Tanggamus – detikkasus.com
Pematang Sawa wilayah selatan kabupaten Tanggamus, merupakan salah satu wilayah yang notabene terisolir. Sepantas dan patutnya ADD menjadi solusi tepat untuk laju perekonomian masyarakat. Akan tetapi Anggaran tersebut menjadi cerita lain ketika berbicara di Pekon Martanda.
Dimana ADD dipekon ini justru diduga menjadi sasaran empuk oleh oknum Kepala Pekon setempat untuk memperkaya diri sendiri.
Bagaimana tidak, oknum kakon satu ini diduga jarang ngantor, sering tidak berada dilokasi bahkan dikatakan oleh warganya jika beliau lebih banyak menghabiskan waktu diseberang (Kotaagung) ketimbang dimana tempat ia memimpin.
“Wah kakon kami ini bang, kalo kita perhatikan seminggu di kampung dua bulan di kotaagung alias jarang ngantor, bahkan kita mau butuh apa-apa lebih sering gak ada dianya,”Ucap salah satu warga martanda
Akibatnya pelayanan menjadi tidak optimal bahkan cenderung tidak efektif manakala masyarakat membutuhkan kepala pekon untuk mengurus sesuatu yang bersifat urgen.
Kendati demikian, situasi seperti ini sudah berlangsung lama Bahkan sejak kepala pekon menjabat, dan ironisnya terkesan minim pengawasan oleh aparat terkait seolah ada pembiaran.
Alhasil ADD disinyalir tidak sesuai juklak dan juknis dalam proses realisasi.
Permasalahan tersebut menjadi landasan awal Supriyansyah, SH. Selaku Ketua Dewan Pimpinan Perkumpulan Solidaritas pemuda peduli pembangunan (DPP-SP3) melakukan observasi / Cross Check lapangan. Sebagaimana dijelaskan saat dijumpai di ruang kerjanya, Senin (22/07/2024).
“Iya, pada hari Kamis (18 ) kami sudah melakukan observasi. Kami sudah konfirmasi / klarifikasi dengan aparat pekon terkait pelaksanaan kegiatan pada tahun anggaran 2021 s/d 2023. hanya saja pak Kakon tidak ada ditempat. Kemudian kita juga sudah melakukan cross check / observasi lapangan.”Kata supriyan
Supriansyah mengatakan bahwa hasil observasi di lapangan beberapa waktu lalu, ditemukan banyak kejanggalan pada tahapan-tahapan Realisasi ADD dipekon tersebut.
Lebih lanjut supriyan menjelaskan jika kejanggalan yang dimaksud seperti Pemeliharaan sarana dan prasarana kantor, dimana kakon menganggarkan di setiap tahunnya dengan anggaran yang terbilang fantastis, sementara realisasinya nyaris tidak ada, bahkan ketika dikonfirmasi, sekdes terkesan kebingungan dengan fakta yang ada.
“Untuk pembelajaan sarana dan prasarana kantor bang, kami beli dispenser dan pasang tralis pada enam lobang jendela dan satu pintu, tapikan pembelajarannya tidak sekaligus”, Ucap sekdes.
Sementara data uraian anggaran dipekon martanda untuk pembelanjaan sarana dan prasarana terhitung sejak tahun 2021 Rp. 58.250.000., dan tahun 2022 Rp. 11.100.000.
Tidak sampai disitu kejanggalan berikutnya nampak pada banyak nya sarana penunjang masyarakat, yang terbengkalai hingga hancur tak terawat, seperti kapal ambulan pekon, yang terpantau hancur hingga berganti ke perahu Viber.
Ditambah lagi pembagunan rabat beton yang sedang berjalan di tahun 2024, dinilai akal – akalan dengan modus mendahulukan tumpukan batu, baru di coran di atasnya, hal tersebut diduga dilakukan semata-mata untuk meraup keuntungan pribadi.
Atas hiruk pikuk permasalahan yang terjadi di pekon martanda, tim observasi lapangan, Masih mendalami lebih lanjut tentang banyaknya kejanggalan-kejanggalan lain.
Untuk selanjutnya informasi data dan hasil croscek dilapangkan pihak DPP SP3 tinggal menunggu kesepakatan tim akan dibawa ke APH atau APIP.
Hingga berita diterbitkan Kakon martanda masih belum bisa ditemui (dalam konfirmasi).Tim