dalam perjalanan, tepatnya jalan raya Junjung Kalidawir (depan Balai Desa Junjung), dirinya diikuti oleh 2 orang yang tidak dikenal. Tidak berselang lama, kedua orang tersebut berteriak dengan nada tinggi, sambil menghentikan Sepeda mesi.
Karena dipikir Polisi, wanita ini ketakutan dan akhirnya berhenti.
Singkat cerita, dirinya dipaksa menyerahkan kontak, tapi ditolaknya sebagai pembelaan HAK atas kendaraan miliknya.
Tidak hilang akal para debt collector, ia dipaksa untuk menandatangani selembar kertas yang katanya hanya untuk bukti laporan, dan setelah itu Mesi beserta anak lelakinya yang berusia 4 tahun dikawal ke kantor asuransi (leasing) WOM finance, tetapi 2 orang yang bersamanya tadi tidak nampak lagi.
Berselang dua hari, mesi diantar suami, melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Tulungagung. Namun, petugas piket menolak dengan alasan tidak bisa.
Dari kejadian tersebut, saat ini mesi terus berjuang mencari keadilan.
Padahal, Sejak 2012, Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan yang melarang leasing untuk menarik secara paksa kendaraan atau dengan cara bentuk apapun dari nasabah yang menunggak pembayaran kredit kendaraan (Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012)
Tindakan leasing melalui debt collector, yang mengambil secara paksa kendaraan berikut STNK dan kunci motor, dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan, Selain itu, tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap HAK konsumen (Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen)
pihak Polres Tulungagung mulai memanggil korban pukul 07.25 wib, untuk datang ke pidsus polres Tulungagung.
Beberapa jam kemudian, korban, masuk ke ruang pidsus dan diterima kanit pidsus ipda luis beltran.
Setelah duduk dimeja kerja luis, tas beserta hp di amankan dan ditaruh di loker. Sementara hp disuruh matikan.
Kanit pidsus lalu membuka buku UU fidusia dan UU ITE.
setelah itu menyuruh anggotanya untuk membuat laporan.
Korban bertanya kapasitas dipanggil sebagai apa, dijawab oleh penyidik sebagai saksi.
Akirnya kanit pidsus menyuruh anggota untuk membuat laporan terkait pemberitaan yang dianggap mencemarkan nama baik institusi polisi dan dikaitkan dengan UU ITE.
Korban dimintai keterangan sampai jam 14.00 wib, dan keterangan korban dianggap belum selesai karena masih disuruh balik ke polres dengan kesepakatan hari minggu jam 10.00 wib bersama istri.
Dari cerita korban, ada rencana penuntutan terkait pemberitaan diawal dengan judul polisi menolak laporan
Dengan kejadian tersebut, Sekjen Majelis Pers, Ozzi Sulaiman S, saat dikomunikasikan melalui line telpon, Jum’at (311), dirinya mengatakan bahwa segala bentuk pemberitaan yang bukan mengandung opini dengan tidak adanya fakta dan realita yang didapat, maka itu bukanlah pelanggaran hukum.
“Pemberitaan yang dimuat di media media adalah product etika dan muatan itu tidak bisa dilarikan ke ranah hukum. Jika mengacu pada UU ITE, konteks pemberitaan seperti apa? Ini jelas pemberitaan fakta dan realita yang ada, bukan pemberitaan yang mengada ngada.” tegas Ozzi yang juga sebagai ketua umum KWRI.
Ancam Ozzi, kasus ini akan kami kawal hingga ke mabes polri jika kepolisian Polres Tulungagung bersih keras permasalahkan pemberitaan pemberitaan yang dimuat terkait ‘pelaporan korban perampasan motor ditolak polres Tulungagung).
Dilain pihak, Mustofa Hadi Karya atau yang sering di sapa Opan selaku Ketua Setnas Forum Pers Independent Indonesia (FPII) dan juga sebagai sekretaris executive Majelis Pers membenarkan kejadian tersebut.
“Benar memang itu kejadian real dan fakta dilapangan. Satu hal yang harus dikaji lebih dalam oleh aparat kepolisian dalam menangani kasus – kasus serupa seperti itu, sebaiknya apapun bentuknya, masyarakat memiliki HAK melaporkan kejadian maupun yang akan terjadi pada dirinya dalam persoalan hukum.” beber Opan.
Dirinya juga menyayangkan sikap pihak Polres Tulungagung yang dengan langkah – langkah menganggap pemberitaan temen temen media HOAX.
“Kalau HOAX apa dasarnya media tribrata mengatakan sperti itu? Kalo dijerat UU ITE, konteks kalimat yang mana? Itu sama saja melakukan pembenaran diri dan bukan mencari kebenaran dalam sebuah object kasus.” tegas Opan.
Sebagai sekertaris executif Majelis Pers, ia juga menjelaskan bahwa Presidium Majelis Pers gabungan dari 16 organisasi pers Nasional, yakni; KWRI, AWDI, FPII, AWI, KO-WAPPI, PEWARPI, IWARI, Serikat PEWARTA, PWRI, AWPI, MPN, KEWADI, PWRI, AKRINDO, PWKRI, dan FW-NTB.
Hal senada juga disampaikan oleh sekjen Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), Budi Wahyudin bahwa, Presidium Majelis Pers akan lakukan upaya – upaya hukum jika Polres Tulungagung masih lakukan pembelokan fakta dan realita atas kasus yang menimpa korban (Mesi) ketingkat atas yakni Mabes Polri.” (PRIYA).