Dilakukan Oleh Oknum Sekda Pekan Baru, “Indra Pomi Nasution ST. MSI, Jadi Target Operasi Para Wartawan Media Online.
Diduga Kasus Tipikor Proyek Jembatan WFC Bangkinang Kampar.
Riau |Detikkasus.com -Dalam rangkaian fakta persidangan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di pekan baru Riau itu, terungkap di direktori putusan mahkamah agung RI. Sebagai berikut, eks kadis PU/bina marga “Indra Pomi Nasution”. Di angkat sebagai jabatan kadis PU (kepala dinas pekerjaan umum/bina marga dan pengairan) daerah kampar, pada tanggal 22 september 2014. Menggantikan pendahulunya, chairusyah oleh bupati kampar atas penanda tanganannya dalam SK pengangkatan tersebut.
Di kesempatan itu, ada tugas yang harus dikerjakan melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. Yang sebelumnya atas usulan permohonan eks kadis PU chairusyah, melibatkan pemkab kampar. Diantaranya eks bupati kampar “Jefry Noer”, meneruskan ke pemprov atas surat permohonan. Terkait pembangunan jembatan WFC, (water front city) multiyears/tahun jamak di bangkinang kampar.
Maka dari itu juga, dari pihak pemerhati sosial publik di se-indonesia. Di minta badan reserse kriminal (bareskrim) markas besar kepolisian republik indonesia (mabes polri) di jakarta pusat, minta usut sampai tuntas. Dugaan kasus korupsi,.dilakukan oleh oknum sekretaris daerah (sekda) pekan baru riau itu. “Indra Pomi Nasution ST, MSI. Saat ini di jadikan target operasi para wartawan media online, diduga kembali. Adanya kasus tipikor proyek jembatan WFC bangkinang Kampar riau tersebut, “Indra Pomi Nasution”.
Yangg saat itu, menjabat kadis PU kembali. Meneruskan pekerjaan pembangunan jembatan WFC, yang belum selesai atas penanganan eks kadis PU “chairusyah”. Yang mana, “Indra Pomi”. Mengajukan permohonan dana pembangunan jembatan WFC tersebut, kepada pemprov melalui eks bupati “Jefry Noer”. Bahwa pada awal proses pelaksanaan pelelangan, pada sekitar bulan maret 2015.
Bertempat di lantai 5 (lima) hotel tiga dara, desa kubang raya kecamatan siak hulu kabupaten kampar riau. “Indra Pomi Nasution”, di panggil oleh “Jefry Noer”. Dalam kesempatan tersebut, “Jefry Noer”. Memperkenalkan “Indra Pomi Nasution”, kepada “Firjan Nasution”. Marketing dari PT Wijaya Karya serta menyampaikan kepada “Indra Pomi Nasution”, jika PT Wijaya Karya akan mengikuti lelang pembangunan jembatan waterfront city dan meminta “Indra Pomi” untuk membantu PT Wijaya Karya dalam proses pelelangan tersebut.
Bahwa, setelah pertemuan dengan “Jefry Noer” dan “Firjan Taufan”. Masih pada sekitar bulan maret 2015, “Indra Pomi”. Memanggil “Fauzi”, selaku ketua pokja II ULP. Untuk datang ke ruangannya di kantor dinas bina marga dan pengairan kabupaten kampar, dalam kesempatan tersebut. “Indra Pomi”, memberikan perintah kepada “Fauzi”. Untuk mengawal dan memenangkan PT Wika, dalam pelelangan pekerjaan pembangunan jembatan water front city multi years contract (MYC) kabupaten
Kampar, APBD tahun anggaran 2015-2016. Kemudian atas perintah, “Indra Pomi” tersebut.
Pada awal masa pelelangan itu, “Indra Pomi mengangkat terdakwa adnan. Sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen), dalam melaksanakan pekerjaannya. Terdakwa adnan selaku PPK, kemudian. Memerintahkan konsultan perencana, untuk memberikan dokumen “EE” dan detail enginering design (DED) kepada PT Wika.
Untuk mempermudah PT Wika memenangkan lelang, melakukan penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Dengan merujuk pada enginer estimate (EE), yang sudah dinaikkan nilainya dengan melibatkan pihak PT Wika. Menambah persyaratan kualifikasi dengan tujuan mempermudah PT Wika, memenangkan lelang. Menerima pemberian berupa uang, fasilitas dan akomodasi dari PT Wika.
Kemudian, menunjuk Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan yang tidak memahami isi kontrak serta tidak memiliki kualifikasi teknis dan membiarkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan menerima penyerahan pekerjaan meskipun masih ada pekerjaan yang belum selesai.
Dalam proyek itu, Indra Pomi menjabat sebagai Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran adalah Afruddin Amga. Keganjilan tejadi, ketika tidak ada dicantumkan syarat khusus bagi peserta lelang, padahal sebelumnya ada dan mengacu pada Perpres.
Saat itu, Adnan memerintahkan Fauzi menambahkan syarat khusus tersebut dengan tujuan agar PT Wika bisa menang proyek.
“(Alasannya) kira-kira untuk (memenangkan) PT Wika” kata Fauzi di hadapan mejelis hakim yang diketuai Lilin Herlina SH MH.
Tidak hanya Adnan, ternyata arahan juga datang dari Indra Pomi. Ia memerintahkan Fauzi untuk memenangkan PT Wika.
“Saya dapat perintah dari Indra Pomi untuk mengawal dan memenangkan PT Wika. Saat itu lelang baru proses,” kata Fauzi di hadapan JPU KPK yang diketuai oleh Ferdian Adi Nugroho SH.
“Pak Indra Pomi bilang, PT Wika harus menang. Kalau tidak marah nanti Pak Bupati Kampar (Jefry Noer),” kata Fauzi membenarkan Berkas Acara Pemeriksaan yang dibacakan JPU.
Selama proses kualifikasi, pihaknya tidak memeriksa seluruh persyaratan dari PT Wika. Berbeda dengan perusahaan lain, yang diperiksa seluruhnya. Langkah itu, semata-mata untuk melancarkan kemenangan PT Wika.
Berlanjut pada yang dia ucapkan kepada pihak media online lainnya itu, yang dilangsir kan secara melalui chat whatsapp selularnya tersebut. Dengan nomor 081361xxxx46, kamis 19/09/2024 sekitar pukul.14.03.wib itu. Dalam ulasan komentar menerangkan secara pemberitaan secara media online lainnya telah terpublikasikan pada tanggal, 08 agustus 2023 beberapa tahun lalu.
“Atas perintah Indra Pomi itu, apa jawaban Anda,” tanya JPU.
“Ya siap Pak,” jawab Fauzi.
JPU juga mempertanyakan tindakan konkrit Fauzi untuk menangkan PT Wika. Menurut Fauzi, salah satunya adalah memasukkan syarat-syarat khusus di luar kontrak. Selain memasukkan syarat-syarat khusus, Pokja juga menerbitkan Addendum 1. Bila hal itu tidak dilakukan maka PT Wika harus digugurkan.
“PT Wika hanya satu yang dicek lapangan sedangkan perusahan lain dua sampai tiga (syarat),” terang Fauzi.
Dalam dokumen, tidak hanya Adnan, juga ada dimasukan pihak lain, yakni Firjan Taufan, dari PT Wika. Menurutnya, masukan dari Firjan Taufan dilakukan karena ada kaitan dengan mengawal pemenangan PT Wika.
Dalam pekerjaannya, Fauzi mengaku mendapat uang dari PT Wika sebesar Rp100 juta. Uang itu diserahkan oleh Firjan Taufan pada September 2015 di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru.
Pemberian uang dilakukan secara bertahap. Pertama sebesar Rp75 juta secara tunai. Kedua Rp20 juta dan ketiga Rp5 juta dalam bentuk pembelian tiket pulang pergi Makassar, Sulawesi Selatan.
“Uang untuk apa itu,” tanya JPU.
Menurut Fauzi, dirinya disampaikan Firjan Taufan kalau uang itu sebagai ucapan terima kasih.
“Sebagai ucapan terima kasih. Tapi saya tidak ada inisiatif meminta, saya dihubungi,” jawab Fauzi lagi.
Uang itu dilanjutkan Fauzi, dibagikan kepada bawahannya, dan sebagian digunakan untuk pribadi. Ketika kasus dalam proses penyidikan, Fauzi mengembalikan uang itu ke KPK.
“Sudah saya kembalikan,” akunya.
Untuk diketahui, dalam sidang pembacaan dakwaan, JPU KPK menyebut terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer selaku Bupati Kampar 2011-2016, Indra Pomi Nasution sebagai Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar dan terdakwa I Ketut Suarbawa, serta Firjan Taufa alias Topan sebagai staf marketing PT Wika, telah atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam dakwaan itu, sejumlah fakta terungkap. Mulai dari proses lelang hingga penetapan pemenang. Dimana, PT Wijaya Karya (Wika) akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang pada 25 Mei 2015 dengan total nilai pembangunan Rp122 miliar. Setelah lelang ini, Afrudin Amga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) jembatan Water Front City menerima uang Rp10 juta dari PT Wika sekitar bulan Juni. Aliran uang dari PT Wika tak terhenti sampai di sini saja, Fauzi selaku Ketua Pokja II menerima jatah Rp100 juta melalui Firjan Taufa selaku staf marketing PT Wika di tahun 2015.
Masih lanjut mereka berkomentar, dengan secara publik media online lainnya. “Uang itu diberikan dalam tiga tahap, September 2015 sebesar Rp75 juta. Pada bulan yang sama di Pekanbaru masing-masing Rp20 juta dan Rp5 juta. Uang ini sebagai ucapan terima kasih telah memenangkan PT Wika,” ucap JPU Ferdian.
Selanjutnya, dilakukan penandatangan nota kesepakatan antara Jefry Noer selaku Bupati Kampar dengan DPRD Kampar, Ahmad Fikri, Sunardi, Muhammad Faisal dan Ramadhan tentang Pengikat Dana Anggaran Kegiatan Jamak untuk pembangunan waterfront city. Setelah itu, PT Wika menyerahkan sejumlah uang kepada pimpinan DPRD Kampar pada Juni 2015.
Uang ini, diserahkan Firjan Taufa kepada Indra Pomi Nasution selaku Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, sebesar 20.000 dolar Amerika di depan Hotel Pangeran, Pekanbaru. Terhadap uang itu, diberikan Indra Pomi kepada Wakil DPRD Kampar, Ramadhan di Jalan Arifin Ahmad-Simpang Jalan Rambutan. Tapi, uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi Ramadhan.
“Setelah menerima uang muka 15 persen atau niliai bersih Rp15,5 miliar, PT Wika melalui Firjan Taufa dan atas sepengetahuan terdakwa I Ketut menyerahkan uang kepada Jefry Noer sebesar 25.000 dolar Amerika. Penyerahan uang ini, di kediaman Bupati Kampar di Pekanbaru pada Juli 2015,” sebut Ferdian.
“Selang dua pekan, PT Wika menyerahkan uang 50.000 dolar Amerika kepada Indra Pomi. Uang ini, diserahkannya kepada Jefry Noer di Pekanbaru,” kata JPU menambahkan.
Pemberian uang kepada Jefry Noer dari PT Wika kembali berlanjut. Pada Agustus 2015, mantan Bupati menerima uang dalam bentuk pecahan rupiah sebesar Rp100 juta di Purna MTQ, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru dan 35.000 dolar Amerika menjelang perayaan Idul Fitri 2015.
Selain pemberian uang kepada mantan Bupati Kampar itu, PT Wika melalui terdakwa Adnan juga menyerahkan uang Rp10 juta untuk diberikan kepada Firman Wahyudi selaku anggota DPRD Kampar periode 2014-2019.
“Pada bulan September-Oktober 2016 atau setelah pencairan termin VI untuk PT Wika, Indra Pomi melalui sopirnya Heru menerima Rp100 juta dari PT Wika untuk diberikan kepada Kholidah selaku Kepala BPKAD Kampar. Ini sebagai pengganti uang Kholidah yang telah menalangi untuk keperluan pribadi Ketua DPRD Kampar, Ahmad Fikri,” ucap JPU KPK.
Terdakwa Adnan, dilanjutkan JPU KPK, juga menerima uang dari PT Wika sebesar Rp394 juta dalam kurun waktu 2015-2016. Pemberian uang ratusan juta ini melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufa atas pengetahuan terdakwa I Ketut Suarbawa yang diserahkan secara bertahap setiap bulan untuk kepentingan terdakwa Adnan.
“Saksi Fahrizal Efendi menerima uang Rp25 juta melalui Bayu Cahya dan Firjan Taufa secara bertahap atas pengetahuan I Ketut Suarbawa,” lanjutnya.
JPU KPK menyampaikan, perbuatan terdakwa Adnan bersama-sama dengan Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, terdakwa I Ketut Suarbawa dan Firjan Taufa bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 18 ayat 4 dan 5, Pasal 19 ayat 4, Pasal 56 ayat 10, Pasal 66 ayat 3, dan Pasal 95 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Kemudian, sebut JPU, perbuatan mereka turut memperkara terdakwa Adnan sebesar Rp394,6 juta, Fahrizal Efendi Rp25 juta, Afrudin Amga Rp10 juta, Fauzi Rp100 juta, Jefry Noer sebesar 110.000 dolar Amerika dan Rp100 juta, Ramadhan 20.000 dolar amerika, Firman Wahyudi Rp10 juta, serta memperkaya PT Wika sebesar Rp47,646 miliar.
“Perbuatan terdakwa Adnan, terdakwa I Ketut Suarbawa, Jefry Noer, Indra Pomi Nasution, Firjan Taufa telah merugikan negara sebesar Rp50,016 miliar,” jelas Ferdian.
Saat di konfirmasi kepada Indra Pomi Nasution Selasa (6/12/2022) , kepada awak media Indra Pomi menjawab dengan kembali bertanya, ” kenapa pada saat itu hakim dan APH lainnya tidak memproses hukum saya pada saat maupun selesainya persidangan itu? ” kata Indra Pomi kepada awak media.
Pimpinan Redaksi Pers media JELAJAHPERKARA.com Persada Bhayangkara SH, menerangkan bahwa fakta Persidangan yang dinilai Indra Pomi Nasution turut serta dalam melakukan tindak Pidana korupsi akan tetapi tidak ada perubahan status Indra Pomi menjadi status pemeriksaan ulang bukan berarti menggugurkan suatu Pemeriksaan ulang terhadap dugaan pelaku oleh APH yang turut menangani perkara tersebut. Perkara tindak pidana korupsi yang dinilai melibatkan Indra Pomi Nasution turut serta melakukan tindak Pidana korupsi ini harus ditindaklanjuti secara hukum oleh Pihak Penyelidik dan Penyidik KPK serta Pelaksana Persidangan yakni Jaksa KPK, Hakim Anggota dan Hakim Ketua yang turut menangani perkara itu, menerapkan bukti baru pada fakta persidangan untuk memunculkan tersangka baru.
”Salah satu yang menjadi tanda tanya adalah, kenapa tim penyelidik dan penyidik KPK serta Pelaksana sidang Jaksa KPK,hakim anggota dan hakim ketua yang acaranya tahun 2021 yang lalu tidak melakukan proses hukum terhadap Dugaan Pelaku Korupsi Kadis Bina Marga Indra Pomi Nasution yang mana sudah sangat jelas peran daripada Indra Pomi pada pergerakan demi pergerakan daripada Indra Pomi saat terjadinya peristiwa tindak Pidana korupsi Pembangunan Jembatan Waterfront Multiflyer Bangkinang, bahwa mengetahui tapi tidak melaporkan, malah turut serta membantu,menyuruh,memperkaya orang lain dan korporasi atau Perusahaan yang berhasil dimenangkan secara persaingan tidak sehat sehingga mengalami kerugian negara 50.016 milyar. ada apa dengan APH yang ikut serta menangani perkara korupsi Pembangunan Jembatan Waterfront ini ” ungkap Persada Bhayangkara SH selaku Pemred Pers media JELAJAHPERKARA.com.
Direktur Eksecutive Goverment Asociation Coruption & Discrimination GACD, Andar Situmorang SH MH, minta kepada ketua KPK agar dilakukan Target Operasi (TO), Kepada Mantan Kepala dinas Pekerjaan umum Kampar Indra Pomi Nasotion yang saat ini sudah menjabat sebagai Pejabat Sementara (PJ), Sekda Kota Pekanbaru, Sabtu (17/12/22).
“Saya minta kepada komisi pemberantasan korupsi agar OTT kan PJ sekda pekanbaru karena sudah memalukan dan diduga korupsi pada masa jabatan yang di embannya kepala dinas PU Kampar, terkait pembagunan jembatan di Bangkinang Kampar, Kata Andar kepada wartawan.
KPK harus tahu pada masa jabatannya sebagai kepala dinas PU Kampar bahwa dia diduga terlibat korupsi Apalagi jabatannya sekarang sudah pj sekda tak menutup kemungkinan kesempatan korupsi itu masih ada, untuk itu diminta kepada KPK RI agar Terget operasi Indra Pomi Nasotion.
masyarakat yang dimintai komentar terkait narasi fakta Persidangan tersebut bahwasanya P. Panggabean menduga bahwasanya yang bersangkutan kemungkinan akan dijadikan atm berjalan oleh oknum APH khususnya yang turut menangani perkara korupsi Pembangunan Jembatan Waterfront Multiflyer Bangkinang tersebut, kapan saja bisa di proses dan dinaikkan berkasnya sebagai modus dasar ATM berjalan oleh oknum APH bahwa modus adanya laporan dari pihak-pihak lain terkait fakta persidangan tersebut. tutur P.Panggabean.
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Komjen. Pol. (Purn.) Drs. Firli Bahuri, M.Si. yang di hubungi ke nomor kontak/WhatsApp beliau +62 811-9529-xxx tidak menjawab dan tidak menanggapi konfirmasi terkait kasus korupsi yang melibatkan terduga Pelaku Korupsi Eks Kadis PU/Bina Marga an Indra Pomi Nasution ST.,MSi yang sekarang aktif menjabat Sekda Kota Pekan Baru.
Ketua KPK Firli yang di konfirmasi wartawan beberapa pekan ini terkait Kasus Korupsi atas terduga Pelaku Sekda Kota Pekan Baru Indra Pomi Nasution ST.,MSi tidak menanggapi konfirmasi maupun informasi yang telah tersampaikan kepada Ketua KPK Firli dan Pengaduan melalui WhatsApp dan email ke KPK tentang terduga Indra Pomi Nasution sebagai pelaku korupsi tidak ditanggapi.
Dewas KPK Tumpak H Panggabean pun telah me read konfiasi dan konfirmasi yang disampaikan wartawan terkait terduga pelaku korupsi an Indra Pomi Nasution belum ada komentar sedikitpun terkait hal itu setelah di japri ke nomor kontak/WhatsApp beliau +62 812-9195-xxx.
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bawahan tidak bisa berdalih tak bersalah karena korupsinya diajak atasan. Hal ini dituangkan saat memutus permohonan Samady Singarimbun yang tengah menjalani pidana karena korupsi.
Dalam permohoannnya ke MK, Samady merasa dirinya melakukan tindak pidana hanya karena menjalankan perintah atasannya. Ia pun mengajukan uji materi UU Tipikor ke MK.
Namun majelis hakim yang diketuai oleh Akil Mochtar, menolak permohonan uji materi pasal 2 UU No 20/2001 yang diajukan Samady. Sehingga ketika seseorang melakukan perbuatan tercela, baik itu atas kehendak sendiri maupun karena disuruh, tetap harus menjalani hukuman. (dilansir dari detiknews.com terbitan 17 September 2013)
Kemudian, Sugiarto, Fungsional Utama Dit. Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK dalam dalam Pelatihan Perizinan Berintegritas di Papua.
Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi (ACLC)
“Jika dia tahu ada korupsi, tapi diam saja dan tidak melapor, maka dia bisa dianggap sebagai pelaku yang turut serta. Jika tahu, tapi membantu, maka dia jadi pelaku bersama-sama,” kata Sugiarto (aclc.kpk.go.id)
(Pasukan Ghoib/Sumber Tim Redaksi Gabungan)