KPK,KEJAGUNG,KAPOLRI Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dan Menko Polhukam Mahfud MD Dipinta Tegas.
KUBU RAYA I Detikkasus.com -, Molornya proses penanganan kasus tentang dugaan tindak pidana penyerobotan tanah atau pemalsuan dokumen yang sudah di laporkan oleh Ketua KPSA (Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam) sejak tahun 2020 ke Polres Kubu Raya patut di cap sebagai “Biang Kerok” pemicu tumbuhnya polemik dan kasus lain.
Mulai terjadinya perusakan pondok oleh sekelompok orang di sekitar lahan KPSA, sampai “adanya oknum perwira tinggi di jajaran Polda Kalbar yang dilaporkan ke Bidang Provam Polda Kalbar Hingga Divisi Provam Mabes Polri oleh kedua belah pihak” Ungkap, Heriyanto Gani Ketua Harian SABER pada edisi sebelumnya
Maka sudah selayaknya para oknum yang melalaikan penanganan kasus tersebut diberi ganjaran yang setimpal.
Proses penangan kasus yang kini sedang ditangani oleh Polda Kalbar. Menjadi sorotan publik dan menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat di Kalimantan Barat.
Sekretaris LPK-RI (Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia) Kalimantan Barat, Mulyadi Ms mengungkapkan, proses penanganan kasus sengketa lahan KPSA dengan PT.RJP (Rajawali Jaya Perkasa) masih menjadi misteri dan tanda tanya besar? (10/07/23).
Pasalnya, sampai saat ini masih belum jelas oleh publik siapa para pelaku perusakan pondok disekitar lahan KPSA dan kenapa sampai berlarut belum juga selesai
“Seakan ada yang ditutup tutupi serta syarat dengan permainan segelintir oknum terlibat didalam nya. Ada potensi KKN (Korupsi,Solusi Dan Nepotisme) dalam proses izin Lahan dan penanganan kasus ini”. Ungkap Sekretaris LPK-RI Kalbar
Dilanjutkannya, perlu di ketahui pengelolaan lahan oleh pihak pihak tertentu baik. PT maupun CV. harus melalui beberapa tahap proses perlengkapan administrasinya sesuai peraturan yang ada.
“Mulai dari tahap sosialisasi kepada masyarakat, apakah pihak Pt RJP pernah sosialisasi kepada masyarakat dan apakah tanah yang digarap dan di kelola masyarakat sudah di GRTT” Ungkapya lagi
Maka jika hal tersebut tidak dilakukan sangat merugikan masyarakat dan dapat merugikan negara
“Penguasaan lahan diluar HGU belum terdaftar sebagai wajib pajak. Nah sekarang atas dasar apa PT RJP Mengelola lahan yang sampai saat ini dikuasai Pihak KPSA dengan tanpa sosialisasi dan tanpa adanya GRTT yang dilakukan” Bebernya
Bagaimana kita bisa menemukan kerugian masyarakat dan dapat merugikan negara yaitu sebagai berikut :
1 Penguasaan lahan yang di kelola PT. RJP diatas lahan yang dikuasai Koperasi KPSA yang terdiri didalam nya adalah kelompok kelompok masyarakat yang di berdayakan oleh KPSA. Sampai saat ini tidak pernah mendapatkan GRTT atau Ganti Rugi Tanam Tumbuh sesuai peraturan yang sudah ditetapkan erugian masyarakat.
2. Mengelola lahan diluar daripada izin HGU dapat merugikan negara dalam sektor pajak sebagai mana yang diatur dalam perundang undangan..
3. Tidak melakukan kewajiban sebagaimana yang diatur sesuai UU No32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
4. PP. 47 Tahun 2012 Tentang tanggung jawab Sosial dan lingkungan bagi perseroan terbatas dan permenneg No.PER 05/MBU/2007 Tentang program kemitraan Tentang Usaha dan bina lingkungan.
Sekarang kita liat apakah PT RJP
(Rajawali Jaya Perkasa) yang selama ini sudah menikmati hasil dari lahan tersebut telah melaksanakan perintah UU tersebut sebagai Perusahaan yang wajib dan mentaati aturan perundang undangan yang diterapkan didalam perijinan?
“Kalau tidak maka dapat dijelaskan bahwa negara telah dirugikan dalam sektor pajak serta meresahkan masyarakat dalam hal penguasaan tanpa adanya kesepakatan dan sosialisasi” Pungkasnya
Sementara itu Nasrun M Tahir Ketua Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam (KPSA), meminta kepada semua pihak di kantor pusat, yaitu Bapak Presiden jokowi widodo, Kapolri ,Menko Polhukam Mahfud MD dan khususnya Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan,KPK,KOMPOLNAS dan Kejagung untuk segera menindak lanjuti kasus ini guna mencegah terjadinya konflik seperti yang terjadi di Seruyan Kalimantan Tengah
“Saya mohon kepada Presiden jokowi widodo,KPK KEJAGUNG,KOMPOLNAS dan Khususnya Kepada Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dan Menko Polhukam Mahfud Md untuk segera menindak lanjuti kasus ini,untuk mencegahnya terjadinya konflik seperti di seruyan Kalteng ” Pintanya
Script Legal Opini TINDAK.
Yayat Darmawi,SE,SH,MH Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi [ TINDAK ] Mengatakan Statmentnya pada media ini via WhatsApp Bahwa sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok pokok Agraria Hak Guna Usaha adalah Hak Untuk Mengusahakan Tanah Yang di Kuasai Oleh Dalam Jangka Waktu Tertentu yang secara lazim tujuan penggunaannya untuk Usaha Pertanian, Perikanan, Peternakan, Perkebunan. Walaupun HGU sudah diatur secara Tegas di Dalam Undang Undang Namun Masih sering terjadi HGU Perusahaan OverLap halinilah yang menjadi Pemicu Masalah Apabila OverLapnya tidak Sesegera mungkin diselesaikan oleh Pemerintah Daerah karena dalam Hal ini Pemerintah Daerah lah yang Mesti bertanggung Jawab Penuh baik Secara Sosiologis maupun Secara Yuridis Menyelesaikan Apabila Timbul Masalah Antara Perusahaan dengan Masyarakat, kata Yayat.
Seluruh Perizinan Perkebunan Sawit yang Sudah Terbit Sudah Pasti di keluarkan Oleh Pemerintah Daerah yang Merupakan Produk dari Pemerintah daerah tersebut maka Pemerintah Daerah jugalah yang mesti Bertanggung jawab Penuh atas Terbitnya Izin izin Perusahaan Sawit PT RJP tersebut, kemudian yang menjadi Pertanyaannya ketika HGU PT RJP OverLap kenapa Pemerintah Daerah Kubu Raya Tidak Berani mengambil Tindakan Tegas dengan Melakukan Permintaan Untuk Dicabutnya HGU PT RJP Kepada BPN sesuai dengan PP Nomor 11 tahun 2010, imbuh yayat.
Sengketa yang berkepanjangan Antara Masyarakat dengan PT RJP di kabupaten Kubu Raya Tidak Terlepas dari Peran serta Tanggung jawab Aktive dari Pemerintah Daerah, Karena Terbitnya Perizinan sampailah Terbitnya HGU adalah Hasil dari Rekomendasi Pemerintah Daerah, Namun Jangan ketika Ada Masalah Sengketa Kemudian Pemerintahnya Pada Sembunyi seolah olah Lepas Tangan dan Cuci Tangan Mirisnya Justru Masyarakat malah dibenturkan dengan Aparat Kepolisian, Padahal Sengketa Terjadi akibat dipicu Oleh Overlapnya HGU yang dihasilkan oleh Troublenya Sistem Formal, Penyelesaian Masalah PT RJP dengan Masyarakat sangatlah Mudah kalau Penyelesaian menggunakan Tolok Ukur Normative, jadi Ndak Perlulah Sampai menggunakan Aparat Kepolisian sehingga Timbul hal hal yang tidak Pantas,kata Yayat lagi.
( Hadysa Prana )