Detikkasus.com
Semarang – Maraknya Bangunan di Kota Semarang dari semi permanen hingga permanen, bahkan bangunan Mewah tanpa Izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dari Pemerintah yang dalam hal ini Dinas Perizinan mengundang kecaman dari berbagai elemen masyarakat khususnya oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PEKAT dan RPK RI.
Pasalnya, Pergantian dari IMB ke PBG ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021. Aturan setebal 406 halaman yang diterbitkan pada 2 Februari 2021 ini merupakan turunan revisi Undang-undang Nomor 28 tahun 2022 tentang Bangunan Gedung yang dilakukan Pemerintah lewat UU Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta Kerja.
Mereka juga menyoroti proyek pembangunan gedung sarana yang dikerjakan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) diatas luas tanah sekitar 2.700 meter persegi diduga tidak mengantongi ijin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) .
Terkonfirmasi oleh salah satu Drafteri Iqbal sebagai perwakilan dari PT. KAI, ia bertugas membuat gambar teknis atau rancangan 3D dari sebuah konsep suatu gedung atau bangunan. Dirinya membenarkan bahwa terkait perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) masih proses pembuatan.
Sangat ironis sekali jika praktek hal semacam ini di lakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang mana merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melanggar aturan UUD 45 yang telah disetujui dan disahkan oleh pemerintah itu sendiri.
Hal ini membuat Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PEKAT Joko Budi Santoso dan Susilo H Prasetyo selaku Ketua Umum RPK RI serta Dedi Hadi Irianto selaku divisi investigasi RPK RI angkat bicara angkat bicara terkait permasalahan ini.
Ia menegaskan bahwa pembangunan apa pun, termasuk yang dilakukan oleh perusahaan milik negara, seharusnya mendahulukan kelengkapan perizinan sebelum dimulai.
“Kami sebagai lembaga kontrol sosial mendesak agar pembangunan ini dihentikan sementara waktu” ucapnya.
Ia juga menyampaikan peran Satpol PP sangat penting sebagai penegak Perda untuk menindak hal semacam ini.
“Aparat Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah seharusnya bertindak tegas untuk memastikan pembangunan tanpa izin ini tidak dilanjutkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa tindakan ini mencoreng upaya pemerintah dalam menegakkan aturan dan mendukung ketaatan pajak, seperti yang sering digaungkan oleh Presiden RI.
Menurutnya, contoh buruk seperti ini justru mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan milik negara.
Dalam konteks ini, ia berharap PT KAI Daerah Operasi (DAOP) 4, yang bertanggung jawab atas pembangunan tersebut, dapat segera menyelesaikan permasalahan perizinan sebelum melanjutkan proyek.
Hal ini penting demi menjaga integritas perusahaan pemerintah di mata masyarakat.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya disiplin terhadap peraturan, baik oleh pihak swasta maupun pemerintah.
Semua pihak kini menunggu tindakan tegas dari otoritas terkait untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai prosedur yang berlaku.
Padahal telah diketahui jika melanggar perturan yang tersebut diatas ada sanksi Administratif maupun pidana seperti penjabaran dibawah ini.
Apabila Pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi ahli, penilik, dan/atau pengkaji tekhnis tidak memenuhi kewajiban fungsi, persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung(dalam hal ini kepemilikan PBG), berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa :
– Peringatan tertulis.
– Pembatasan kegiatan bangunan.
– Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan.
– Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung.
– Pembekuan persetujuan bangunan gedung.
– Pencabutan persetujuan bangunan gedung.
– Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
– Pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
– Perintah pembongkaran gedung.
Selain itu, terdapat sanksi pidana dan denda apabila tidak terpenuhinya ketentuan dalam UU Bangunan Gedung Jo.UU Cipta Kerja jika, Pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, maka berpotensi dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak 10% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
Kemudian, jika mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, pelaku berpotensi dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling lama 15% dari nilai bangunan gedung dan jika, mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, pemilik bangunan gedung dapat dan/atau pengguna bangunan gedung dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 20% dari nilai bangunan gedung.
Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan hak kepada masyarakat untuk melaporkan secara tertulis jika melihat adanya indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan/atau bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan/atau pembongkaran berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya pada pengguna, masyarakat dan lingkungan.
(Red)