Oleh : Briza Rinata Putri
Detikkasus.com – Janji adalah hakekat visi dalam berpolitik, dengan demikian janji harus sejalan dengan politik tetapi tidak untuk menyebarkan kebohongan publik, janji adalah harapan dan cita cita yang diidealkan para aktor tetapi haruslah diwujud nyatakan.
Bukan hanya idealis semata, tetapi yang patut dipertanyakan adalah pembuktiannya.
Janji politik dinilai sangat berbobot ketika menghindari kebohongan. Kadang juga berjanji saat menyampaikan visi dan misi yang terdengar manis.
Setiap berpolitik dan demokrasi, entah Pilkada, Pilgub, Pileg ataupun Pilpres. Seolah-olah mantra utama yang paling mematikan lawan tanding ialah janji, ini terasa murahan untuk di dengar.
Rasionalitas dan hati nurani masyarakat tersandera oleh kata-kata/janji yang mana bertujuan untuk meraih kepercayaan masyarakat agar kemenangan dapat di genggam.
Karena janji politik adalah dasar bagi pertanggungjawaban pelaksanaan kekuasaan demokratis.
Tanpa janji, seorang calon pemimpin akan sangat sulit untuk dinilai berhasil tidaknya atas kepimimpinannya kelak.
“Lidah tak bertulang” maupun “Manis di bibir, memutar kata. Siapa terlena pastinya terpana bujuknya, rayunya, suaranya. Yang meminta simpati dan harapan”.
Mungkin pepatah itu yang tepat untuk menggambarkan seorang politisi untuk berkampanye.
Lidah dan bibir atau mulut seorang politisi sering dengan mudah digunakan untuk menghembuskan angin surga keadilan dan kesejahteraan ke tengah khalayak.
Seolah-olah kesejahteraan dan keadilan sosial adalah buah kerja instan yang bisa disulap dalam sekejap bila rakyat memilih mereka.
Sebenarnya, ingkar janji dalam politik bukan hanya fenomena khas indonesia. Di beberapa negara lain pun hal ini juga terjadi.
Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Susan C.Stokes (2001), seorang guru besar Ilmu Politik Universitas Chicago terhadap 44 kasus pemilihan presiden di 15 Negara Amerika Latin selama kurun waktu 1982-1995 menunjukkan adanya kecenderungan pengingkaran yang cukup tinggi atas janji-janji kampanye.
Ada gejala bahwa para politisi memang berusaha mengambil hati para pemilih ketika berkampanye.
Mirisnya masyarakat sering terbuai tanpa menakar sejauh mana janji-janji itu rasional dan dapat dilaksanakan.
Masyarakat di harapkan tidak mudah terlena dan terpanah oleh bujuk-rayuan para kandidat atau dengan cepat “menelan” janji-janji manis para politisi dan menghirup dalam-dalam angin surga yang ditiupkan para kandidat dan tim pemenangan.
“Vox populi vox Dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan, suara Tuhan ini yang berada dalam hati nurani kita. Karena itu, kepentingan rakyat tidak boleh diabaikan ketika para pemberi harapan (janji) menjabat sebagai pemimpin.
Janji politik dinilai sangat berbobot ketika menghindari kebohongan.
Itu berarti tidak terlepas dari kualitas demokrasi yang pernah dibuat para politisi dalam janji-janjinya.
Setia pada janji, dirinya akan dipercaya dan patut diapresiasi. Masyarkat dan pemimpin bahu-membahu. MARI BERJANJI TANPA KEBOHONGAN!!!