PONTIANAK I Detikkasus.com -, Pernyataan wali kota pontianak diberbagai media yang menyatakan selama 5 kepemimpinan beliau konsen terhadap pengelolaan limbah di kota pontianak. Tentu sebagai warga kota pontianak sangat berterimakasih jika pernyataan itu benar ada nya. Namun fakta yang dilapangan sangat jauh berbeda. Tidak berlebihan jika dikatakan Kondisi limbah di kota pontianak sudah masuk pada pase yg mengkhawatirkan.
Menurut Pengamat Hukum Herman Hofi, Secara kasat mata dapat dilihat bagaimana kondusi parit Premier, parit skunder maupun parit Tersier sudah penuh dengan berbagai jenis limbah baik limbah rumah tangga,Limbah restoran, Limbah industri, kandungan limbah yang sudah memenuhi berbagai jenis limbah, Rabu ( 20/12/23)
“Apalagi RPH. Baik RPHH sapi maupun RPH Babi pengelolaan limbahnya masih jauh dari standar. Kondisi pengelolaan limbah TPA di batu layang sangat buruk.
Kita berharap wali kota, melalui dinas lingkungan hidup perlu memiliki program yang jelas dan terukur bukan hanya rerorika belaka” Ungkapnya
Belum lagi terkait pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berasal rumah sakit da puskesmas dan industri. Limbah B3 seharus diolah menggunakan tekhnologi yg ramah lingkungan oleh rumah sakit dan puskesmas serta industri. Tapi ternyata tidak ada satupun rumah sakit, klinik-klinik dan puskesmas yang telah melakukan pengelolaan limbah B3 nya.
Secara statistik tahun 2022 jumlah penduduk Kota Pontianak 673.400 jiwa. Jumlah itu di luar jumlah mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Jika perkiraan penghuni Kota Pontianak ke depan mencapai 800 ribu, tentu angka tersebut tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan luas wilayah Kota Pontianak 118,3 KM2, belum dikurangi perum 4 dan beberapa daerah yang masuk ke Kabupaten Kubu Raya.
“Penduduk yang padat tentu memiliki konsekwensi tersendiri terkait dengan persoalan limbah. Tentu akan bermasalah, karena setiap individu akan memproduksi sampah. Rata-rata setiap orang memproduksi sampah 0,5 kg/hari. Jumlah volume sampah yang besar tersebut belum termasuk pusat pusat ekonomi atau pasar-pasar tradisional dan rumah sakit.
Di Kota Pontianak jumlah rumah sakit pemerintah dan swasta cukup banyak, termasuk beberapa puskesmas dan klinik-klinik yang semuanya memproduksi limbah atau sampah bahan berbahaya dan beracun (B3)” Lanjut Pengamat Hukum yang juga seorang pengacar
Selain itu, Sampah B3 ini baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain,
“Menurutnya, dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan beberapa peraturan-peraturan lain di bawahnya, sampah B3 diatur dalam PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun” Bebernya
Peraturan ini selain mengatur tata laksana pengelolaan B3, juga mengklasifikasikan B3 dalam tiga kategori yaitu B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan dan B3 yang terbatas dipergunakan.
“Berdasarkan berbagai regulasi tersebut maka jelas bahwa pemerintah berkewajiban mengelola sampah dengan baik khususnya sampah B3. Namun sayang sekali pemerintah Kota Pontianak belum memiliki terobosan atau inovasi terkait pengelolaan sampah ini termasuk sampah B3 belum ada satupun rumah sakit yang memiliki standar pengelolaan sampah B3” Ujarnya
Jika kita amati kecenderungan sampah B3 tidak terkelola dengan baik sebagaimana diamanahkan oleh berbagai regulasi. Bahkan pengelolaan sampah yang dilakukan masih sangat konvensional yaitu dari TPS diangkut ke TPA. Padahal kondisi TPA Kota Pontianak sudah tidak layak lagi dan bahkan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Contoh Sungai Sahang sudah tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan masyarakat.
“Pemkot sebaik nya segera membuat Perda bersama antara Kabupaten Kubu Raya, Mempawah dan Kota Pontianak terkait pengelolaan sampah dan hal-hal lainnya.
Saya prediksikan jika Pemkot tidak melakukan terobosan terkait pengelolaan sampah, maka 5 tahun ke depan akan menjadi masalah serius” Pungkasnya Mengakhiri
(Hady)